Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bahasa

Antara Kata Indonesia atau Serapan

10 Januari 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ahmad Sahidah
Staf peneliti pascadoktoral pada Universitas Sains Malaysia

BAHASA kebangsaan Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Meskipun setelah ditelusuri, bahasa ini hakikatnya menyerap begitu banyak bahasa Sanskrit, hampir 60 persen. Namun, sebagai sistem bahasa tersendiri ia telah mempunyai aturan gramatikal khas, malah juga memperkaya perbendaharaan kata dan aturan tata bahasa dari bahasa lain, seperti bahasa Arab dan bahasa Inggris. Tetapi, berbeda dengan Malaysia yang banyak menyerap bahasa Arab, dalam beberapa hal, bahasa Indonesia lebih banyak mengambil kosakata bahasa Inggris. Sementara masyarakat negeri jiran menyebut tadbir, kita menyebutnya administrasi. Sementara di Malaysia mengatakan isytihar, di Indonesia memilih serapan bahasa Inggris dan menyebutnya deklarasi. Lalu, bagaimana dengan aturan penyusunan sebuah kata kerja?

Untuk membuat kata kerja, sebagaimana bahasa Malaysia, kita mendapatkan sebuah rumus yang baku, awalan me ditambah kata dasar dan akhiran i atau kan. Kata dasar itu bisa berupa kata sifat atau kata benda, yang menentukan apakah me itu berubah menjadi men, mem, meng, dan meny. Masalah akan timbul apabila kita ingin membentuk kata kerja dari kata benda yang sebenarnya bukan merupakan kata dasar, tapi turunan, seperti kata identifikasi. Kata yang berasal dari bahasa Inggris identification ini bermakna tanda kenal, bukti, penentu, atau penetapan identitas seseorang. Untuk menjadikan kata kerja, seperti dicontohkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kita bisa menggunakan kata mengindentifikasi. Mudah.

Masalahnya, kata identification adalah turunan dari identify, yang telah mendapatkan akhiran –ion, sebagai salah satu cara untuk menjadikan kata tersebut sebagai kata benda. Bukankah dengan penggunaan mengidentifikasi kita telah memperlakukan kata tersebut dengan sewenang-wenang, mengingat dalam tata bahasa kita, imbuhan itu ditambahkan pada kata dasar? Tentu, banyak kata serapan bahasa Inggris lain-lain yang mengalami nasib yang sama, antara lain kalkulasi (calculate-calculation), diskusi (discuss-discussion), publikasi (publish-publication). Tentu saja, jika kita menggunakan bahasa sendiri, hitung, bincang, dan terbit yang mengandaikan arti yang sama dengan kata serapan tersebut, kita bisa mengelak dari penambahan awalan yang menyimpang dari struktur kata asalnya.

Jika kita sering menggunakan kata penerbit untuk publisher, mengapa kita enggan menggunakan kata menerbitkan untuk kata kerja dari kata yang bersangkutan, malah lebih memilih mempublikasikan. Demikian pula, apakah membincangkan dirasa tidak seilmiah mendiskusikan? Kegagalan menggunakan kata Indonesia dan lebih memilih menggunakan serapan kata-kata bahasa Inggris hakikatnya mencerminkan kekhawatiran banyak orang bahwa bahasa Indonesia yang berakar pada bahasa Melayu dipandang tidak memadai untuk dijadikan bahasa pengetahuan. Jika keadaan semacam ini terus berlanjut, bahasa kita sendiri hanya akan mengisi waktu luang di luar kegiatan ilmiah, meskipun bahasa Indonesia juga semakin terdesak karena serbuan bahasa asing makin leluasa dalam percakapan sehari-hari.

Bagaimanapun, di luar persoalan aturan kebahasaan, perbedaan kata yang diserap dari bahasa Inggris dan justru lebih banyak digunakan dalam bahasa tulis dan lisan telah menenggelamkan kata yang lebih dulu termaktub dalam kamus bahasa Indonesia. Memang, pengayaan kosakata itu merupakan cara jitu untuk memungkinkan perkembangan bahasa itu sendiri. Namun, harus diakui, secara diam-diam kita ternyata lebih mengutamakan penyerapan kata dari bahasa asing, sehingga tak dielakkan pada masa yang akan datang kita akan menggunakan bahasa Indonesia yang sebagian besar merupakan serapan dari bahasa Inggris. Atau, ini adalah pilihan yang memudahkan kita untuk menjadikan bahasa Indonesia lebih dikenal di dunia karena kosakatanya lebih banyak diasup dari bahasa antarbangsa.

Uniknya, dalam hal penyerapan kata benda di atas, kita tak mau menggunakan kata kerja dari bahasa bersangkutan, menggunakan kata kalkulat untuk calculate, misalnya. Kata tersebut bisa ditemukan padanannya dalam bahasa Indonesia, yaitu hitung. Jangan-jangan, dengan penggunaan kata kalkulasi, di dalam bawah sadar kita tebersit bahwa kita bisa menghitung apa pun lebih cermat dan tepat. Tentu, kesadaran semacam ini merupakan perasaan rendah diri yang belum hilang meskipun penjajah telah lama meninggalkan negeri ini.

Nah, selagi kita masih belum pergi jauh dari bahasa Indonesia, sepatutnya semua pihak memikirkan kembali untuk tidak terlalu memanjakan diri dengan menyerap bahasa asing, dalam hal ini Inggris, baik lisan maupun tulisan. Kecuali kata tersebut tidak ditemukan padanannya dalam bahasa tempatan. Malah, sebagai pengguna bahasa serumpun, kita bisa belajar dari Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia, yang mencoba sejauh mungkin menyuburkan khazanah sendiri, seperti menggelecek untuk dribble, bukan men-dribble sebagaimana sering ditulis wartawan bola di sini. Sayangnya, kadang kosakata Arab terlalu kuat mempengaruhi bahasa negeri jiran itu. Ketidakpercayaan terhadap kedigdayaan bahasa sendiri akan mengikis jati diri yang dirajut dari pelbagai bahasa daerah yang terbentang di seantero Nusantara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus