Semangat pemurnian antara adat dan agama, yang dianggap sebagai jalan pikiran tak lazim di kalangan Hindu (TEMPO, 8 April 1989, Agama) menarik dikomentari. Adat memang dikenal kuat. Sehingga agama Hindu, yang sifatnya reseptif terhadap segala pengaruh adat menyebabkan timbulnya berbagai warna dalam "penampilan" pemeluk Hindu di berbagai daerah. Ini suatu kenyataan yang tak dapat dibantah. Tetapi kalau kita amati, perbedaan tersebut hanyalah dalam hal ritual atau upacara saja. Sedangkan ritual hanyalah merupakan salah satu dari tiga kerangka dasar agama Hindu, yaitu tattwa (filsafat), susila (etika), dan ritual (upacara). Menurut saya, dalam masalah ritual taklah harus seluruhnya diseragamkan. Sebab, dalam masalah ritual inilah adat mempunyai tempat yang khusus, hingga menimbulkan suatu ciri khas dalam berbagai upacara agama Hindu tiap daerah. Di Bali ada ngaben, di Tengger ada kesodo, dan di Karo ada pemena. Tetapi dalam masalah tattwa dan susila, sudah seharusnya semua umat Hindu di mana pun berada, dari suku apa pun mereka, harus mempunyai kesamaan. Dan rujukannya sudah jelas pula, yaitu Weddha. Kita ambil contoh dalam masalah tattwa. Semua umat Hindu meyakini panca cradha, yaitu percaya kepada Sang hyang Widhi (Brahman), atman (atma), karma phala (karman), punarbawa (samsara), dan moksa. Demikian juga dalam masalah etika atau susila, kesamaan harus ada. Misalnya, paradara atau menggoda istri orang merupakan tindakan yang dilarang agama. Jangankan tindakan menggoda, baru memikirkan saja untuk menggoda istri orang sudah rrlerupakan suatu perbuatan dosa. Namun, yang penting warna atau variasi ritual di berbagai daerah itu tak menyimpang atau bertentangan dengan kedua kerangka yang lain, yaitu tattwa dan susila. Penyimpangan seperti itu contohnya dalam masalah adu ayam di Bali. Dalam salah satu upacara korban atau yudnya diperlukan korban berupa ayam. Nah, para pecandu judi adu ayam lalu memodifikasi upacara korban ini. Ayam hidup yang seharusnya dipotong dengan pisau sehingga darahnya mengucur, ini diubah. Yakni bukan dengan pisau, tetapi dengan taji atau pisau kecil tajam yang diikatkan pada kaki ayam. Lalu, dua ekor ayam demikian diadu, saling bunuh, sehingga salah satu dari ayam itu mengucurkan darah terkena taji. Nah, tentu, dalam mengadu ayam tadi disertai dengan taruhan uang. Ini jelas judi, yang dilarang agama Hindu. DR. I.N. DANA SUSADI Jalan Kemayoran 3A Pamekasan Jawa Timur
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini