PANGKOPKAMTIB Laksamana Sudomo tampak bangga dan gembira Sabtu
lalu. Ia baru saja membuka penataran inspektur Opstib yang
diikuti 22 peserta militer, kebanyakan berpangkat letnan
kolonel, dan seorang sipil dari Kejaksaan Agung. Mereka akan
ditatar 8 minggu untuk kemudian ditugaskan di departemen
membantu para Irjen.
Selama usianya yang 21 bulan, Opstib berhasil menyelamatkan Rp
63 milyar uang negara. Ianyak peraturan, terutama yang bersifat
pungli, yang berhasil dihapuskan. Opstib menurut Sudomo sudah
mengetahui modus operandi (cara beroperasi) penyelewengan yang
jumlahnya sekitar 500 sampai 600. Semuanya sudah dikelompokkan
sesuai macamnya. Seandainya terjadi suatu kasus penyelewengan,
tinggal membuka buku pegangannya. "Untuk apa kita sudah bekerja
selama 21 bulan," kata Sudomo bangga.
Hasil Opstib dilihat dari angka-angka memang cukup mengesankan.
Dengan jumlah staf kurang dari 70 orang, sampai Januari 1979,
Opstib telah membereskan 3132 kasus penyelewengan. Ada 4747
orang yang terlibat dalam berbagai kasus ini, 4052 di antaranya
telah dibebastugaskan, 470 dikenakan tindak pidana sedang 225
sisanya dikenakan tindakan penertiban lain.
Sampai akhir Pebruari surat yang diterima dari masyarakat
sejumlah 26.260, yang dinilai dapat digunakan hanya 5.280 sedang
yang berupa surat kaleng 676. Di antara kasus-kasus dalam 17
departemen yang di tangan Opstib, ternyata Departemen Hankam
yang paling menonjol dengan melibatkan uang negara sebanyak Rp
19 milyar lebih. Sekitar Rp 16 milyar kemudian dapat
diselamatkan. Bank Bumi Daya dengan jumlah Rp 27 milyar lebih
uang yang diselewengkan ternyata menduduki tempat teratas di
antara bank pemerintah lainnya.
Dalam masa awal gebrakannya, Opstib membuat banyak kejutan
hingga harapan masyarakat pada Opstib membubung. Opstib
diharapkan bisa menjadi 'dewa penyelamat' yang akan membabat
bersih penyelewengan tanpa pandang bulu. Belakangan harapan itu
makin menyurut setelah keterbatasan Opstib makin disadari.
Kolonel Goenarso, Kepala Puspen Hankam dan Opstib Pusat,
mengakui Opstib memang hanya defensif, hanya menerima laporan
yang masuk. "Kita kan nggak punya radar untuk mengetahui kalau
di sana ada penyelewengan," katanya. Mengapa Opstib tidak
membuat kejutan lagi? "Kalau terus-terusan bikin kejutan,
namanya kan bukan kejutan lagi. Jangan-jangan malahan jadi kerja
rutin saja," tambahnya.
Ada memang yang menganggap pengumuman bulanan hasil Opstib
sebagai hal yang rutin. Berkurangnya reputasi Opstib mungkin
juga karena lembaga ini dianggap tidak mampu memuaskan selera
masyarakat mengganyang penyelewengan kelas kakap yang selama ini
banyak didesas-desuskan tanpa bukti nyata. Beberapa pernyataan
yang menyebutkan adanya kebocoran 30% anggaran pembangunan yang
berarti jumlah ratusan milyar agaknya juga membantu mengurangi
kepercayaan pada keberhasilan Opstib.
Bisa dimengerti kalau pekan lalu Sudomo dengan jengkel berkata:
"Jangan suka ambil kesimpulan seenaknya saja. Coba buktikan
bagaimana 30% yang bocor itu. Kalau bicara harus disertai fakta,
jangan jadi pahlawan kesiangan," Menurut Sudomo, Opstib kalau
bicara selama ini selalu disertai fakta.
Perkara angka 30% kebocoran anggaran pembangunan memang belum
didukung fakta. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang bertugas
mengawasi keuangan negara menurut undang-undang hanya boleh
melaporkan hasil pemeriksaannya pada DPR. MasalahAya DPR sendiri
kemudian tidak pernah menjelaskan hasil pemeriksaan itu pada
masyarakat, hingga teka-teki itu terus berkepanjangan. Tapi
menurut seorang anggota DPR Komisi APBN, laporan BPK Agustus
tahun lalu pada DPR menyebutkan adanya kebocoran 60% dari
anggaran pembangunan atau sekitar Rp 1,5 trilyun !
Tahun ini Opstib memasuki tahap III dari programnya yang
menekankan pada peningkatan tertib administrasi di semua tingkat
dan bidang. Misalnya menghilangkan birokrasi, meninterasikan
peraturan dan kegiatan yang tidak didukung anggaran. Untuk
itulah tenaga Opstib ditambah sedang anggarannya diperbesar.
Mendekati usia 2 tahun, yang menggembirakan Sudomo ialah
"nyatanya masyarakat sekarang sudah takut kalau mendengar
Opstib. Itu namanya Opstib sudah melembaga." Tapi agaknya ia
juga menyadari betapa besarnya kesulitan Opstib. Katanya: "Kalau
para pejabat daerah dan departemen lebih terbuka dan mau turun
ke bawah seperti yang dilakukan pak Jusuf, saya kira Opstib
sudah bisa tidur dan istirahat."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini