Sudah lebih satu bulan Bali heboh dengan rencana pembangunan patung Garuda Wisnu Kencana yang akan menelan biaya Rp 80 miliar itu. Dan, tampaknya, polemik itu sudah merasuk ke segenap lapisan masyarakat. Bahkan, sebuah koran lokal menyediakan semacam kolom tetap bagi masyarakat untuk berpolemik. Belum lagi diskusi-diskusi yang digelar seputar masalah patung ini. Dilihat dari rentang waktu, polemik yang semakin berlarut- larut itu sudah menunjukkan gejala yang tak sehat. Sebab, komentar dan ulasan yang disodorkan masyarakat, para tokoh masyarakat, pejabat pemerintah setempat, seniman, budayawan, dan cendekiawan masing-masing tentu memiliki argumentasi yang kuat mampu mempengaruhi persepsi masyarakat luar. Itu akan menimbulkan pengotak-ngotakan persepsi di masyarakat. Yang tak kita harapkan bersama, jangan sampai polemik ini menimbulkan guncangan pada masyarakat Bali. Apalagi sekarang ini Hindu dan budaya Bali sedang menunjukkan tanda-tanda kebangkitannya. Jadi, jangan sampai masalah ini menimbulkan ekses negatif bagi kebangkitan Hindu dan budaya Bali. Untuk itu, sudah saatnya para pembuat kebijaksanaan di pusat mengambil jalan lurus dalam persoalan yang tak kunjung reda ini. Sebab, di Bali sendiri, upaya-upaya menarik benang merah sudah mengalami jalan buntu, yang justru bisa menimbulkan benang kusut. Umum tahu, ide dasar rencana pembangunan patung monumental itu datang dari Menteri Joop Ave. Karena itu, Joop Ave, sebagai ''penyebab polemik''berkepanjangan ini, harus secepatnya bertindak secara bijak. Kita pasti tak menginginkan Bali menjadi coreng-moreng hanya gara-gara sebuah patung yang, konon, dibangun demi kemajuan dan pembangunan pariwisata Bali. Ingat, orangBali hidup bukan dari pariwisata. ROBERTO HOETABARAT Pemimpin Redaksi Sunari Penjor Antropologi Universitas Udayana Denpasar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini