BERLATAR belakang Hindu Indonesia, Taruma Negara yang beragama
Hindu, Banten didirikan oleh negara beragama Islam Demak, untuk
mengusir kolonialisme Portugis yang mengadakan perjanjian dengan
Pajajaran yang mengancam Sunda Kelapa. Tidak dapat dikatakan
Banten negara Sunda. Sebab, penduduk Banten sebagian orang Jawa,
Sunda, Makasar, Bali dan lain-lain. Bahkan wilayah Banten bukan
hanya di Jawa Barat, melainkan juga Lampung, Bengkulu, dan
Kalimantan bagian Barat. di Jawa Barat bukan hanya meliputi ex
Karesidenan Banten, melainkan juga Cianjur, Limbangan Garut,
Karawang, dan barang tentu pengaruhnya besar terhadap Cirebon.
Prasasti Banten ditulis dalam bahasa Jawa Kuno dan bukan Sunda,
ketika sultan-sultan Banten memerintah. Sampai abad ke-20
Pangeran Achmad Jayadiningrat, kakak Prof Dr Husein
Jayadiningrat, guru besar Universitas Indonesia, semasa kecilnya
bukan hanya diajar bahasa Sunda tapi juga bahasa dan kebudayaan
Jawa.
Dari sejak berdirinya, Sultan Banten mengdakan
perkawinan-perkawinan dengan Sumadera (misalnya Indrapura)
Sulawesi (misalnya Makasar), Jawa (misalnya Mataram). Hal ini
diteruskan sampai abad ke-20 ketika Kesulanan Banten telah
dibubarkan oleh Belanda.
Hingga kini, bila kita pergi ke Tangerang atau Serang, akan
masih menjumpai penduduk berbahasa Jawa dialek Banten. Sebagian
kecamatan di Tangerang menggunakan bahasa Jawa, Sunda, sebagian
lagi Melayu. Penduduk Daerah Banten, Serang dan Tirtayasa dan
lain-lain menggunakan bahasa dan kebiasaan Jawa. Di Ciruas
penduduk banyak menggunakan bahasa Jawa. Dan di Banten Selatan
terdapat banyak pengaruh Jawa. Kedatangan orang Jawa di Banten
umumnya waktu peng-lslaman oleh Demak. Di daerah antara
Jakarta-Bogor pada permulaan zaman VOC didatangkan juga
petani-petani Jawa (misalnya Tegal dan Banyumas) Dan dalam zaman
Mataram, Karawang, Bandung dan Sumedang diisi oleh Sultan Agung
dengan penduduk Jawa juga.
Memang Banten didirikan sebagai negara Islam oleh Demak, yang
memiliki kepala negara yang pertama Rd Fatah (dari Palembang)
dan Panglima Perang Ja'far as Sadiq (keturunan Muhammad SAW
melalui Sunan Ngudung di Jipangpanilan terus sampai Husein dan
Ali ra). Umumnya Sultan Banten juga menggunakan nama ahlul bait
(keluarga Rasulullah).
Sultan Ageng Tirtayasa ditahan oleh Belanda (VOC) sampai
wafatnya di Jakarta. Sultan Arifin diasingkan ke Ceylon. Ratu
Fatimah diasingkan ke Ternate (pelaksanaannya batal karena
keburu wafat). Begitu juga dengan pemimpin lain dari Banten,
bahkan Syeich Jusuf yang berasal dari Makasar diasingkan sampai
Afrika Selatan. Semuanya itu menunjukkan bahwa mereka menentang
kolonialisme Belanda, jadi bukan hanya Portugis. Bila terjadl
kerjasama dengan Belanda, hal itu dilakukan mengingat bahwa
peperangan yang terus-menerus akan memberatkan rakyat.
Tentu ada pihak Belanda yang memusuhi Banten dan
memburuk-burukkan Banten seperti dilakukan terhadap Ratu
Fatimah, RAA Suryakartanagara dan lain-lain untuk mematahkan
perlawanan Banten.
Cenderung pada Sutan Syahrir, yang sosialis sekuler dan
revisionis dan promotor ncgara federal bersama kolonialis
Belanda, SI Puradisastra mau meninjau Banten dengan kebenaran
suku dan adat Sunda. Tapi Banten bukan itu.
Di Banten seorang wanita bisa menjadi kepala negara (Ratu
Fatimah). Orang dari lain daerah juga bisa (Ratu Fatimah,
keturunan Arab dari Jakarta), seperti halnya Ratu Kalinyamat di
Japara yang masuk Demak adalah negarawan Islam (suaminya dari
Aceh). Nyai Ageng Serang dari Mataram adalah pemimpin
peperangan. Islam memberi hak yang sama bagi wanita dan pria,
juga dalam melihat keturunan Husein adalah keturunan Muhammad
SAW, sungguh pun dari puterinya Fatimah. Dan Banten adalah ini.
Penamaan Universitas Negeri di Jakarta yang dahulu termasuk
Banten, Universitas Indonesia dan bukan Universitas Sunda
Kelapa. suatu hal yang wajar di sini. Dan merupakan kewajaran
juga bahwa di Universitas Indonesia para wanita memegang
pimpinan seperti halnya Prof. Dr. Haryati.
Harus diperhatikan bahwa Banten tidak memusuhi para cendekiawan
Belanda yang beritikad baik, seperti halnya arsitek Belanda
Lucas Cardeel yang membangun istana Tirtayasa dan masuk Islam.
Ir. AHMAD NATAHAMIJAYA
Jl. Sungai Sambas II No. 13,
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini