Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ahli balistik Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Polri mengatakan anak peluru yang bersarang di punggung Brigadir Nofrinsyah Yosua Hutabarat atau Brigadir Yosua identik dengan peluru yang ditembakkan dari pistol Glock-17 Bharada Richard Eliezer.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Arif Sumirat, anggota polisi Pemeriksa Madya Puslabfor Ahli Balistik Puslabfor Polri, mengatakan timnya menerima empat proyektil peluru dan dua senjata api dari penyidik Kepolisian Resor Jakarta Selatan. Satu peluru, katanya, berasal dari hasil autopsi, sedangkan tiga lain merupakan temuan dari Polres Jakarta Selatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Hasil autopsi yang diserahkan Polres ada satu anak peluru dan tiga serpihan,” kata Arif saat hadir sebagai saksi ahli di sidang pembunuhan Brigadir Yosua dengan terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu, 14 Desember 2022.
Arif mengatakan serpihan pertama ditemukan di jaringan otak Yosua. Serpihan berupa jaket peluru dan timbal dengan bentuk yang sangat kecil. Serpihan berikutnya ditemukan dari bagian pipi yang berupa material lead antimony. Serpihan yang ada di jaringan otak dan pipi berkaliber 9 milimeter.
Namun ia mengatakan uji balistik tidak bisa membandingkan serpihan karena ukurannya yang kecil dan tanpa garis kasar galangan atau dataran pada serpihan.
“Yang bisa kita bandingkan adalah anak peluru yang tertinggal di punggung hasil otopsi. Itu kita bandingkan dan itu identik dengan Glock,” tutur Arif.
Ia mengatakan tim uji balistik menerima dua senjata api jenis Glock-17 dan HS dari Polres Jakarta Selatan. Dua pistol yang ditemukan di TKP tersebut kemudian diuji balistik.
“Empat peluru yang ditemukan itu tiga dari HS dan satu dari Glock, Yang Mulia,” ujar Arif.
Adapun Glock diperiksa dan dibandingkan adalah Glock bernomor seri 17MPY851 dengan kaliber 9x19 mm. Arif mengatakan setiap senjata memiliki karakteristik seperti halnya sidik jari manusia sehingga bisa diidentifikasi.
“Jadi setiap laras senpi memiliki sidik laras senjata dan tentunya itu beda dengan yg lain,” tutur Arif.
Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa pada 17 Oktober lalu, Richard menembakkan pistol Glock-17 MPY851 sebanyak 3-4 kali ke arah depan Yosua yang setengah berlutut sambil mengangkat tangan di ruang tengah lantai satu rumah dinas Ferdy Sambo di Duren Tiga pada 8 Juli. Yosua kemudian jatuh tertelungkup.
Dalam kondisi masih hidup dan mengerang, Richard dalam kesaksiannya mengatakan Ferdy Sambo, dengan memakai sarung tangan, menghampiri tubuh Yosua dan menembakkan pistol ke arah belakang kepala.
Tarikan pelatuk itu untuk memastikan Yosua tewas. Kemudian, mantan Kepala Divisi Propam Polri itu menembakan pistol HS-9 dengan nomor seri H233001 milik Yosua beberapa kali ke arah dinding atas tangga dan menempelkan pistol itu ke tangan kiri Yosua. Siasat itu untuk mengecoh penyidik.
Eksekusi Yosua berlangsung antara pukul 17.11-17.16 WIB ketika Ferdy Sambo tiba di rumah dinas Kompleks Polri Duren Tiga. Ferdy Sambo memegang leher belakang Yosua dan mendorongnya hingga berada di depan tangga lantai satu.
Yosua berhadapan dengan Ferdy Sambo dan Richard Eliezer, sementara Kuat Ma’ruf berada di belakang Ferdy Sambo dan Ricky Rizal bersiaga apabila Yosua melawan. Kuat Ma’ruf juga menyiapkan pisau yang ia bawa dari Magelang untuk berjaga-jaga apabila Yosua melawan. Adapun Putri Candrawathi berada di kamar lantai satu yang hanya berjarak tiga meter dari posisi Brigadir J.