WAKTU berjalan dari rumah ke Balai Kota, terjadi hal yang aneh. Di tengah jalan saya mampir di Goethe Institut, Bandung, perpustakaan yang dibayar orang Jerman dan diurus Uwe Foerster, seorang Amerika warga negara Jerman (seorang Jerman berjiwa Amerika) dan resepsionis yang omong bahasa Sunda karena lahir diJawa Barat. Ditawarkan satu buku: The Other, mengenai pemikiran sosial Edmund Husserl. Penyerahan disaksikan Jawaharlal Gobin yang bicara bahasa India dan Ahmad Sanusi yang berbahasa Jawa. Peristiwa itu bisa dilihat dari sudut ekologi (dunia makin kecil), dari sudut ekonomi (kalau tidak ada duit membeli buku, lebih baik pinjam dari Goethe Institut), dari sudut psikologi (toleransi orang Indonesia yang buka pintu lebar untuk modernisasi). Sudut yang kita pilih ialah sudut bahasa. Wilayah Jawa Barat (bahasa Indonesia) Kota Bandung (bahasa Sunda), lokasi Goethe Institut (bahasa Jerman), buku yang diberikan (bahasa Inggris), yang memberi, Yanti (bahasa Sunda), yang menerima, saya (bahasa Belanda), yang menyaksikan, Mr. Gobin (bahasa India) dan Ahmad Sanusi (bahasa Jawa). Dalam salah satu buku ada cerita mengenai menara Babel. Orang sombong mau membuat menara cakar langit, dan dihukum: bahasa menjadi kacau, tidak ada satu orang mengerti orang lain. Indonesia mulai membangun, cakar langit muncul di mana-mana. Tidak terjadikah kekacauan bahasa kalau pintu dibuka lebar, sehingga nanti setiap orang mempunyai bahasa lain dan komunikasi tidak mungkin lagi? Untuk menjawab pertanyaan itu, kita harus ikut nasihat Sokrates dan bertanya dulu, apa yang dimaksud dengan bahasa. Bahasa ialah bunyi dengan aturan gramatika dan sintaksis. Lain dari sintaksis adalah juga sudut semantik. Bahwa makin banyak orang mulai omong bahasa Inggris atau bahasa Jerman, bukan soal. Semua bahasa bisa diterjemahkan menjadi bahasa Indonesia atau bahasa Sunda, karena semua bahasa terdiri dari kalimat yaitu pokok dan sebutan. Soal lain ialah segi semantik. Untuk menjelaskannya lebih baik mengambil contoh dari berita Pikiran Rakyat tentang tanah longsor di Kampung Ciharupat, Desa Mekarjaya, Kecamatan Cisurupan, Garut. Diberitahukan (Seluruh Korban Longsor Dinyatakan Mati Syahid) bahwa Pemda melarang menggali mayat karena ada bahaya longsor (semantik sekuler), para ulama membenarkan keputusan itu dengan mengatakan de mortuis nil bene, kalau mayat digali mayat akan berbau busuk dan kita tidak boleh mengatakan sesuatu yang jelek mengenai orang mati, maka mereka dinyatakan syahid dan tidak usah digali (semantik religius). Dua macam bahasa mungkin begitu berbeda secara semantis, sehingga terjadi jurang tanpa jambatan. John Paul, kalau bicara dengan kaum olahragawan, businessmen atau militer, omong bahasa sehari-hari tapi surat resmi menjadi clericalese yang hampir tidak ada artinya lagi. Di sebelah kiri Jalan Ganesha orang memaki bahasa matematika dan fisika yang gampang dimasukkan komputer. Di sebelah kanan orang memakai bahasa surgawi and never the twain will meet. Hal itu makin penting karena semantik yang berbeda juga berarti realitas yang berbeda. Mengatakan si Ahmad ialah bapak saya bukan bunyi saja but he is my father - terjadi suatu realita ciptaan manusia yang tidak kalah dengan realita fisika atau ekonomis. Andai terjadi jurang antara dua macam semantik, bisa terjadi dua bangsa yang mulai terasing. Yang disebut generation gap sering tak lain dari perbedaan bahasa, artinya perbedaan realita. Orang Yunani memakai satu kata untuk bahasa dan realitas (logos). Mungkin orang berbunyi, tapi belum berarti dia mempunyai logos. Soekarno waktu berteriak merdeka mempunyai logos, sedang semua jubir lain hanya yang berbunyi bibir Van Mook tak berhenti bergerak tapi omongan tidak masuk realita. Pengasingan di bidang bahasa artinya pengasingan di bidang realita. Yang menulis renungan ini tiga kali mengunjungi Iran sebelum Khomeini naik tahta. Bangsa itu pasti cepat atau lambat akan pecah menjadi dua macam semantik, satu dari omongan metodis, kritis dan sistematis, yang lain yang berdasar otorita dan mata tertutup. Paksaan di bidang pemikiran tidak berhasil - lihatlah contoh Torquemada, Alva, atau Adolphus Hitler. Manusia ialah barang aneh, suatu mesin yang empuk, seratus persen daging seratus persen roh. Daging rohani, hantu yang terdiri dari bistik, dia menjadi teka-teki yang besar. Sebagai roh dia bebas dan tidak bisa diikat. Galileo diancam hukuman mati. Kalau tidak mengajarkan bahwa matahari bergerak dan bulat bumi tetap di tempat, dia akan dibakar hidup seperti Giordano Bruno dihanguskan di Campo dei Fiori. Galileo meriyerah, tapi waktu pulang ke rumah dia berbisik e pur se muove, bulat bumi bergerak. Modernisasi tidak bisa ditahan juga Departemen P & K tidak mempunyai kunci untuk menutup kotak tempat roh ditangkap. Ada satu Tuhan yang menciptakan langit dan bumi, dan Tuhan ialah permulaan dan akhir, tapi itu tidak berarti kita perlu bicara tentang surga dalam bahasa Abad Tengah. Anak disko, breakdance, Atari, dan Youth Exchange mencari Tuhan seperti kijang mencari air. Tapi silakan memberi kesempatan kepada mereka mencari dengan bahasa sezaman, dan bukan omongan aki dan nini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini