HAMPIR 3 jam setelah berunding 4 mata di lobby selatan gedung
Gubernuran Medan Sabtu lalu, Presiden Soeharto dan PM Muang Thai
Kriangsak Chomanan keluar dengan wajah berseri-seri. Tidak ada
keterangan penting yang diberikan pada pers seusai pertemuan.
Kunjungan singkat sekitar 4 jam itu diakhiri dengan makan siang
bersama. Menunya antara lain sayur lodeh rebung, ikan kakap asam
manis ayam Buleleng, lalap sambal dan juga capcai yang diakhiri
dengan es kopyor dan kopi.
Kunjungan tidak resmi Kriangsak ini oleh kalangan Bangkok
sendiri dianggap mendadak. Sebelum ke Medan, ia menginap semalam
di Penang dan bertemu dengan PM Malaysia Hussein Onn. Dari Medan
ia mampir semalam ke Singapura untuk berbincang-bincang dengan
PM Lee Kuan Yew.
Rangkaian pertemuan ini rupanya ada kaitannya dengan rencana
kunjungan Kriangsak ke Moskow antara 21 sampai 27 Maret ini.
Walau acara pembicaraannya di Moskow belum ditentukan, "saya
ingin mendengar pendapat dari para anggota Asean karena kita
percaya pada solidaritas Asean," kata Kriangsak seperti ditulis
Bangkok Post. Lalu mengapa Pilipina tak dikunjunginya? "Karena
kontak bilateral sudah sering kita lakukan," jawab Kriangsak.
Penjelasan itu kedengarannya ngambang. Tapi sesudah pertemuan
Kriangsak dengan Hussein Onn sehari sebelumnya, kedatangan
Menteri Dalam Negeri Malaysia Tan Srie Ghazalie Shafei, 25 menit
sebelum pesawat Royal Thai Air Force yang membawa Kriangsak
mendarat, amat menarik perhatian. Ghazalie sempat bertemu
Presiden Soeharto sebelum Kriangsak tiba. Dia juga berbicara
dengan Soeharto di ruang VIP Lapangan Udara Polonia sebelum
Presiden kembali ke Jakarta. Pesan apa yang dibawa Ghazalie
untuk Hussein Onn?
Kunjungan Kriangsak ini dilakukan belum cukup 2 minggu setelah
Presiden Soeharto bertemu dengan Hussein Onn di Yogyakarta.
Rangkaian pertemuan Soeharto-Onn, Soeharto-Kriangsak dan
Soeharto-Ghazalie ini jelas suatu paket pertemuan yang
direncanakan. Kabarnya Hussein Onn meminta Soeharto menyampaikan
beberapa hal pada Kriangsak. Mengapa hal itu tidak
disampaikannya sendiri? Di sini peranan Soeharto yang kabarnya
menonjol dalam rangkaian pertemuan 'empat mata' -- agaknya yang
menjadi alasan.
Dalam pertemuannya dengan Kriangsak, kabarnya Soeharto sempat
menceritakan "pengalaman" Indonesia dalam hubungannya dengan Uni
Soviet. Di antaranya kesulitan suku cadang peralatan militer
ABRI yang berasal dari Rusia karena tidak adanya suplai. Ini
mungkin ada hubungannya dengan tawaran Rusia untuk memberi
bantuan pada Muang Thai karena Uni Soviet agaknya tidak
menginginkan Muang Thai terbujuk oleh pendekatan RRC. Tapi
Kriangsak sendiri sekembalinya di Bangkok membantah kunjungannya
ke ketiga negara Asean ini untuk membahas kunjungannya ke Uni
Soviet.
Kedudukan Muang Thai dalam sengketa Indocina memang sulit.
Sebagai negara yang berbatasan langsung, negeri ini merasakan
ancaman langsung pertempuran yang terjadi. Bangkok selama ini
menganggap Vietnam sebagai ancaman utama sedang gerakan komunis
dalam negeri sendirl tampaknya agak diabai kan. Tapi menghadapi
sengketa Indocina serta pertikaian Vietnam-RRC ini, sikap Asean
sama: tidak ingin melihat Asia Tenggara menjadi ajang perebutan
kekuasaan dari super powers. Hingga masuknya Uni Soviet dan
negara besar lain langsung dalam sengketa ini tidak diingini
Asean.
Pengungsi
Meredanya pertempuran Vietnam RRC memang melegakan Asean, tapi
itu belum menjamin tercapainya perdamaian. Kriangsak rupanya
membawa pesan Asean untuk Moskow: Asean ingin melihat
tercapainya pemecahan masalah Indocina secara damai antara Uni
Soviet dengan RRC. Agaknya Asean khawatir, apabila Vietnam makin
terpojok oleh RRC, negeri ini akan lari ke dalam rangkulan
Moskow. Asean dikabarkan telah mendekati beberapa negara Barat
dan Jepang untuk mencegah kemungkinan ini.
Masalah pengungsi kabarnya sempat disinggung juga. Soal ini
sekarang dianggap tidak mendesak lagi karena Hanoi kabarnya
sudah menghentikan arus pengungsi ke Asean lewat laut untuk
tidak makin menimbulkan permusuhan. Wakil Ketua Komisi Tinggi
PBB Urusan Pengungsi Dale de Haan pekan lalu malahan mengatakan,
pulau pengungsi yang disediakan Indonesia mungkin tidak perlu
lagi karena Vietnam belakangan ini sudah mulai mengijinkan
rakyatnya untuk meninggalkan negeri itu secara "teratur". (lihat
Luar Negeri).
Setelah pertemuan Soeharto-Kriangsak, siapa lagi yang bakal
bertemu dalam rangkaian pertemuan para kepala pemerintahan
Asean? Mensesneg Sudharmono membenarkan pertemuan yang
direncanakan adalah antara Presiden Soeharto dan Presiden Marcos
di Pilipina. Tapi sumber TEMPO mengatakan pertemuan itu mungkin
tidak terburu-buru akan diadakan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini