Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Belajar Membaca Permulaan, Sebuah...

Buku belajar membaca & menulis untuk sd, disusun dalam bahasa Indonesia, dengan menggunakan metode sistem struktural analitik sintetik yang global. Suatu kebijakan yang keliru, tidak mengindahkan struktur bahasa.

9 Desember 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BUKU Belajar Membaca dan Menulis jilid IA, IB dan IC terbitan Dep. P&K, diperintahkan untuk dipakai di semua Sekolah Dasar di seluruh Indonesia. Semuanya disusun dalam Bahasa Indonesia. Landasan prinsip metode pengajaran membaca permulaan itu diuraikan dengan panjang lebar dalam buku Petunjuk Mengajarkan Membaca dan Menulis Tanpa Buku. Disebut sistirn "Struktural Analitik Sintetik" atau disingkat SAS. Dikemukakan bahwa yang dipakai landasan adalah ilmu jiwa global, seperti dikemukakan oleh antara lain Von Ehrenfels K. Koffka dan W. Kohler. Perbedaan antara metode "Struktural Analitik Sintetik" dengan metode global, yang dahulu kita kenal sebelum Perang Dunia II, hanya dalam soal sintesa saja. Jika metode global dahulu konsisten dalam melaksanakan proses deglobalisasi atau analisa, maka dalam metode dari Dep. P&K itu di samping analisa, juga dimanfaatkan kegunaan sintesa. Karena itulah yang diinstruksikan oleh Dep. P&K itu diberi nama metode "Struktural Analitik Sintetik". Metode pengajaran membaca permulaan yang berlandasan ilmu jiwa global, di Jerman sendiri -- tempat ilmu jiwa global itu dilahirkan dan diperkembangkan -- sebelum pecah Perang Dunia II sudah ditentang dan ditinggalkan orang. Hal itu dapat dibaca dalam buku karangan Feliks Karnizewski The Theaching of Reading yang diterbitkan oleh UNESCO di Paris dan IBE (International Bureau of Education) di Geneve. Juga dalam buku karangan William S. Gray The Teaching of Reading and Writing, terbitan UNESCO di Paris dan IBE di Geneve. Yang di Jerman pertama-tama mengeluarkan kritiknya terhadap metode global, adalah para ahli pendidikan yang beraliran ilmu jiwa struktur Dilthey dan Spranger, terutama Oswald Kroh penyusun buku Psychologie des Grundschulkindes. Mereka mengatakan bahwa cara penglihatan global dan proses deglobalisasi pada anak-anak itu tidak mungkin berjalan sama. Di Inggeris metode global itu dikecam oleh J.C. Daniels dan Hunter Diack dalam karangannya Some Misconceptions in the Teaching of Reading. Meskipun demikian, di negara-negara yang berbahasa Inggeris masih ada yang mempertahankan metode struktural analitik sintetik itu, karena- berbeda dengan bahasa-bahasa yang lain di dunia -- dalam bahasa Inggeris itu perbedaan antara tulisan dan lafalan luar biasa besarnya. Dalam Bahasa Inggeris itu orang merasa perlu untuk menerbitkan a pronouncing dictionary atau kamus lafalan, sedang dalam tiap kamus Bahasa Inggeris di belakang kata Inggeris itu selalu disertai tulisan fonetiknya. Ada kalanya, karena mereka lebih mengutamakan latihan membaca kata-kata, metode membaca global dalam bahasa Inggeris itu disebut the words method. Mengingat perbedaan yang besar sekali antara tulisan dan lafalan, dapat difahami jika dalam pengajaran membaca permulaan dalam bahasa Inggeris, mereka itu terpaksa harus memakai metode struktural analitik sintetik atau the words method. Keluh-Kesah Guru dan Orang Tua Murid Setelah buku Belajar Membaca dan Menulis itu dipakai lebih dari 4 tahun, mulailah terdengar keluh-kesah serta kecaman guru dan orang tua murid. Kecaman utama dikemukakan karena pelajaran membaca permulaan itu diberikan kepada semua murid di seluruh Nusantara dalam bahasa Indonesia, padahal di daerah pedalaman banyak murid SD yang belum pernah mendengar orang berbicara Bahasa Indonesia sebelum anak itu masuk sekolah. Dalam "Kongres Bahasa Indonesia III" bulan Nopember ]978 di Jakarta, banyak pembicara yang mengeritik pengguna Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di kelas terendah sekolah dasar, kepada murid yang baru pertama kali berkenalan dengan Bahasa Indonesia. Mereka menyarankan agar supaya pengajaran membaca permulaan kepada murid macam ini sebaiknya diberikan dalam bahasa ibu murid. Menurut pengalaman para guru, setelah murid SD kelas I tamat belajar membaca ketiga jilid buku yang diterbitkan oleh Dep. P&K itu, ternyata mereka itu belum dapat membca, apalagi jika yang harus dibacanya itu kata-kata lain yang tidak terdapat dalam buku bacaannya. Malah setelah tamat belajar di kelas 2 SD pun masih banyak murid yang belum pandai membaca. Untuk mengatasi kesulitan itu, para guru -- terutama di sekolah swasta yang cukup keuangannya memberikan buku pelajaran membaca lain di samping buku pembagian dari Dep. P&K. Kelemahan Buku Dep. P&K Pemakaian metode global, yang disebut metode Struktural Analitik Sintetik, sebenarnya suatu kebijakan yang keliru, karena tidak mengindahkan struktur bahasa kita yang khas. Pertama, berlainan dengan sifat dan struktur bahasa Inggeris, kata dalam bahasa Indonesia itu terbentuk dari unsur suku kata, yang polanya sederhana sekali. Dalam bahasa Indonesia misalnya hanya ada 4 macam kombinasi, yaitu: vokal, vokal-konsonan, konsonan-vokal dan vokal-konsonanvokal. Pola KKV, KKVK dan KVKK, sebenarnya bukan pola suku kata bahasa Melayu Umum yang asli, tetapi masuk ke dalam bahasa Indonesia dari bahasa asing atau bahasa Jawa, seperti dalam kata-kata pu-tri, tri-ma, drum, prak-tek, a-larm. Kedua, ejaan bahasa Indonesia itu sangat fonetis. Antara tulisan dan lafalan tidak ada perbedaan yang menyulitkan. Hanya ada beberapa pengecualian saja, seperti: bau kerbau, mau melihat harimau, belum tahu makan tahu, dsb. Karena bahasa-bahasa di Indonesia terbentuk dari unsur suku kata dan sistim ejaannya sangat fonetis, maka dapat difahami jika semua huruf asli yang dipakai di Indonesia sedari zaman dahulu seperti: huruf Rencong di Aceh, huruf Batak, huruf Lampung, buruf Bugis, demikian juga abjad Hanacaraka yang dipakai di daerah Sunda, Jawa, Madura dan Bali semuanya melukiskan suku kata. Itu sebenarnya sudah memberi petunjuk kepada kita dalam memilih metode dan sistim pengajaran membaca permulaan di Indonesia, yang seharusnya berlandasan sistim "kupas rangkai suku kata". Salah satu syarat mutlak dalam pelajaran membaca permulaan yang memakai metode global atau yang disebut metode Struktural Analitik Sintetik, adalah penyajian bahan bacaan kata-kata yang harus cukup tinggi jumlahnya dengan variasi yang cukup lengkap. Karena dalam metode global atau metode Struktural Analitik Sintetik itu tidak diberikan latihan membaca kata-kata terlepas, maka kata-kata itu hanya dapat dikenal kembali atau dibaca oleh anak didik, jika kata-kata itu dapat dijumpai dalam buku bacaannya berulangkali dcngan frekwensi ulangan yang sangat tinggi. Tapi dibandingkan dengan buku pelajaran membaca permulaan yang lain, jumlah macam kata yang disajikan dalam ketiga jilid buku terbitan dari Dep. P&K itu justru termasuk yang paling sedikit. Hanya 25% - 40% saja dari jumlah macam kata-kata dalam buku pelajaran membaca yang lain. Di bawah ini misalnya perbandingannya: (1) Buku Belajar Membaca dan Menulis dari Dep P&K. Jilid IA tebal 60 halaman berisi 109 macam kata. Jilid IB tebal 36 halaman berisi 227 macam kata. Jilid IC tebal 36 halaman berisi 406 macam kata. Jumlah semuanya 132 halaman berisi 732 macam kata. (2). Buku Gembira Membaca terbitan Ganaco. Jilid I tebal 641 halaman berisi 302 macam kata. Jilid 2 tebal 64 halaman berisi 670 macam kata. Jilid 3 tebal 64 halaman berisi 746 macam kata. Jumlah semuanya 192 halaman berisi 1718 macam kata. Dalam ketiga jilid buku pelajaran membaca permulaan terbitan Dep. P&K, selain jumlah macam kata-katanya yang sangat sedikit (hanya 25% - 40% saja dari isi buku pelajaran membaca yang lain), intensitas frekwensi ulangannya pun rendah sekali. Dari sejumlah 732 macam kata-kata yang disajikan, 347 buah atau hampir setengahnya hanya tampil satu kali saja dalam ketiga jilid itu. Jadi dapat difahami jika katakata itu tidak dapat dikenal (dibaca) kembali oleh anak didik, betapa pintarnya pun guru yang mengajar. Dalam buku pelajaran membaca permulaan yang memakai metode Ejaan (spelmethode) atau metode Kupas rangkai Suku kata, di samping bahan bacaan berupa cerita dengan kalimat-kalimat singkat, disajikan pula deretan berpuluh-puluh kata terlepas untuk latihan membaca, sehingga anak didik itu terlatih benar dalam membaca (mengenal kembali) katakata itu. Kelemahan buku pelajaran membaca permulaan penerbitan Dep P&K itu ditambah pula dengan cara penyajian bahan bacaan yang samasekali tidak menarik. Malah dalam praktek sering memancing untuk dipermainkan anak-anak yang sedang belajar membaca. Pada satu halaman itu hanya ada satu kalimat bahan bacaan yaitu sayur bayam atau budi bermain di halaman, yang diulang-ulang sampai 9 kali. Dalam jilid IA yang tebalnya 60 halaman, terdapat tidak kurang dari 25 buah bahan bacaan seperti contoh di atas. Latihan menguraikan kalimat menjadi kata-kata, kemudian kata-kata itu menjadi suku kata, yang akhirnya diuraikan lagi sehingga tercapai huruf-hurufnya, untuk selanjutnya dirangkaikan kembali, sebenarnya lebih baik diberikan di papan tulis secara klasikal. Atau jika dapat disediakan alat peraganya, dapat pula diberikan secara individual, tetapi jangan dimasukkan dalam buku bacaan. Jika disajikan dalam buku bacaan seperti contoh di atas, pasti sangat menjemukan. Biarkan Guru dan Orang Tua Murid Yang Menentukan Jika kita belum yakin benar akan kelemahan metode pengajaran membaca permulaan yang diterbitkan oleh Dep P&K, baiklah kita mendengarkan pendapat sejumlah guru SD yang mengajar di kelas 1. Agar supaya mereka itu dapat memberikan penilaian sejujur-jujurnya, baiklah mereka itu diminta untuk mengadakan percobaan dengan jalan memberikan pelajaran membaca permulaan di 2 buah kelas I secara terpisah: satu kelas memakai metode Strukturil Analitik Sintetik dari Dep P&K dan satu kelas lagi memakai metode Kupas rangkai Suku kata yang mana saja, yang bisa dibeli di pasar. Apabila percobaan itu hasilnya harus meyakinkan benar sebaiknya percobaan itu dilaksanakan oleh sejumlah guru di beberapa tempat di Indonesia. Dan biarlah orang tua murid diminta untuk turut serta menyaksikan hasil percobaan itu. Percobaan itu cukup diadakan selama 3 bulan saja. Sudah pasti akan dapat diketahui oleh guru maupun orang tua murid metode mana yang paling mudah untuk guru dan murid dengan hasil yang paling baik. Kemahiran membaca itu termasuk ketrampilan yang paling fundamental, yang harus secepat-cepatnya dikuasai oleh anak didik untuk keperluan dalam proses pendidikan dan pengajaran selanjutnya. Karena itu harus dipilih jalan (atau metode) yang paling mudah, paling cepat dan memberikan hasil yang paling baik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus