Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Berharap Harga Baru dari Beijing

Korea Selatan melunak dalam kontrak ulang gas alam Tangguh. Seharusnya menginspirasi tim Sri Mulyani untuk renegosiasi segera dengan Cina.

6 Juli 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INILAH pentingnya melobi tiada henti. Dua perusahaan pembeli gas alam cair Tangguh dari Negeri Ginseng ini mencair ketika diajak meninjau kembali kesepakatan kontrak. Setelah berunding hampir empat tahun, Pohang Iron Steel Company (Posco) dan K-Power, yang semula alot, akhirnya mau menaikkan harga pembelian gas dari Teluk Bintuni, Papua, itu lebih tinggi dari perjanjian sebelumnya.

Mereka bersedia mengamendemen kontrak pembelian gas. Semua pihak telah meneken letter of comfort yang berisi klausul perubahan harga jual-beli gas alam cair, di Jakarta, 11 Juni lalu. Harga baru bisa dinegosiasi ulang jika terjadi lonjakan harga minyak dunia atau krisis ekonomi global. Revisi harga tak perlu empat tahun sekali, tapi bisa setiap saat. Tentu saja kesepakatan ini sangat menguntungkan Republik. Dengan harga baru ini, Indonesia akan memperoleh penerimaan tambahan sekitar US$ 600 juta per tahun.

Kesepakatan baru ini seharusnya menginspirasi tim negosiasi kita ketika berhadapan dengan Cina. Bukan mustahil jika kelak Menteri Keuangan Sri Mulyani dkk mampu mendongkrak posisi tawar kita terhadap sang pembeli, yang disebut majalah The Economist sebagai Ravenous Dragon alias naga yang lapar itu. Renegosiasi harus mampu menyepakati harga jual gas ke Provinsi Fujian itu secara fleksibel, mengikuti harga minyak dunia, bukan dipatok pada posisi tertentu seperti kesepakatan lama.

Kesepakatan di era Presiden Megawati itu memang tak menguntungkan Indonesia. Saat itu Jakarta memang dalam posisi lemah: memohon agar Beijing mau menerima pasokan gas alam cair kita untuk Provinsi Fujian. Jual murah pun tak apa—ketimbang delegasi pulang ke Jakarta tanpa hasil. Wakil Presiden Jusuf Kalla menyebut kontrak itu sebagai yang terburuk sepanjang sejarah perminyakan di Indonesia. Negosiasi ulang memang menaikkan harga jual dari US$ 2,4 per juta kaki kubik (2002) menjadi US$ 3,35 pada 2005. Ini pun jauh dari harga ideal US$ 7 per juta kaki kubik.

Revisi kontrak dengan Cina memang penting. Hal ini bisa berdampak positif bagi kontrak dengan Korea Selatan, yang mengacu pada Fujian. Berkahnya jelas luar biasa. Dengan volume pengiriman gas alam cair 2,2 juta ton per tahun, negara akan mendapat tambahan duit triliunan rupiah bila harga acuan minyak dilepas sesuai dengan kondisi pasar. Beijing harus diyakinkan bahwa ladang Tangguh yang punya cadangan gas 14,4 triliun kaki kubik sangat klop dengan kebutuhan mereka. Negosiasi ulang menjadi penting karena harga minyak kini melambung lagi berkisar US$ 70 per barel.

Renegosiasi tak perlu menunggu tahun 2014, saat posisi penjual diramalkan menjadi sangat penting. Namun, harap diingat, saat itu harga minyak diperkirakan di atas US$ 120 per barel. Toh, sampai kapan pun, Cina akan tetap bergantung pada gas Indonesia. Mereka sangat haus gas, hingga harus membeli ke Afrika, yang jaraknya hampir dua kali lipat Cina-Indonesia. Beijing yang pragmatis enteng saja meneken kontrak pembelian gas dengan Iran senilai US$ 100 miliar—yang disebut sebagai ”perjanjian abad ini”.

Agresivitas Cina inilah yang harus dijadikan peluang dan tak boleh dilepas percuma. Semuanya berpangkal pada perubahan kebijakan yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun (1996-2000). Pemerintah negara berpenduduk hampir 1,5 miliar jiwa itu melakukan transformasi penggunaan energi dari batu bara ke gas. Cina jelas merupakan pasar empuk pada masa mendatang. Inilah peluang emas bagi Indonesia. Apalagi si emas biru kini sudah menjadi kebutuhan semua negara di dunia. Maka, tim Sri Mulyani harus bekerja keras dan proaktif melobi mereka untuk berunding ulang ihwal kontrak gas Tangguh. Namanya juga usaha, walau rasanya susah lantaran lemahnya posisi tawar kita, tak ada salahnya dicoba.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus