Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Australia: Bab Kaum 'Aborigin'

Pemerintah Australia repot dengan pernyataan Menlu RI mengenai penduduk aslinya. Masalah Tim-Tim sendiri sebagai urusan dalam negeri Indonesia mereka menolak disebut campur tangan urusan negeri lain.

11 Juni 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAYA sangat tertarik membaca berita-berita kesibukan Woolcott (Dubes Australia di Jakarta) yang mondar-mandir ke Departemen Luar Negeri Jakarta, dan kata pihak Kedubes Australia itu pernyataan Menlu RI mengenai penduduk asli Australia (aborigines) adalah "sensitif buat Australia". Memang buat orang awam nasib kaum aborigin Australia tidak banyak diketahui, karena segala sesuatu mengenai Australia hanyalah sorga-sorganya yang disiarkan di mass-media Jakarta yang sumber-sumbernya bercap AIS atau KPA. Pernyataan Menlu RI dianggap "sensitif" itu dapat didukung dengan sobekan artikel seorang wartawan kulit putih dan lain-iain artikel mengenai ini yang sudah banyak diketahui dunia. Menurut fotokopi terlampir (tak kami muat - Red.), harian Kompas (Juli 1976) pernah memuat tulisan Soebagio Reksodipuro SH dan RB Sugiantoro mengenai nasib kaum aborigin Australia ini. Sensitif? Ya, bagi Australia. Tetapi konprehensif. Nyata bahwa penduduk asli Australia nasibnya seperti "setengah monyet-setengah orang": telah jadi sasaran peluru bangsa kulit-putih Australia, menurut tulisan itu. Tetapi ada orang-orang Australia yang berlagak menjadi "pendukung" Fretilin di Tim-Tim, melalui CIET-nya di Australia dan Radio Australia. Itu semua tidak dianggap "sensitif" oleh pihak Kedubes Australia. Mereka selalu mengatakan bahwa suara-suara tidak simpatik terhadap negara tetangganya "bukan sikap resmi Pemerintah Australia". Masih ingatkah orang-orang Australia apa yang pernah dikatakan PM Fraser kepada pemimpin-pemimpin Cina mengenai kepemimpinan di Indonesia tempo hari? "Resmi" atau "tidak resmi"kah ucapan-ucapan Fraser itu? Dan "sensitif" bagi Indonesia, tidak? Lagi menurut berita itu, Kedubes Australia menganggap "bahwa bagaimanapun juga Australia sekarang sudah merupakan bagian dunia ini". Tetapi orang-orang Australia juga lupa, terutama yang membantu Fretilin di Australia, bahwa bagaimanapun menurut sejarah dan geografi Timor-Timur adalah bagian yang tak terpisahkan dari Timor "Barat" Indonesia. Timur dan Barat itu adalah batas-batas yang telah dibuat Belanda dan Portugis di abad ke-17, jauh sebelum Australia dijadikan tempat pembuangan pesakitan-pesakitan Inggeris oleh James Cook -- itu nenek moyang orang Australia putih yang secara pelanpelan melakukan genocide terhadap kaum aborigin. Mengapa Pemerintah Australia sendiri sangsi akan integrasi rakyat Tim-Tim dengan saudara-saudaranya di Timor Indonesia? Apa maunya rakyat Tim-Tim berintegrasi dengan kaum aborigin Australia, dan penduduknya dibinasakan seperti halnya di Tasmania? Bukan saja dalam isyu James Dunn Pemerintah Australia menunjukkan jejak politik yang berlawanan terhadap negara-negara yang penduduknya berkulit berwarna Australia jugalah yang ikut-ikutan menginm serdadu bayaran (mercenaries) untuk melawan rakyat Rhodesia yang sedang akan menaklukkan pemerintahan minoritas putih, sekalipun jarak Australia-Rhodesia beribu-ribu mil jauhnya. Serdadu-serdadu bayaran itu "bukan serdadu resmi Pemerintah Australia" -- akan demikianlah pernyataan "resmi" Pemerintah Australia. Sampai sikap-sikap demikian itu dapat dirasakan di antara diplomat-diplomatnya di luar negeri. Pernah salah satu diplomatnya berbuat tidak senonoh di negeri yang rakyatnya berkulit berwarna, tetapi Kemlunya di Canberra masih juga membela: perbuatan kurang-ajar dianggapnya perbuatan yang "tidak resmi". Padahal beradanya di luar negeri, diplomat dan mana saja, mewakili kultur negerinya dan memakai fasilitas-fasilitas resmi. SUMARDI PRIJADI PO Box 572, Dar Es Salaam, Tanzania.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus