Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salim Said
KERIBUTAN berdarah di Mumbai sudah selesai, tapi kegiatan mencari dalang pelaku justru sedang dimulai. Menteri Luar Negeri India Pranab Mukherjee menuding, ”Beberapa elemen di Pakistan bertanggung jawab.” Sebaliknya Presiden Pakistan Asif Ali Zardari meminta India tak gampang menuduh Pakistan, ”Sebab kita sama-sama korban teror. Mestinya kita bekerja sama.” Ia mengingatkan, istrinya, Benazir Bhutto, adalah korban teroris.
Di Washington, intelijen Amerika menyebut kemungkinan besar pelaku tragedi Mumbai adalah Lashkar e-Taiba. Sumber intelijen itu mengungkapkan, Lashkar merupakan kelompok Islam radikal bersenjata yang diciptakan bersama oleh Usamah bin Ladin dan CIA ketika Amerika, Pakistan, dan Bin Ladin bekerja sama mengusir Uni Soviet dari Afganistan.
Mengingat India sedang menghadapi konflik berdarah di Kashmir, masuk akal bila ada pengamat menyebut serangan itu berasal dari para pejuang pembebasan Kashmir. Teori lain menyebut serangan itu merupakan balas dendam orang Islam terhadap kaum Hindu yang banyak membunuh orang Islam di Gujarat dan tempat lain di India. Teori ini terbantahkan karena yang juga menjadi korban adalah warga Amerika, Inggris, dan golongan Yahudi.
Jadi, siapa sebenarnya di balik tragedi berdarah di Mumbai? Kita sebaiknya menelusuri latar belakang dan akar persoalan. Pertama, India dan Pakistan telah tiga kali terlibat perang karena berebut Kashmir. Dan di Kashmir, satu-satunya negara bagian India berpenghuni mayoritas Islam, radikalisme semakin lama semakin marak. India sangat yakin ada peranan besar Pakistan di sana. Kecurigaan inilah yang membuat konflik berkepanjangan.
Akar kedua adalah kasus Afganistan. Selama perang ”jihad” melawan Uni Soviet, Amerika mendukung kaum fundamentalis Islam untuk dimainkan sebagai semacam Vietkong dalam perang gerilya melawan Soviet. Usamah bin Ladin merupakan partner Amerika dalam perang itu. Demikian pula kaum muslim radikal dari Maroko, hingga Filipina dan Indonesia. Semua dipersatukan Amerika untuk mengusir Tentara Merah dari Afganistan. Pelbagai kekuatan radikal itu mendapat dana dari Arab Saudi dan CIA. Mereka dilatih oleh ISI (dinas intelijen gabungan tentara Pakistan) dan CIA.
Radikalisme makin menjadi-jadi ketika Jenderal Zia Ul-Haq memimpin Pakistan. Pada zaman itu terjadi Islamisasi intensif di Pakistan, yang akibatnya sampai sekarang menjadi beban bagi siapa saja yang berkuasa. Pada masa Zia, ISI mendapat kekuasaan penuh untuk berhubungan langsung dengan CIA dan dinas intelijen beberapa negara Timur Tengah. Nah, tradisi independensi ISI sampai sekarang belum terselesaikan. Hubungan mereka dengan kaum Islam radikal belum putus. Presiden Pakistan, panglima militer Pakistan, bahkan juga komandan ISI tak sepenuhnya menguasai lembaga intelijen militer ini. Jadi, jika terbukti Pakistan terlibat dalam tragedi Mumbai, kasusnya akan sama dengan pengeboman Kedutaan Besar India di Kabul beberapa bulan lalu. Oknum-oknum ISI bermain, bukan pemerintah atau tentara Pakistan.
ISI sebenarnya mencerminkan keresahan dalam kalangan militer Pakistan. Bagi militer Pakistan, ancaman diyakini datang dari timur (India) dan bukan dari barat (kaum radikal di Afganistan atau Taliban di Waziristan). Presiden Zardari boleh berbicara manis kepada India, tapi tentara Pakistan punya pikiran lain. Zardari, bahkan Pervez Musharraf yang digantikannya, tak pernah seratus persen menguasai militer—terutama dalam hubungannya dengan konflik Kashmir serta kontak mereka dengan kaum Islam radikal. Dari fakta ini, India bisa dengan yakin menuding Pakistan sebagai sumber teror.
Hal yang juga menarik diamati: India baru saja membuka beberapa konsulat di wilayah Afganistan yang berbatasan dengan barat Pakistan. Ini makin meyakinkan militer Pakistan bahwa India mengembangkan strategi menjepit Pakistan dari barat dan timur. Presiden Hamid Karzai sendiri berasal dari pasukan Afganistan di utara—musuh bebuyutan Taliban dan Al-Qaidah—yang bekerja sama dengan Amerika dalam perebutan Kabul dari tangan Mullah Umar, sang pemimpin Taliban. Pasukan utara itu telah lama dekat dan banyak mendapat bantuan India. Dari sini kita bisa mengerti, terjadinya pengeboman Kedutaan Besar India di Kabul merupakan ekspresi dari ketakutan terhadap pengepungan tersebut. Ini juga bisa menjelaskan tuduhan Amerika bahwa pasukan Taliban bermarkas di dalam wilayah Pakistan yang berbatasan dengan Afganistan bukan tanpa alasan.
Dalam konteks ini, masuk akal jika teror berdarah di Mumbai merupakan bagian dari strategi kaum radikal Islam—bekerja sama dengan pendukung mereka dalam ISI—untuk menimbulkan ketegangan militer India-Pakistan di perbatasan timur. Akibatnya, tekanan militer Pakistan di perbatasan Afganistan menjadi amat berkurang.
Sebenarnya yang tak kurang cemas menghadapi tragedi ini adalah Barack Obama, yang sejak masa kampanye sudah dengan tegas berniat membasmi Taliban, menangkap Bin Ladin. Dari cerita yang tak terlalu rumit tentang hubungan serta kesalingterkaitan India, Pakistan, Kashmir, Afganistan, dan Taliban, semoga Obama terhindar dari salah hitung George Bush, yang percaya bahwa soal Timur Tengah bisa dan harus diselesaikan dari Baghdad baru ke Yerusalem. Penyelesaian justru harus dimulai dari kawasan Asia Selatan. Strategi Obama sebaiknya adalah dari Kashmir ke Kabul, bukan sebaliknya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo