Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Berebut Saksi Kunci

Langkah kepolisian menetapkan Yulianis sebagai tersangka perlu dipertanyakan. Terbit wasangka adanya upaya menghambat penyidikan KPK.

14 Mei 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KASUS Yulianis sesungguhnya ujian bagi otoritas kepolisian: mendahulukan kasus badan hukum privat atau berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk membuka kasus-kasus dugaan korupsi yang jauh lebih besar. Yulianis kini menjadi tersangka di kepolisian menyusul laporan Gerhana Sianipar, Direktur Utama PT Exartech Technology Utama—kolega Yulianis di Grup Permai—ke Kepolisian Daerah Metro Jaya. Dia dituduh memalsukan tanda tangan Gerhana ketika Grup Permai membeli saham PT Garuda Indonesia.

Status tersangka perempuan ini ditetapkan di tengah proses penyidikan Komisi terhadap Nazaruddin dalam perkara tindak pidana pencucian uang. Komisi juga memakai catatan pengeluaran berkode "support" alias suap membeli anggaran di DPR yang dibukukan Wakil Direktur Keuangan Grup Permai itu untuk menjerat Angelina Sondakh. Maka sulit mencegah timbulnya wasangka adanya upaya mengganggu proses penyidikan KPK. Apalagi ujung dari perkara yang membelit Nazaruddin berpotensi menempatkan Ketua Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan istrinya sebagai tersangka.

Polisi bisa-bisa saja berkukuh "menarik" Yulianis dari KPK dan memproses dia dalam status hukum sebagai tersangka kasus PT Exartech. Tapi, menilik perjalanan kasus, polisi seharusnya mengesampingkan lebih dulu perkara Yulianis dari pengaduan Gerhana—yang notabene anak buah Nazaruddin. Apalagi pengaduan Gerhana baru masuk ke polisi belakangan, setelah Komisi menyidik kasus ini.

Penyidik kepolisian semestinya bisa mencium "skenario permainan" yang boleh jadi sedang dijalankan Nazaruddin dan calon-calon tersangka lain dalam kasus ini. Dengan data dan bukti kejahatan yang amat mungkin dapat direkayasa, Yulianis bisa dibuktikan bersalah memalsukan dokumen. Artinya, ini akan menjadi peluru amat tajam untuk mementahkan semua penyidikan yang tengah atau sudah dilakukan Komisi. Dalam kesaksian persidangan terungkap, catatan pengeluaran uang yang dibuat Yulianis inilah yang dipakai untuk menjerat Nazaruddin dan kolega jahatnya.

Mengingat tingginya tekanan yang bisa muncul terhadap Yulianis, kita perlu mendorong peran aktif Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Undang-Undang tentang Perlindungan Saksi bisa dipakai sebagai dasar hukum. Dalam hal ini, Yulianis, KPK, atau pihak lain dapat mengusulkannya ke LPSK. Di bawah perlindungan LPSK, negara telah menjamin keamanan dan keselamatan saksi kunci.

Lembaga Perlindungan harus memastikan lebih dulu Yulianis betul berada pada posisi patut dilindungi: dia tahu atau terlibat dalam tindak pidana (tapi bukan pelaku utama) dan bersedia bekerja sama dengan aparat hukum untuk membongkar kejahatan.

Tapi inilah momentum yang pas bagi kedua lembaga penegakan hukum itu untuk berkoordinasi, dibandingkan dengan mendahulukan esprit de corps. Komisi harus dapat meyakinkan kepolisian bahwa memotong kesaksian Yulianis dalam penyidikan kasus-kasus besar di KPK—demi sebuah kasus privat—akan mengganggu rasa keadilan masyarakat dan bisa merusak citra polisi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus