Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Bagaimana bupati H.R. Sihotang?

Tanggapan pembaca tentang protes petani asahan seperti dalam tulisan "laporan abs untuk raja" (tempo, 5 maret 1994, nasional)

16 April 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Saya sangat tertarik pada tulisan "Laporan ABS untuk Raja" (TEMPO, 5 Maret, Nasional) tentang nasib malang petani Asahan yang berdemonstrasi karena pembagian perkebunan kelapa sawit yang tidak adil. Kesewenang-wenangan terhadap petani di Asahan itu mengingatkan saya pada nasib petani di kampung halaman saya dulu. Ketidakadilan menindas mereka yang lemah -- dan susahnya kebijaksanaan bergerak cepat. Sejak dulu pemerintah memang sudah berusaha membasmi sistem ijon dan mengembangkan fungsi KUD untuk kesejahteraan para petani. Tapi ini tak berarti masalah yang ditimbulkan oleh "lintah darat" itu telah usai. Malah sebaliknya, tanpa kita ketahui, mereka dengan enaknya, walaupun sembunyi-sembunyi, mencekik petani dengan bunga yang tinggi. Hal tersebut, saya kira, tak terlalu jauh berbeda dengan keadaan para petani di Asahan. Hanya, petani di Asahan ini "dicekik" oleh kaum atas yang tak peduli dengan nasib kaum lemah. Bukannya mereka itu dibantu agar kelak bisa memperbaiki hidup, tapi malah nasib mereka semakin tak menentu. Itu karena tindakan sewenang-wenang kaum atas yang tak jeli dengan keadaan rakyat. Petani berdasi yang, selama ini, beruntung semakin bertambah untung. Padahal, masih ada yang belum beruntung sama sekali, yakni para petani Asahan itu. Bak kata pepatah: "Orang kaya akan lebih kaya raya, orang miskin akan tertindas hidupnya." Alhamdulillah, ternyata masih ada yang mau memperhatikan nasib petani di Asahan itu. Menteri Pertanian Sjarifuddin Baharsjah, misalnya. Ia dengan bijaksana menentukan sikap yang dilakukannya. Itu bukan untuk mendapatkan simpati, melainkan untuk membela kebenaran. Tapi bagaimana dengan Bupati Asahan Kolonel H.R. Sihotang? Ia, yang sepantasnya lebih mengetahui keadaan rakyatnya, malah cuek terhadap nasib para petani tersebut. Apakah sekarang ini nasib kaum lemah tak lagi diperhatikan? Bagaimana keadilan bisa membela kaum jelata kalau kaum atas pun tak peduli dan bertindak semau gue di atas penderitaan orang lain? Siapa lagi yang memperhatikan nasib mereka kalau menuntut hak-hak mereka pun dilarang?MAULINA CHAIRANI E.Siswi Kelas I-3 SMAN VI Cirebon Jalan Dr. Wahidin 79 Cirebon, Jawa Barat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus