Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Berakhirnya jaman "orang kuat"

Adanya tradisi orang kuat dari kalangan militer, menyebabkan timbulnya krisis politik di muangthai. dengan meninggalkannya jenderal kris sivarat membuka peluang kudeta, dan peranan rajapun semakin kuat.

7 April 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEJARAH Muangthai ditandai oleh munculnya satu "orang kuat" setelah masa-masa kegoncangan politik. Dalam masa tigapuluh tahun terakhir, tiga di antaranya cukup dikenal: Phiblln Songkhram (1948-1957), Sarit Thanarat (1959-1963) dan Thanom Kittikachon (1964-1973). Ketiga "orang kuat" tadi memiliki banyak persamaan. Mereka semuanya adalah bekas pimpinan militer - khususnya Angkatan Darat. Marsekal Sarit Thanarat dan Thanom Kittikachon bahkan secara berturutan pernah memimpin daerah militer I dengan wewenang atas kota Bangkok dan sekitarnya. Ini lazimnya menjadi sumber kekuasaan yang cukup kuat dalam percaturan politik Muangthai karena menguasai pemusatan pasukan dan panser yang diperlukan untuk kudeta yang sering terjadi. Kaki Tiga Adanya tradisi "orang kuat" telah menyebabkan timbulnya masa-masa krisis dalam politik Muangthai, khususnya pada saat-saat terakhir dari pernerintahan si "orang kuat". Yang paling menonjol dalam sejarah adalah masa krisis dan intFik politik menjelang berakhirnya pemerintahan Phibun Songkhram pada tahun tahun 1955-19S7. Phibun Songkuram adalah muka lama dalam politik Muangthai sebelum ia melakukan perebutan kekuasaan dengan bantuan kaum militer pada tahun 1947. Bekas Perdana Menteri di zaman perang dunia II ini memulai pemerintahannya dengan menghadapi banyak tantangan. Percobaan kudeta sering terjadi, salah satu di antaranya dilakukan oleh perwira-perwira Angkatan Laut di tahun 1951. Dengan bantuan tentara di sekitar Bangkok (yang waktu itu dipimpin Sarit Thanarat), Phibun berhasil mengokohkan kekuasaannya dan menggagalkan kudeta. Masa emasnya lapangan dikatakan berkisar antara tahun 1952-1955. Tapi Phibun Songkhram tidaklah begitu lama dapat mempertahankan posisi "orang kuat"nya. Ini terutama disebabkan oleh ketiadaan aturan tentang pergantian kepala pemerintahan secara damai. Akibatnya, pembantu-pembantu Phibun Songkhram sejak semula mempersiapkan diri untuk jadi calon pengganti Phibun. Memang untuk beberapa tahun Phibun dapat memelihara keseimbangan antara pendukung-pendukungnya, tapi pada akhirnya terjadi juga pergolakan untuk menjadi "orang kuat" baru di antara pembuntu-pembantu dekatnya. Pada tahun 1955, pergulatan ini semakin kentara dan dua orang Jenderal bertarung secara sengit, seringkali melalui intrik, tapi pada akhirnya secara terbuka. Yang pertama adalah Jenderal Sait Thanarat. Menteri Pertahanan pada waktu itu, orang yang lazimnya dianggap menguasai pasukan-pasukan militer. Orang kedua adalah Jenderal Phao Siyanom Menteri Dalam Negeri yang juga menguasai polisi dan dinas rahasia serta memimpin partai pemerintah Partai Seri Manangkhasila. Jenderal Phao sudah sejak tahun 1933 menjadi pembantu dari Phibun. Tapi. bidang geraknya selalu dalam tugas-tugas staf dan walaupun ia seorang perwira militer, namun tidak pernah menjadi pimpinan kesatuan lapangan. Dalam periode antara 1955 dan 1957 menjadi semakin jelas bahwa kekuasaan pada dasarnya ada di tangan Sarit dan Phao. Kekuasaan Phibun Songkhram menjadi semakin lemah dan bolehlah disebut bahwa dalam masa tersebut. peranannya hanyalah semacam kaki penahan yang lemah di tengah dalam suatu koalisi kaki tiga di rmana Phao dan Sarit merupakan tiang-tiang utama kekuasaan politik. Pergulatan politik antara Sarit dan Phao inercapai puncaknya pada akhir tahun 1956 dan awal 1957. Pada bulan Pebruari, 1957, pemilihan umum diselenggarakan di Muangthai. Phao adalah sekretaris jenderal dan juru kampanye utama Partai Seri Manangkhasila yang disponsori pemerintah. Kedudukannya sebaai Menagri dan Kepala Polisi membuat Phao dapat memakai, kedua aparatur pemerintahan tersebut sebagai alat kampanye partainya. Phibun Songkhram juga aktjf berkampanye untuk partai Manangkhasila. Hasil pemilu ternyata di bawah harapan Phibun dan Phao. Partai-partai lain juga menuduh Phao melakukan kecurangan dan popularitas Phao dengan cepat menurun. Sebaliknya, Sarit Thanarat bersikap netral selama pemilu. Tentara Muangthai diperintahkannya untuk tidak berpihak dan menjaga ketertiban. Setelah pemilu selesai, situasi politik bertambah panas. Sarit mengecam kecurangan Phao di depan umum dan berhasil mendapat dukungan dari berbagai elite politik di Muangthai. Pada bulan Juni, 1957, (empat bulan setelah pemilu), Sarit menggerakkan pasukan dan pansernya dalam suatu kudeta yang berhasil. Phibun dan Phao mengasingkan diri di luar Muangthai sedangkan Sarit Thanarat menjadi "orang kuat" baru di Bangkok. Contoh rguatan antara Phao dan Sarit ini menunjukkan bagaimana hebatnya krisis di kalangan elite politik Muangthai pada saat-saat sudah mulai memudarnya pamor dari si "orang kuat". Krisis ini menjadi lebih tegang lagi kalau tidak,ada kesepakatan mengenai siapa yang akan menjadi pengganti. Apalagi kalau banyak pembantu dekatnya yang merasa sama-sama mampu, cakap, punya d,ukungan dan ung untuk nrenjadi "orang kuat" baru. Dalam situasi seperti ini, yang muncul ke depan adalah mereka yang menguasai pasukan di sekitar Bangkok, lazimnya Menteri Pertahanan pada ketika itu. Munculnya Thanom Kittikachon sebagai pengganti Sarit tidaklah melalui pergulatan hebat sebagaimana sebelumnya. Ini disebabkan antara lain karena Sarit meninggal selama masih dalam jabatan dan lebih penting lagi, ketika kekuasaannya belum begitu pudar. Akibatnya, elite politik setuju atas naiknya Thanom Kittikachon, Menteri Pertahanan dari Sarit. Jaga karena Thanom dapat menjalin koalisi dengan kepala polisi, Jenderal Praphas yang juga adalah besannya. Tapi krisis muncul lagi pada tahun 1973. ketika kekuasaan Thanom-Praphas sudah mulai pudar. Seperti halnya Phibun pada masa sebelumnya. Thanom sudah kehilangan kontrol atas tentara Muangthai akibat kesibukan jabatannya sebagai perdana menteri. Orang yang memiliki pengaruh atas tentara adalah Jenderal Kris Sivarat, bekas komandan daerah militer di sekitar Bangkok dan kepala staf angkatan darat waktu itu. Tumbangnya rejim Thanom-Praphas pada bulan Oktber 1973 untuk sebagin besar disebabkan oleh dukungan tentara (khususnya Jenderal Kris Sivarat) kepada mahasiswa-mahasiswa Bangkok yang berdemonstrasi. Adanya kehidupan demokrasi parlementer selama 3 tahun di Muangthai (1973 - 1976)juga dimungkinkan oleh toleransi Jenderal Kris Sivarat dan angkatan bersenjata Muangthai. Meninggalny Jenderal Kris Sivarat dalanm bulan Juni 1976 membuka peluag bagi kudeta pada bulan Oktober, 1976. Tipi berbeda dengan kudeta-kudeta sebelumnya, kudeta tahun lalu tidak menampilkan satu tokoh kuat dari kalangan militer. Mungkin sekali, zaman "orang kuat" sudah berakhir di Muangthai, sedikitnya untuk beberapa tahun mendatang sebagai penggantinya, peranai Raja akan makin menonjol sebagai "stabilisator dan dinamisator" di antara berbagai klik di kalangan elite sipil dan militer negara tersebut. Kita belum tahu bagaimana setelah orang sipil Tanin digulingkan beberapa waktu yang lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus