Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Untuk mendapatkan upah yang layak, tentu para buruh harus terus berjuang. Pengusaha tidak bisa lagi memanfaatkan upah rendah untuk membuat produk yang lebih murah. Tapi demonstrasi menuntut hak-hak buruh juga harus memiliki agenda yang masuk akal. Pendomplengan muatan politis harus dihindari.
Pekan ini, sejak Senin hingga Rabu, direncanakan buruh mogok kerja dan akan berdemonstrasi besar-besaran. Serikat buruh mengklaim akan ada 3 juta orang turun ke jalan di berbagai kota, terutama di Jakarta dan sekitarnya. Demonstrasi merupakan hak setiap warga negara dan dijamin oleh konstitusi. Sedangkan mogok kerja, seperti yang tertera dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, adalah hak dasar pekerja dan serikat pekerja sebagai akibat gagalnya perundingan.
Meski demikian, seperti diatur juga dalam undang-undang tersebut, demonstrasi harus dilakukan dengan tertib dan damai. Dengan jumlah demonstran yang sedemikian besar—jika betul 3 juta buruh—hal ini tampaknya akan sulit dikontrol. Kita masih ingat, Juni lalu, demonstrasi di Cikarang menyebabkan kelumpuhan sebagian wilayah Ibu Kota karena mereka memblokade jalan, termasuk jalan tol.
Hal itu tentu patut disesalkan karena blokade jalan yang mengakibatkan kelumpuhan justru berdampak buruk bagi buruh. Hasil perjuangan mereka untuk mendapatkan perhatian dan dukungan terhadap apa yang mereka suarakan menjadi tidak maksimal. Susah mendapatkan simpati dan dukungan dari masyarakat umum yang merasa dirugikan oleh blokade itu.
Namun hal yang lebih penting dari masalah ketertiban itu adalah soal tuntutan yang diajukan para buruh. Dalam demonstrasi ini, mereka meminta kenaikan upah minimum Rp 3,7 juta untuk DKI Jakarta dan kenaikan 50 persen untuk upah nasional. Alasannya pencapaian ekonomi Indonesia pada 2012 dengan pendapatan domestik bruto terbesar ke-16 di dunia. Indikasi lain dari perbaikan ekonomi itu adalah pertumbuhan kelas menengah sebesar 56,5 persen serta peningkatan pendapatan per kapita dari US$ 3.800 pada 2011 menjadi US$ 4.000 pada tahun ini. Selain itu, terjadi pertumbuhan ekonomi pada 2012 sebesar 6,3 persen—tercepat kedua di dunia, setelah Cina.
Menuntut kenaikan upah karena ada inflasi dan perbaikan ekonomi tentu sangat wajar. Tanpa kenaikan itu, buruh tidak dapat hidup layak di tengah ekonomi yang berubah. Pengusaha yang selalu mengancam akan memindahkan modalnya ke luar negeri setiap kali ada tuntutan kenaikan upah sungguh tidak terpuji. Namun, untuk kali ini, tuntutan buruh juga tampaknya berlebihan.
Hal itu dapat kita lihat justru dari angka-angka yang mereka jadikan dalih. Kenaikan upah 50 persen di tengah pertumbuhan ekonomi yang 6,3 persen tentu tidak wajar. Pendapatan per kapita kita memang meningkat, tapi itu hanya 5,5 persen. Artinya, pertumbuhan ekonomi kita belum mampu menopang kenaikan upah minimum 50 persen itu.
Dengan bacaan yang gamblang seperti itu, mustahil serikat pekerja tidak memahaminya. Tentu kita tidak ingin buruh menjadikan demonstrasi sebagai alat untuk mengancam. Demonstrasi adalah alat negosiasi. Dan seperti dalam negosiasi lain, kewajaran selalu menjadi solusi yang adil.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo