Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Main Mata Preman Berseragam

Konflik antara Pemuda Pancasila dan Forum Betawi Rempug kuat diduga disebabkan oleh konflik lahan. Efek pembiaran terhadap kelompok ormas.

11 Desember 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Di Indonesia ormas hampir sesuai Republik.

  • Mereka bertambah kuat karena menjalin hubungan dekat dengan kekuasan dan bisnis.

  • Bagaimana sebaiknya memperlakukan ormas.

PELBAGAI bentrok antarkelompok paramiliter akhir-akhir ini merupakan bukti tak tegaknya hukum dan lemahnya negara dalam menghadapi organisasi kemasyarakatan (ormas) pembuat onar. Alih-alih bertindak tegas, pemerintah telah memakai organisasi sipil berseragam militer untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kelompok-kelompok itu juga kerap dipakai untuk melindungi kepentingan politik dan bisnis segelintir orang. Dalam konteks demokrasi elektoral, mereka telah menjadi perantara antara politik informal jalanan dan politik formal di lembaga legislatif. Patut disayangkan, pemerintah pusat dan sebagian daerah, juga petinggi militer dan kepolisian, secara nyata atau diam-diam kerap mendukung keberadaan kelompok itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di lapangan, organisasi paramiliter kerap bikin ricuh. Yang terakhir adalah pemukulan seorang perwira polisi oleh anggota Pemuda Pancasila dalam demonstrasi di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat, akhir November lalu. Unjuk rasa digelar Pemuda Pancasila untuk memprotes pernyataan Junimart Girsang, pengacara dan anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, yang meminta pemerintah “menertibkan” organisasi mereka. Pernyataan Junimart muncul sebagai reaksi atas bentrok antara Pemuda Pancasila dan Forum Betawi Rempug (FBR), organisasi paramiliter lain. Lebih dari sekadar akibat adu gagah, adu otot diduga berlatar sengketa lahan di antara kedua organisasi.

Pemuda Pancasila didirikan pada 1959. Semula ia merupakan bagian dari Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia, organisasi kemasyarakatan yang didirikan petinggi Tentara Nasional Indonesia, Abdul Haris Nasution. Ketika prahara 1965 berkecamuk, Pemuda Pancasila menjadi organ tentara dalam menghabisi mereka yang secara sepihak dituding bersimpati kepada komunisme.

Berbeda dengan Pemuda Pancasila, Forum Betawi Rempug didirikan pada 2001 oleh sejumlah tokoh Betawi. Secara formal, organisasi itu didirikan untuk memperjuangkan hak politik warga asli Jakarta. Dalam praktiknya, FBR banyak terlibat dalam konflik lahan.

Selain FBR, ada Forum Komunikasi Anak Betawi (Forkabi). Di luar itu, ada Front Pembela Islam (FPI) mewakili kelompok Islam politik. Dari kelompok Islam kultural, ada Barisan Ansor Serbaguna (Banser), organisasi yang dekat dengan Nahdlatul Ulama. Kelompok yang terakhir diketahui menggunakan pengaruhnya untuk membendung merebaknya intoleransi yang salah satunya diinisiasi oleh FPI. Di sejumlah tempat, ketegangan di antara keduanya kerap terjadi.

Berbeda sejarah, afiliasi politik, dan ideologi, kelompok paramiliter sama dalam hal tabiat. Berseragam dan mengenakan simbol militer, mereka menggunakan kekuatan fisik untuk mencapai tujuan. Sejumlah organisasi bahkan memperkuat diri dengan merekrut pejabat atau menempatkan anggotanya dalam organisasi negara serta lembaga politik resmi. Salah satu pemimpin Forkabi, misalnya, merupakan anggota DPRD DKI Jakarta. Pengurus Pemuda Pancasila, Ahmad Ali, merupakan anggota DPR dari Partai NasDem.

Pemuda Pancasila memberikan kartu anggota kepada Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Bambang Soesatyo dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Tjahjo Kumolo juga anggota organisasi itu. Bambang Soesatyo pernah menyatakan Pemuda Pancasila akan menjelma menjadi preman yang buas manakala ada yang mengganggu kedaulatan bangsa, Pancasila, dan Jokowi—sebuah statemen yang menegaskan posisi organisasi itu sebagai centeng kekuasaan.

Berkelindan dalam politik formal, organisasi paramiliter memperoleh banyak kemudahan dan pelbagai konsesi. FBR selama bertahun-tahun mendapat hibah dari pemerintah DKI Jakarta lewat Badan Musyawarah Betawi. Organisasi itu juga menggandeng pemerintah dalam pengelolaan kawasan kuliner di Kemayoran, Jakarta Pusat. Beberapa pengurus Pemuda Pancasila diketahui memiliki konsesi tambang di Sulawesi.

Pemerintah tak selayaknya menggunakan kelompok paramiliter sebagai alat untuk membela kepentingan mereka dan menggebuk para pengkritik rezim. Patut disesali, pemerintah pernah tunduk pada tuntutan mereka, misalnya, dalam demo menentang Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang dituding melecehkan agama.

Kelompok paramiliter tak boleh dikasih hati. Pelanggaran hukum oleh mereka harus ditindak. Kecuali polisi untuk menjaga keamanan dan tentara untuk pertahanan, tidak ada satu pun ormas yang memiliki wewenang menggunakan kekerasan dalam menjalankan kegiatan.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus