Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Memperebutkan tiket ke muktamar

Muktamar PPP akan dilaksanakan Agustus 1989. wawancara Tempo dengan Mendagri Rudini. Rudini ingin muktamar berlangsung secara demokratis dan mengikuti aturan main yang tercantum dalam konstitusi partai.

20 Mei 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUASANA Lebaran ternyata tak membuat kelompok yang bertikai di PPP bermaaf-maafan. Pada acara halal bil halal untuk pengurus partai, yang diadakan di rumah J. Naro, pada hari pertama Lebaran, hanya kelompok pendukung Ketua Umum PPP itu yang kelihatan berkumpul di kompleks perumahan pejabat tinggi di Jalan Gatot Subroto, Jakarta, tersebut. Dari kelompok Aisyah Aminy, Cuma Hamzah Haz, pengamat masalahmasalah ekonomi, yang kelihatan hadir. Menteri Dalam Negeri Rudini sebetulnya ingin kedua kelompok yang bertikai itu kembali kompak. "Setidaknya perpecahan itu diredakan," ujarnya. Karena itu, agaknya bisa dianggap kemajuan ketika Tim Khittah Perjuangan PPP selama tiga hari, sejak Minggu lalu, mengadakan rapat di rumah peristirahatan DPR, Griya Shaba, Puncak, Jawa Barat. Apalagi anggota tim, yang bertugas mempersiapkan program partai untuk Muktamar PPP Agustus depan, terdiri dari orang-orang yang dikenal sebagai penantang Naro. Di antaranya Haji Ismail Hasan Metareum, Ketua Panitia "Tandingan" Muktamar, adalah ketua tim ini. Wakil ketua dijabat Aisyah Aminy. Sedang sekretaris tim adalah Wakil Sekjen PPP, M. Husnie Thamrin, yang merupakan juru bicara kelompok anti-Naro. "Mereka kami minta untuk menyelesaikan tugas itu paling lambat 20 Mei," kata Sekjen PPP Mardinsyah. Dua tim lainnya -- tim pertanggungjawaban DPP, yang dipimpin H.M. Baidhawi, dan tim AD/ ART, yang dipimpin Darussamin, sudah menyelesaikan tugas mereka. Dengan bekerjanya kembali Tim Khittah, apakah mulai ada pendekatan pada kedua kelompok ini? Tampaknya belum. Saran Rudini agar kedua kelompok itu mengadakan musyarawah menyelesaikan pertikaian yang muncul itu sampai kini belum juga terlaksana. Saran Rudini yang amat penting supaya DPP menyusun tata tertib Muktamar agar jelas siapa saja yang akan diundang nanti sampai sekarang juga belum tersusun karena DPP masih belum mengadakan rapat. "Kami sedang menunggu DPP mengadakan rapat untuk itu," kata Aisyah Aminy. Ketua DPP ini merasa dirinya mesti diundang untuk membicarakan materi sepenting itu. Sekjen PPP Mardinsyah hanya menunjuk Pasal 9 Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga PPP yang menyebutkan bahwa Muktamar diadakan dan atas undangan DPP. Apakah ini berarti bahwa tata tertib yang dimaksudkan Rudini tak lagi diperlukan? "Saya tak usah dulu kasih komentar," ujar Mardinsyah. Soal ini tampaknya akan menjadi isu penting menjelang muktamar ini. Rudini berkeinginan Muktamar partai berlambang bintang ini berlangsung secara demokratis dan mengikuti aturan permainan yang tercantum dalam konstitusi partai yang ada. Untuk itu Rudini menegaskan bahwa pemerintah tak akan memihak kelompok mana pun. Sejauh ini, sikap Rudini dalam menghadapi pertikaian kelompok Naro dan kelompok Aisyah di PPP tampaknya cukup fair, legalistis, serta konstitusional. Sebuah sikap baru Pemerhltah dalam menghadapi Parpol dan Golkar? Senin siang pekan ini, Rudini menerima Amran Nasution, Putut Tri Husodo, Liston Siregar, dan Rini P.W.I. dari TEMPO, hampir satu setengah jam untuk sebuah wawancara khusus tentang PPP. Petikannya: Pemerintah hanya mengakui panitia Muktamar PPP yang dibentuk Naro. Bagaimana sebenarnya sikap pemerintah terhadap dua kelompok yang bertikai di PPP? Pemerintah hanya mengakui Panitia Muktamar yang ditandatangani Ketua Umum dan Sekjen PPP. Mengenai siapa yang menjadi Ketua Umum nanti, terserah muktamar. Bagaimana mengawasi agar pelaksanaan Muktamar itu demokratis? Oleh siapa? Sebagai pembina politik, misalnya, saya melihat sistem formatir tunggal yang disebut-sebut sebagai tidak mencerminkan demokrasi. Lalu, saya usulkan sistem formatir lebih dari satu. Misalnya, dari DPP lama ditunjuk dua formatir, dan dari daerah sebanyak lima orang. Tapi semua itu terserah mereka. Itu baru gagasan. Kalau muktamar menghendaki formatir tunggal, itu juga kan demokratis. Sudah saya ingatkan bahwa formatir tunggal itu kurang mencerminkan demokrasi. Kalau itu yang dihendaki warga PPP, silakan. Tapi kelak jangan ribut dan minta keadilan pada pemerintah. Selama ini, Naro terkesan kuat sekali, karena mendapat dukungan dari pemerintah. Sehingga para penantangnya menjadi goyah. Dulu, mungkin cara itu dulu dibutuhkan dalam membina PPP. Sekarang kita hendaknya meninggalkan pola berpikir seperti itu. Organisasi politik harus mandiri, bukan saja dalam membuat program, tapi juga melaksanakan program itu. Maka, saya berani menegaskan bahwa pemerintah tidak memihak siapa pun. Pengakuan terhadap panitia, yang disahkan Ketua Umum dan Sekjen PPP itu, murni karena landasan legalitas. Titik. Tidak mendukung Naro? Tidak ada latar belakang ingin mendukung si ini atau si itu. Kami mau semua itu berkembanglah secara demokratis. Kalau muktamar nanti, misalnya, memilih Naro lagi, dan itu murni hasil muktamar, pemerintah tidak akan memasukkan tangannya ke sana. Tapi kan ada kemungkinan main kayu? Pemerintah tak bisa disamakan dengan wasit sepak bola. Kalau nanti yang terjadi kurang sesuai dengan alam demokrasi Pancasila, misalnya, ada formatir tunggal, bisa saya tolak. Mengenai kekhawatiran di muktamar nanti yang dihadirkan orang-orang dari kelompok tertentu saja, saya sudah bilang yang hadir dalam muktamar nanti ditentukan oleh suatu keputusan dari DPP. Keputusan itu bukan atas nama orang, melainkan jabatannya. Jangan sampai ada radiogram dari daerah yang menyebut bahwa yang hadir ini dan itu, atau ini dan ini. Itu namanya main kayu. Hal itulah yang membuat kelompok penantang Naro ketakutan. Wong, belum main kok takut. Ini kan baru menyusun panitia muktamar saja. Mereka melihat pengalaman dengan muktamar 1984 lalu. Saya mengerti. Maka, saya bilang jangan selalu dikaitkan dengan masa lalu itu. Apa kita tidak bisa berubah? Situasi dan kondisi sudah berubah, kemampuan masyarakat dalam mengutarakan pendapat juga sudah meningkat. Apakah dengan begitu, Bapak mau membantah isu yang berkembang seolah-olah ada pejabat Depdagri yang mendukung Naro? Tidak. Yang mengambil keputusan di Depdagri adalah Menteri. Kalau staf saya, entah itu jalur Dirjen Sospol, bisa begini begitu, selalu berdasarkan instruksi Menteri. Kalau dia menentukan warna lain dari warna yang saya ambil, ya salah. Kalau saya tahu, pasti saya tindak. Dalam buku otobiografi Pak Harto disingung tentang pencalonan Naro sebagai Wakil Presiden di Sidang Umum MPR lalu. Apa ungkapan itu bisa dijadikan penilaian suka atau tidak suka pemerintah terhadap Naro? Menurut saya, ungkapan Pak Harto itu merupakan ungkapan seorang pemimpin nasional yang tugasnya tentu juga membina tata cara kehidupan berdasarkan Pancasila, khususnya dalam demokrasi yang menyangkut pencalonan Wakil Presiden. Pak Harto itu Presiden mandataris MPR. Tapi ia juga Bapak bangsa. Kalau Pak Harto menunjukkan langkah seseorang keliru, bukan berarti dia benci orang itu. Bagi penantang Naro, ungkapan di dalam buku Pak Harto itu dijadikan pegangan. Saya dengar-dengar juga masyarakat PPP menjadikannya pegangan: pokoknya Naro itu salah. Itu bisa saja. Tapi saya menilainya, itu isu dari kelompok yang sedang main di PPP untuk merebut posisi. Saya kira dari kelompok Naro juga muncul tuduhan macam-macam. Si anu garis keras, si polan begitu. Bagi saya, itu urusan mereka yang berjuang. Di Amerika, soal wanita saja diekspos. Di sini belum sampai begitu. Apakah Direktorat Sospol dan bupatibupati akan mengarahkan cabang PPP memilih siapa? Tidak akan ada. Mereka saya instruktikan untuk meneliti agar tidak ada permainan tentang utusan ke muktamar. Misalnya, dalam penentuan delegasi ditunjuk nama, bukan jabatan. Itu kan tidak baik. Kalau penunjukan nama, bisa dipilih hanya yang mendukung dia. Kalau mereka ngotot terus, saya punya langkah-langkah untuk mengatasinya. Misalnya? Muktamar ini rencananya akan dibuka oleh Presiden. Saya tak mau Presiden membuka muktamar yang kacau. Saya bisa mengusulkan agar Presiden jangan membuka muktamar itu. Apa yang Bapak kehendaki tampak jelas. Tapi nyatanya orang-orang masih tetap seperti yang sudah terbiasa, ingin terus mencantol ke atas. Apa perubahan yang Bapak coba ini tidak terlalu cepat? Sekarang saya tanya: waktunya itu kapan? Kita harus mulai sekarang. Kita sudah menghadapi saat tinggal landas. Nanti pesawat sudah on, tidak bisa tinggal landas karena penumpangnya lari ke sana kemari. Kan mestinya semua sudah harus duduk di tempatnya, pintu ditutup, lalu take off. Kalau begitu, Muktamar PPP ini proyek pertama? Saya kira begitu. Ini ujian bagi saya. Mungkin ada yang setuju, ada yang tidak setuju. Pokoknya, sebagai penanggung jawab pembinaan politik, saya kerja begini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus