SEJARAH Muangthai ditandai oleh munculnya satu "orang kuat"
setelah masa-masa kegoncangan politik. Dalam masa tigapuluh
tahun terakhir, tiga di antaranya cukup dikenal: Phiblln
Songkhram (1948-1957), Sarit Thanarat (1959-1963) dan Thanom
Kittikachon (1964-1973).
Ketiga "orang kuat" tadi memiliki banyak persamaan. Mereka
semuanya adalah bekas pimpinan militer - khususnya Angkatan
Darat. Marsekal Sarit Thanarat dan Thanom Kittikachon bahkan
secara berturutan pernah memimpin daerah militer I dengan
wewenang atas kota Bangkok dan sekitarnya. Ini lazimnya menjadi
sumber kekuasaan yang cukup kuat dalam percaturan politik
Muangthai karena menguasai pemusatan pasukan dan panser yang
diperlukan untuk kudeta yang sering terjadi.
Kaki Tiga
Adanya tradisi "orang kuat" telah menyebabkan timbulnya
masa-masa krisis dalam politik Muangthai, khususnya pada
saat-saat terakhir dari pernerintahan si "orang kuat". Yang
paling menonjol dalam sejarah adalah masa krisis dan intFik
politik menjelang berakhirnya pemerintahan Phibun Songkhram pada
tahun tahun 1955-19S7.
Phibun Songkuram adalah muka lama dalam politik Muangthai
sebelum ia melakukan perebutan kekuasaan dengan bantuan kaum
militer pada tahun 1947. Bekas Perdana Menteri di zaman perang
dunia II ini memulai pemerintahannya dengan menghadapi banyak
tantangan. Percobaan kudeta sering terjadi, salah satu di
antaranya dilakukan oleh perwira-perwira Angkatan Laut di tahun
1951. Dengan bantuan tentara di sekitar Bangkok (yang waktu itu
dipimpin Sarit Thanarat), Phibun berhasil mengokohkan
kekuasaannya dan menggagalkan kudeta. Masa emasnya lapangan
dikatakan berkisar antara tahun 1952-1955.
Tapi Phibun Songkhram tidaklah begitu lama dapat mempertahankan
posisi "orang kuat"nya. Ini terutama disebabkan oleh ketiadaan
aturan tentang pergantian kepala pemerintahan secara damai.
Akibatnya, pembantu-pembantu Phibun Songkhram sejak semula
mempersiapkan diri untuk jadi calon pengganti Phibun. Memang
untuk beberapa tahun Phibun dapat memelihara keseimbangan antara
pendukung-pendukungnya, tapi pada akhirnya terjadi juga
pergolakan untuk menjadi "orang kuat" baru di antara
pembuntu-pembantu dekatnya.
Pada tahun 1955, pergulatan ini semakin kentara dan dua orang
Jenderal bertarung secara sengit, seringkali melalui intrik,
tapi pada akhirnya secara terbuka. Yang pertama adalah Jenderal
Sait Thanarat. Menteri Pertahanan pada waktu itu, orang yang
lazimnya dianggap menguasai pasukan-pasukan militer. Orang
kedua adalah Jenderal Phao Siyanom Menteri Dalam Negeri yang
juga menguasai polisi dan dinas rahasia serta memimpin partai
pemerintah Partai Seri Manangkhasila. Jenderal Phao sudah sejak
tahun 1933 menjadi pembantu dari Phibun. Tapi. bidang geraknya
selalu dalam tugas-tugas staf dan walaupun ia seorang perwira
militer, namun tidak pernah menjadi pimpinan kesatuan lapangan.
Dalam periode antara 1955 dan 1957 menjadi semakin jelas bahwa
kekuasaan pada dasarnya ada di tangan Sarit dan Phao. Kekuasaan
Phibun Songkhram menjadi semakin lemah dan bolehlah disebut
bahwa dalam masa tersebut. peranannya hanyalah semacam kaki
penahan yang lemah di tengah dalam suatu koalisi kaki tiga di
rmana Phao dan Sarit merupakan tiang-tiang utama kekuasaan
politik.
Pergulatan politik antara Sarit dan Phao inercapai puncaknya
pada akhir tahun 1956 dan awal 1957. Pada bulan Pebruari, 1957,
pemilihan umum diselenggarakan di Muangthai. Phao adalah
sekretaris jenderal dan juru kampanye utama Partai Seri
Manangkhasila yang disponsori pemerintah. Kedudukannya sebaai
Menagri dan Kepala Polisi membuat Phao dapat memakai, kedua
aparatur pemerintahan tersebut sebagai alat kampanye partainya.
Phibun Songkhram juga aktjf berkampanye untuk partai
Manangkhasila.
Hasil pemilu ternyata di bawah harapan Phibun dan Phao.
Partai-partai lain juga menuduh Phao melakukan kecurangan dan
popularitas Phao dengan cepat menurun. Sebaliknya, Sarit
Thanarat bersikap netral selama pemilu. Tentara Muangthai
diperintahkannya untuk tidak berpihak dan menjaga ketertiban.
Setelah pemilu selesai, situasi politik bertambah panas. Sarit
mengecam kecurangan Phao di depan umum dan berhasil mendapat
dukungan dari berbagai elite politik di Muangthai. Pada bulan
Juni, 1957, (empat bulan setelah pemilu), Sarit menggerakkan
pasukan dan pansernya dalam suatu kudeta yang berhasil. Phibun
dan Phao mengasingkan diri di luar Muangthai sedangkan Sarit
Thanarat menjadi "orang kuat" baru di Bangkok.
Contoh rguatan antara Phao dan Sarit ini menunjukkan bagaimana
hebatnya krisis di kalangan elite politik Muangthai pada
saat-saat sudah mulai memudarnya pamor dari si "orang kuat".
Krisis ini menjadi lebih tegang lagi kalau tidak,ada kesepakatan
mengenai siapa yang akan menjadi pengganti. Apalagi kalau banyak
pembantu dekatnya yang merasa sama-sama mampu, cakap, punya
d,ukungan dan ung untuk nrenjadi "orang kuat" baru. Dalam
situasi seperti ini, yang muncul ke depan adalah mereka yang
menguasai pasukan di sekitar Bangkok, lazimnya Menteri
Pertahanan pada ketika itu.
Munculnya Thanom Kittikachon sebagai pengganti Sarit tidaklah
melalui pergulatan hebat sebagaimana sebelumnya. Ini disebabkan
antara lain karena Sarit meninggal selama masih dalam jabatan
dan lebih penting lagi, ketika kekuasaannya belum begitu pudar.
Akibatnya, elite politik setuju atas naiknya Thanom Kittikachon,
Menteri Pertahanan dari Sarit. Jaga karena Thanom dapat menjalin
koalisi dengan kepala polisi, Jenderal Praphas yang juga adalah
besannya.
Tapi krisis muncul lagi pada tahun 1973. ketika kekuasaan
Thanom-Praphas sudah mulai pudar. Seperti halnya Phibun pada
masa sebelumnya. Thanom sudah kehilangan kontrol atas tentara
Muangthai akibat kesibukan jabatannya sebagai perdana menteri.
Orang yang memiliki pengaruh atas tentara adalah Jenderal Kris
Sivarat, bekas komandan daerah militer di sekitar Bangkok dan
kepala staf angkatan darat waktu itu. Tumbangnya rejim
Thanom-Praphas pada bulan Oktber 1973 untuk sebagin besar
disebabkan oleh dukungan tentara (khususnya Jenderal Kris
Sivarat) kepada mahasiswa-mahasiswa Bangkok yang berdemonstrasi.
Adanya kehidupan demokrasi parlementer selama 3 tahun di
Muangthai (1973 - 1976)juga dimungkinkan oleh toleransi
Jenderal Kris Sivarat dan angkatan bersenjata Muangthai.
Meninggalny Jenderal Kris Sivarat dalanm bulan Juni 1976
membuka peluag bagi kudeta pada bulan Oktober, 1976.
Tipi berbeda dengan kudeta-kudeta sebelumnya, kudeta tahun
lalu tidak menampilkan satu tokoh kuat dari kalangan militer.
Mungkin sekali, zaman "orang kuat" sudah berakhir di Muangthai,
sedikitnya untuk beberapa tahun mendatang sebagai penggantinya,
peranai Raja akan makin menonjol sebagai "stabilisator dan
dinamisator" di antara berbagai klik di kalangan elite sipil dan
militer negara tersebut.
Kita belum tahu bagaimana setelah orang sipil Tanin digulingkan
beberapa waktu yang lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini