Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Soerjadi mengapa dihabisi soerjadi dan pdi

Berbagai gerak dan langkah menggoyang soerjadi merebut kursi ketua umum pdi. sukses dan kegagalannya, wawancara, dan profil partai berlambang banteng.

24 Juli 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENURUT cerita ki dalang, Raja Mandura Prabu Baladewa selalu menyebut dirinya sebagai banteng ketaton (banteng yang terluka) bila marah melabrak lawan. Perumpamaan ini diambil, tentu ada hubungannya dengan sifat banteng.Binatang liar nan perkasa itu suka mengamuk bila terkena luka. Lain banteng di cerita perwayangan, lain pula kisah banteng PDI. Sebab partai itu belum menjadi banteng binatang liar dan perkasa seperti di hutan dalam peta kekuatan sosial politik. Peringkatnya mungkin baru ''kelas kambing'', masih di bawah. Hingga, ia tak bisa sesumbar mengamuk bak banteng ketaton walau, misalnya, terluka. Keadaan ini tampaknya juga dihayati Soerjadi, ketua umum partai itu. Tujuh tahun lalu, ia ditunjuk Pemerintah untuk memimpin PDI, yang sejak terbentuknya tak henti dirundung perpecahan. Salah satu pertimbangan, Soerjadi dan timnya di DPP adalah orang yang dianggap tak terlibat konflik sebe-lumnya.Dan tugas itu betul diembannya dengan slogan mentereng, membuat PDI sebagai partai masa depan. Beberapa inovasi dilakukan, misalnya, dengan mematahkan kepentingan pribadi lewat partai. Anggota DPR dibatasi dua kali saja. Pengurus partai di daerah tak boleh merangkap jabatan anggota DPR di Jakarta agar bisa mengurus partai lebih intensif. Hampir seluruh pengurus partai di daerah diremajakan. Dan langkah- langkah pembenahan ini mendapat sambutan.Ini tercermin dalam hasil dua kali pemilu. Kursi di DPR naik 16 buah untuk setiap kali pemilu (1987 dan 1992). Bahkan seorang pengamat politik menduga, kalau Soerjadi boleh menerus- kan kepemimpinannya dengan kekompakan pengurus daerah seperti bulan lalu PDI bisa berkembang lebih besar lagi. Bisa-bisa, kata pengamat itu, mengganggu mayoritas tunggal Golkar. Namun, kans Soerjadi kian sempit. Beberapa hari sebelum kongres, ia digoyang ramai-ramai. Ada yang mempersoalkan sikapnya yang kelewat kritis terhadap Pemerintah karena, misalnya, memasalahkan kecurangan pelaksanaan pemilu. Ia juga punya ide untuk mengadakan pembatasan masa jabatan presiden setelah Pak Harto. Dari dalam partainya, serangan pun tak kalah gencar. Ia dianggap terlalu mengobral janji seperti digariskan dalam konsepkampanye pemilu. Misalnya soal perubahan dan pembaruan. Terakhir, ia diserang karena menggiring para pimpinan PDI daerah untuk mencalonkan kembali Pak Harto sebagai presiden dalam sidang umum MPR Maret lalu. Berbagai dosa itu dianggap sebagai pengganjal untuk tampil sebagai ketua umum. Dan terakhir, pihak ABRI melansir kriteria bahwa orang yang cacat hukumjanganlah dipilih menjadi ketua umum. Soerjadi dipastikan dipanggil ke pengadilan sebagai saksi kasus penculikan dan penganiayaan dua aktivis PDI yang menentang kepemiminannya. Namun, konon, tak tertutup kemungkinan ia diseret sebagai tersangka dengan tuduhan yang belum dipastikan rumusannya. Dan tampaknya serangan terakhir itulah yang mampu mengempiskan dukungan buat Soerjadi, yang semula ditaksir sedikitnya 80% suara kongres. Ia sungguh terpuruk. Hanya kalau ada mukjizat, misalnya ada orang yang berani menyuarakannuraninya, Soerjadi bisa terpilih. Berbagai gerak dan langkah menggoyang Soerjadi inilah yang ingin ditampilkandalam bagian pertama Laporan Utama ini. Tentu, penggoyangan Soerjadi ini taklepas dari tampilnya sejumlah calon yang secara terbuka ingin berlagamemperebutkan kursi ketua umum. Untuk melengkapi lakon itu, rasanya perlu menampilkan para kandidat ketuaumum itu. Ada lagi soal sukses dan gagalnya Soerjadi. Tentu, semua itu perlu ada tanggapan dari Soerjadi sendiri, yang empunya cerita.Dan Soerjadi ternyata masih seperti PDI. Walau ''dilukai'', ia tahu diri merasa tak perlu jadi banteng ketaton.A. Margana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus