Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Marginalia

Birokrasi Di Cina

Birokrasi, dalam sejarah Cina punya akar yang jauh. namun pada pertengahan abad ke-19, birokrasi itu terancam oleh para pedagang. tapi birokrasi tetap tak mati, apalagi setelah komunis menang.

20 September 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBUAH restoran berdiri di Shanghai, Juli 1980 --dan kapitalisme diperdebatkan. Restoran itu bernama "Rumah Makan Santapan Lezat". Pemiliknya seorang muda bekas penganggur, Chen Guigen. Di Republik Rakyat tempat ia dilahirkan, langkah bisnis itu termasuk luar biasa. Di zaman Deng Xiao-ping ini, ketika hong tak dipersoalkan -- dan komunisme Mao disimpan di lemari -- usaha Chen memang dibiarkan pemerintah. Tapi reaksi toh timbul juga. Menurut Harian Rakyat, koran resmi Partai yang terbit di Beijing, orang-orang Shanghai mempersoalkan perkara "Rumah Makan Santapan Lezat" ini. Sebagian orang bertanya-tanya: Kalau Chen nanti jadi kaya, lantas di mana "keunggulan sistem sosialis"? Sebenarnya, Chen belum boleh dibilang kaya benar. Keuntungannya masih kecil kurang 10% bila dibanding dengan keuntungan restoran yang dimiliki negara. Tapi tiap bulan Chen berhasil mengumpulkan uang sebesar 3000 yuan, atau 9000 dollar Hong Kong, atau Rp 1.125.000. Belum berupa laba netto, tentu. Tapi buat sebuah rumah makan yang terletak di serambi rumah, dengan 4 meja serta 6 kursi, hasil Chen cukup besar. Yang pasti, ia punya potensi untuk jadi pesaing bagi rumah makan milik negara di Shanghai. Harian Rakyat, yang memuji kewiraswastaan bekas penganggur itu, bahkan menyebut: "Servisnya lebih baik ketimbang di rumah makan milik negara, dan cara menerima tamu di sini lebih hangat." Itu berarti, koran resmi Partai Komunis Cina itu mengisyaratkan kapitalis Chen lebih mampu melayani pasar, ketimbang birokrat yang diangkat pemerintah untuk hal yang sama .... BIROKRASI, dalam sejarah Cina punya akar yang jauh. Juga pertentangannya dengan para pedagang -- juga kekuasaan serta korupsinya yang mengerikan. Ahli sejarah umumnya menunjukkan, bahwa baru di awal abad ke-20 ini suatu kelas bisnis Cina mulai tumbuh di negeri itu. Sebelumnya, tak ada suatu lapisan sosial yang kuat di kota di bidang perdagangan dan manufaktur. Birokrasi, yang bernaung di bawah bendera kekaisaran, dan merupakan hak istimewa bagi mereka yang lulus ujian khusus, tetap merupakan kelas atas yang diidam-idamkan. Bahkan beberapa gelintir saudagar yang berhasil ternyata kemudian mengirimkan anak mereka untuk ikut dalam ujian itu -- agar jadi birokrat. Sejumlah saudagar lain, saking inginnya berada dekat tahta kaisar, mau mengebiri diri sendiri agar jadi orang kasim. Para birokrat tradisional dengan sendirinya merasa terancam. Mereka tahu uang bisa membeli pelbagai hal, termasuk membeli tangga ke arah status sosial yang lebih tinggi. Maka mereka pun mencoba bertahan. Mereka memonopoli perdagangan komoditi tertentu, misalnya garam. Mereka memajaki perdagangan dengan hebat. Namun toh pada pertengahan kedua abad ke-19, birokrasi kekaisaran itu rontok wibawanya. Terutama di pesisir, di mana telah hadir para saudagar asing. Pada gilirannya orang-orang asing ini menemukan bantuan dari orang pribumi. Dan pribumi inilah yang setahap demi setahap jadi orang kaya baru, dan lapisan kuat yang baru pula .... KALAHKAH birokrasi? Sampai bertahun-tahun kemudian, birokrasi ternyata tak mati-mati. Kemenangan partai Komunis justru memulihkan ototnya yang liat. Tak berarti di zaman Deng Xiao-ping otot itu akan kendur dengan mudah. Kini, menurut Harian Beijing, hanya ada 320.000 usaha perorangan yang terdaftar di seluruh Cina. Tapi seorang pembaca sudah memperingatkan "awas". Uang adalah akar dari semua kejahatan, katanya, dan ekonomi perorangan harus dilarang atau dibatasi. Bila setiap orang bertekad ingin jadi kaya, yang jujur akan hancur dan orang yang licin akan bermewah-mewah. Yang dilupakan agaknya ialah, bahwa kontrol negara atas ekonomi secara luas juga bisa hanya menguntungkan mereka "yang licin" sejumlah birokrat yang menguasai sumber dana dan kekuasaan. Pers Beijing sendiri pernah bercerita tentang seorang pejabat komune di Provinsi Heilungkiang. Ia menghabiskan makanan dan minuman -- dengan uang yang bisa buat beli 10 traktor.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus