Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bahasa

’Bahasa Koran’

16 November 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setyadi Setyapranata
*) Penerjemah

TANDA petik yang mengapit judul di atas sengaja saya gunakan. Tanpa itu, saya takut disangka akan nyentil wartawan koran, padahal sama sekali tidak. ”Bahasa koran” hanyalah istilah yang muncul di dalam kelas pelatihan calon penerjemah buku ajar bagi dosen. Istilah itu tercipta karena para peserta memungut contoh kalimat dari koran untuk bahan diskusi tentang bahasa baku. Berikut ini dua di antara banyak contoh yang mewakili ”bahasa koran”, yang memang dipungut dari koran: (1) ”Menjawab pertanyaan wartawan, Menteri Wirajuda menyatakan….”; (2) ”Sekitar Rp 65 miliar merupakan utang swasta, di mana Rp 15 miliar di antaranya berupa commercial paper.”

Kedua contoh itu dicurigai sebagai pengaruh struktur bahasa Inggris yang menulari penerjemah. Pada contoh pertama, kalimat dimulai dengan verba ”menjawab”. Menurut tata bahasa baku, biasanya hanya kalimat perintahlah yang diawali verba. Jadi, meskipun maknanya jelas, kalimat tersebut kurang baku. Sebenarnya mudah saja memperbaiki kalimat tersebut dengan hanya menambah kata ”ketika” di awal kalimat. Sangat mungkin kalimat itu terpengaruh kalimat Inggris sejenis ”Answering journalists’ question, the minister stated….”

Pada kalimat kedua, penggunaan ”di mana” sepadan dengan bahasa Inggris ”where”, yang sebenarnya bisa dibuang saja. Penggunaan ”di mana” dan sejenisnya sangat mewabah di dalam bahasa Indonesia. Bukan saja di media massa, melainkan juga di berbagai bacaan, bahkan di buku ajar.

Kedua contoh kasus tersebut dapat dimaklumi kalau ditengarai sebagai bawaan para penerjemah di redaksi koran. Berita yang masuk pada tengah malam mesti diterjemahkan seketika karena harus dimuat sebelum fajar esok harinya. Wajarlah dalam waktu sesingkat itu para juru alih bahasa kurang sempat becermat-cermat dengan kaidah bahasa, dan hasilnya ”berbau terjemahan”.

Kasus jenis kalimat pertama memang tidak fatal dan maknanya pun gampang dipahami dengan benar. Bahkan ada pakar bahasa yang berpendapat itulah bahasa yang memang tumbuh dari masyarakat. Namun, kalau kebakuan bahasa masih menjadi salah satu tujuan, atau idaman, sesungguhnya kalimat semacam itu biasanya mudah dibakukan hanya dengan menambah satu kata. Satu kata itu berbeda untuk kalimat yang berbeda, misalnya kalimat ”Mengantisipasi gempa susulan, posko setempat mulai menyiapkan bantuan” dengan mudah dapat disempurnakan dengan menambah kata ”untuk” pada awal kalimat. Satu kata penyempurna di awal kalimat yang sering diabaikan itu misalnya ”karena”, ”ketika”, ”dengan”, dan ”untuk”.

Untuk jenis kalimat kedua, wabah ”di mana” sudah luas merebak. Beberapa media menerima dan membiarkan masuknya kata itu, beberapa lainnya selalu menyuntingnya. Sikap berbeda itu juga berdasar pada alasan yang berbeda. Ada yang berdalih kaidah sosiologi bahasa, ada yang mengakuinya sebagai gaya selingkung, dan sebagainya. Banyak pemakaian ”di mana” yang memang tidak keliru dan ”enak dibaca”, tapi banyak juga yang rancu dan boros kata atau mubazir. Beberapa pengelola media massa berdalih bahwa ”gaya” semacam itu memang hidup di masyarakat, maka tidak bijaksana apabila dihindari.

Penggunaan ”di mana” pada contoh kedua itu mubazir. Sebab, kalau dibuang, justru menjadikan kalimat lebih efektif. Contoh berikut ini merupakan penggunaan ”di mana” yang boros kata: ”Syafri mengakui pihaknya telah menemukan dokumen di mana di dalamnya ada nama sejumlah purnawirawan ABRI” (gunakan ”yang berisi”); dan ”Ruang itu terletak di bagian depan rumah di mana ruang itu dipakai untuk kegiatan keluarga” (gunakan ”yang”).

Mungkin banyak orang menganggap wacana ini ”melawan arus”, tapi siapa tahu di kemudian hari yang melawan arus ini akan menjadi arus utama di dalam masyarakat. Mau tahu contoh jenis kalimat lain yang dipungut dari koran? (3) ”Setelah diperbaiki mesinnya, rombongan wisatawan itu melanjutkan perjalanan”; (4) ”Dengan adanya proyek air bersih ini dapat meningkatkan kesehatan rakyat.”

Silakan pilih, arus yang baku, yang bergaya selingkung, yang boros kata tapi tumbuh dari masyarakat, atau yang berbau terjemahan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus