Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Bila Perwira Terlibat Suap

Keterlibatan perwira TNI dalam kasus suap di Badan Keamanan Laut mesti dibongkar. Bisa lewat peradilan koneksitas.

26 Desember 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KOMISI Pemberantasan Korupsi tak boleh kendur membongkar skandal suap yang diduga melibatkan perwira militer di Badan Keamanan Laut. Perwira tinggi yang masih aktif ini semestinya diseret lewat peradilan koneksitas. Aneh bila ia ditangani pengadilan militer, karena korupsi merugikan kepentingan umum, bukan kepentingan militer.

Dugaan keterlibatan perwira itu terendus dari operasi tangkap tangan yang dilakukan penyidik KPK dua pekan lalu. Dari operasi ini, penyidik menyita duit Rp 2 miliar yang diduga merupakan suap dari PT Melati Technofo Indonesia, pemenang tender pengadaan alat monitoring satelit senilai Rp 200 miliar. Ini baru setoran awal kepada sejumlah pejabat di lembaga non-kementerian itu. Total sogokan yang dijanjikan perusahaan tersebut diperkirakan 7,5 persen nilai proyek atau Rp 15 miliar.

Komisi telah menetapkan Deputi Bidang Informasi, Hukum, dan Kerja Sama Badan Keamanan Laut Eko Susilo Hadi, Direktur Utama PT Melati Technofo Indonesia Fahmi Darmawansyah, serta dua anak buahnya, Hardy Stefanus dan Muhammad Adami Okta, sebagai tersangka. Tapi pejabat pembuat komitmen proyek pengadaan ini belum disentuh KPK karena merupakan perwira tinggi TNI yang masih aktif.

Penyidik komisi antirasuah tak boleh ragu mengusut tuntas kasus ini karena telah diamanatkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Pasal 42 undang-undang itu memberi kewenangan bagi Komisi untuk mengkoordinasi dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, serta penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh personel militer dan sipil.

Komisi bisa membentuk tim penyidik bersama TNI dan memprosesnya lewat peradilan koneksitas—proses penyidikan hingga peradilan yang menangani personel militer aktif dan orang sipil. Prosedur yang sudah sering dilakukan jaksa dan oditur militer ini diatur secara gamblang dalam Pasal 89-94 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Tim penyidik bersama itulah yang mengkaji dan mengusulkan perwira yang masih aktif diadili pengadilan umum bersama tersangka orang sipil, bukan pengadilan militer. Alasannya amat jelas: titik berat yang dirugikan dalam kejahatan suap ini adalah kepentingan umum, bukan kepentingan militer. Peradilan koneksitas seperti ini pernah dilakukan Kejaksaan Agung dan TNI dalam kasus korupsi pengadaan helikopter Mi-17 yang merugikan negara hingga Rp 29 miliar.

Kalaupun pihak TNI berkeras menangani kasus sang perwira lewat peradilan militer, sejumlah syarat yang tak mudah harus dilewati. Salah satunya, Menteri Pertahanan—dengan persetujuan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia—memutuskan perkara itu ditangani pengadilan militer. Tanpa persetujuan itu, KPK tidak perlu menyerahkan kasus ini ke pengadilan militer.

Selama ini, kasus korupsi di TNI seperti tidak tersentuh, bahkan kerap ditutup-tutupi. Tak sedikit kasus rontok di tengah jalan dengan alasan minim barang bukti. Ini terjadi misalnya saat Kejaksaan Agung dan TNI membentuk tim koneksitas untuk mengusut dugaan korupsi technical assistance contract antara Pertamina dan Ustraindo Petro Gas.

Kasus suap di Badan Keamanan Laut merupakan ujian bagi KPK dalam mengusut korupsi yang melibatkan petinggi TNI. Jangan biarkan keterlibatan sang perwira ditangani pengadilan militer. Jika terjadi, hal itu tidak hanya aneh, tapi juga akan menyulitkan Komisi membongkar tuntas skandal suap itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus