Membaca berita berjudul "Rapor Ekonomi Indonesia dan Sejumlah Anjuran" (TEMPO, 28 Mei 1988, Ekonomi & Bisnis), saya dapat mengetahui bahwa pinjaman/utang Indonesia akan terus meningkat menjadi US$ 50 milyar menjelang akhir 1988 ini. Mengamati beban utang yang cukup berat, yang berdasarkan evaluasi IGGI tentang kewajiban pencicilannya 33%-40% di 1988 ini, maka wajar bila pemerintah memacu dengan segala upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi, khususnya di bidang pengumpulan devisa, dengan menggalakkan sektor ekspor nonmigas. Pasalnya, minyakbumi kita saat ini lagi meredup dibandingkan dengan posisi harga cemerlang tahun 1970-an. Sebetulnya, bagi kebanyakan pengusaha, hasrat ikut berkiprah dalam memenuhi anjuran pemerintah di bidang menggalakkan ekspor nonmigas cukup menggebu. Hanya saja, setelah mengalami gebukan resesi dan situasi ekonomi yang tak menentu kini mereka kehabisan tenaga (permodalan), baik bagi pengusaha menengah maupun pengusaha lemah, khususnya dl sektor kerajinan. Lantas bagaimanakah cara menghidupkan kembali motor penggerak buat melajukan kembali hasrat berkiprahnya para pengusaha itu? Menurut saya, pemerintah dapat segera membenahi semua faktor penghambat. Setelah itu, tinggal mengadakan pengawasan dan penelitian terhadap perusahaan yang masih punya potensi tetapi lagi mengalami impotensi. Apa pasalnya sampai terjadi begitu? Suntikan dengan vaksin asas prosperity bisa digunakan. Tujuannya, agar perusahaan-perusahaan yang pingsan itu bisa sadar dan bangkit bergairah lagi. Sektor informal perlu diberi peluang dan didukung, agar pertumbuhan ekonomi meningkat asas pemerataan dapat tersentuh, dan ledakan pengangguran bisa ditekan. Pada saat ini pengusaha lemah belum mudah mendapatkan kredit modal kerja. Berbagai peraturan dan persyaratan ketat harus dipenuhi. Bunga yang tinggi juga menjadi masalah. Pasal ini sangat mempengaruhi baik pengusaha menengah maupun perajin yang bergerak di bidang ekspor. Sebab, mereka harus menampilkan produk bermutu dengan harga yang bisa bersaing dengan produk negara lain . Lantas bagaimana kalau terbentur biaya tinggi? Itulah sebabnya, deregulasi dan debirokratisasi perlu dikembangkan. Ini untuk menekan ekonomi biaya tinggi seperti pungli, korupsi, dan penyalahgunaan wewenang, yang bila didiamkan akan makin parah. Mestinya, dalam jangka waktu menengah, Indonesia dapat meningkatkan ekspor nonmigas, rata-rata 5% per tahun, hingga akhir dasawarsa ini. Menurut Bank Dunia, kita masih banyak mempunyai peluang untuk meningkatkan ekspor nonmigas di sektor pertambangan dan agribisnis. Dengan demikian investasi di bidang itu bisa terus ditingkatkan. H.A. FAISAL ZJARCASY Jalan Progo V/1 Pekalongan Jawa Tengah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini