Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bahasa

Bahasa, antara Mode dan Politik

20 Juli 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seno Gumira Ajidarma
Wartawan

Dengan catatan bahwa artefak bahasa ini telah saya alih­kan ejaannya, marilah kita perhatikan gejala bahasa yang termunculkan dari baris komik (comic strip) di atas.

Pertama, saya ingin mencatat bahwa peristiwa kebahasaan ini terbentuk oleh sejumlah kata yang berasal dari berbagai bahasa, seperti bahasa Inggris (you, and, donkey, beetle, with bedbug, monkey), Belanda (Je =kamu, een = satu), Betawi (lu, nggak), Jawa (wewe, momok, mbubut, jengger, katok), dan sisanya boleh disebut bahasa Indonesia yang tentu saja masih bisa diasalkan ke bahasa lain seperti betot, copot, dan amberol itu. Kedua, terdapat sejumlah ”pelisanan tertulis”, seperti you menjadi yu, one menjadi wan, dan donkey menjadi dongki, tapi saya tak tahu bagaimana yang mungkin ”yes” menjadi ”tjes”. Ketiga, memang hanya ada satu akronim yang telah diterima sebagai idiom: tongpes dari kantong kempes yang artinya tentu tidak berduit.

Namun dengan ketiga aspek dari pencacahan ini, susunan bahasa campur aduk itu mampu menemukan puitika sendiri. Perhatikanlah sekali lagi dialog tersebut, maka akan dapat ditemukan bahwa ujaran satu yang berbalas ujaran lain bukanlah seperti pasangan tanya dan jawab, melainkan susunan komentar singkat yang susulmenyusul dengan ritme serta bunyi sangat terjaga: dari ”Yu Texas!” ke ”Yes, Yu donkey!” dan ”Lu wewe!” ke ”Je momok!” sangat terasa sebagai sesuatu yang ritmis; yang bergabung dengan kesadaran bunyi seperti ”Haha een monkey!” yang disusul ”And satu donkey!”, secara keseluruhan membentuk musikalitas yang canggih.

Apalagi jika mengingat bagaimana nada riang dan santai pada bagian awal semakin meningkat tegangannya dan berakhir dengan suatu klimaks dalam konstruksi sempurna. Memang, puitika dalam suatu gejala bahasa tentu erat menyangkut musikalitasnya juga.

Ini kalau purapura bicara tentang content analysisnya, tapi lantas bagaimana dengan doi punya discourse analysis? Untuk ini perhatian harus diperluas kepada gambar dan asalusulnya. Dalam komik seri Keluarga Miring No. 12, khususnya dalam epi­sode ”Sakarat”, konteks yang melahirkan wacana kebahasaan semacam itu menjadi jelas.

Pertama bahwa ”Texas” dan ”donkey” maupun ”wewe” dan ”momok” ini adalah komentar tentang mode. Petruk dan Gareng mengenakan celana jengki ketat, sementara Bagong rambutnya gondrong dan Istri Bagong berambut sasak. Ketika berpapasan mereka saling mengejek dan humor berpuncak secara slapstick.

Kedua, dengan kunci dari dua panil pertama: mengapa tujuan berbangga diri diwakili istilahistilah yang mengejek diri? ”Texas” untuk celana melitit mungkin masih ”netral”, tetapi ”donkey” untuk jengki, ”wewe” untuk rambut sasak, dan ”momok” untuk rambut gondrong, ketika tampil melecehkan diri bukanlah dimaksud sebagai jiwa besar, melainkan tetap menghina dan merendahkan ”pemilik” mode tersebut, yang kini terarahkan dari kata ”Texas”. Apalagi jika bukan representasi Amerika Serikat atau ”Barat”? Sementara kata ”beetle” adalah ejekan untuk Beatle (s), mungkinkah ”donkey” untuk yankee?

Ketiga, mengingat izin terbit bertanggal 1481964 di halaman terakhir komik tanpa nama penggubah ini, penafsiran mode yang dipandang sebagai representasi ideologis kaum ”kontrev” alias ”kontra revolusi” menjadi sahih, karena pada masa Orde Lama (ini penamaan Orde Baru), selain terdengar slogan ”Inggris kita linggis, Amerika kita setrika”, razia celana jengki bahkan dilaksanakan tentara di jalanan. Jadi celana jengki, rambut sasak, dan rambut gondrong, dalam comic strip ini adalah representasi ”imperialisme”. Sebagai ideologi yang sedang diganyang Bung Karno, diperlihatkan betapa ideologi ini bagi ”pengguna”nya tidaklah produktif sama sekali.

Kita telah menyaksikan suatu peristiwa kebahasaan, sebagai konstruksi mode dan politik dalam kebudayaan Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus