Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Langkah Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mempersilakan polisi menyelidiki anak buahnya yang mungkin terlibat dalam kasus tercecernya kartu tanda penduduk elektronik di sejumlah daerah sudah tepat meski lambat. Perkara ini tak akan terjadi jika Kementerian Dalam Negeri mengelola administrasi data kependudukan dengan konsisten dan profesional.
Kini nasi sudah jadi bubur. Ribuan KTP elektronik invalid yang seharusnya dimusnahkan itu ditemukan berserakan di tempat-tempat tak seharusnya. Sekelompok anak menemukan ribuan KTP dalam karung di pinggir sawah di Duren Sawit, Jakarta Timur, pada awal Desember lalu. Tiga hari kemudian, seribu keping KTP elektronik ditemukan dalam dua kantong plastik di Desa Kampung Baru, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat, tak jauh dari gudang Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil setempat. Dua bulan sebelumnya, sebuah karung berisi hampir 3.000 keping KTP juga ditemukan teronggok di sebuah kebun bambu di Kabupaten Serang, Banten.
Penemuan ribuan keping KTP yang tercecer di beberapa daerah itu mencemaskan publik. Kesan bahwa pengamanan dokumen penting identitas warga negara ternyata tak ketat jadi tak terhindarkan. Ini berpotensi mengganggu kepercayaan rakyat terhadap proses pemilihan umum yang jujur dan adil pada 17 April mendatang. Banyak orang khawatir KTP itu bisa dipakai untuk memobilisasi pemilih agar mencoblos lebih dari sekali di bilik suara. Ada juga yang curiga ribuan KTP itu dimanfaatkan untuk menggelembungkan daftar pemilih tetap di Komisi Pemilihan Umum.
Memang, pertengahan Desember lalu, pemerintah sudah mengumpulkan semua KTP invalid itu dan membakarnya bersama sekitar 1,3 juta keping KTP rusak yang sebelumnya disimpan di gudang Kementerian Dalam Negeri di Bogor, Jawa Barat. Namun kekhawatiran khalayak tak serta-merta surut. Faktanya, sampai sekarang, pemerintah tak bisa memastikan apakah semua KTP yang sudah kadung dicetak tapi tak terpakai telah dikembalikan dengan utuh.
Pangkal soalnya adalah buruknya manajemen pengelolaan data kependudukan di Kementerian Dalam Negeri. Sebelum 2015, pemerintah membiarkan perusahaan percetakan yang membuat KTP elektronik mengirimkan kartu identitas pribadi warga negara itu langsung ke kantor-kantor kecamatan dan kelurahan di seluruh Indonesia. Walhasil, ketika ada KTP yang tak diambil pemiliknya atau dikembalikan karena datanya tak akurat, Kementerian Dalam Negeri tak bisa segera memusnahkannya.
Baru tiga tahun lalu, peraturan itu diubah. Sekarang KTP elektronik harus dikirim percetakan ke Kementerian Dalam Negeri sebelum dibagikan melalui jejaring kantor dinas kependudukan dan pencatatan sipil. Dengan metode ini, kartu yang tak terbagi bisa ditarik lagi ke pusat untuk dimusnahkan. Proses pemusnahan itu pun baru dilakukan belakangan, setelah kasus KTP tercecer ini ramai di media massa.
Seraya menunggu penyidikan polisi rampung, dampak buruk kasus ini harus diminimalkan. Komisi Pemilihan Umum perlu bekerja ekstra guna memastikan daftar pemilih tetap sebanyak 192,8 juta orang yang diumumkan dua pekan lalu sudah akurat. Selain mengundang partisipasi publik seluas-luasnya, KPU harus memberikan kesempatan kepada semua peserta pemilu untuk meme-riksa dan memverifikasi data pemilih. Kasus KTP tercecer ini tak boleh sampai merusak kredibilitas pelaksanaan pemilu April mendatang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo