Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Di anakah Pelabuhan Tenang ?

Kesejahteraan karyawan mempengaruhi hasil kerjanya di kantor. Pemimpin harus dapat berkomunikasi dengan karyawan. Karyawan yang tak diajak berkomunikasi sama dengan anak yatim. (ki)

8 September 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

COBA bayangkan. Uang tunai telah habis kemarim untuk membayar rekening dokter gigi. Pompa air rusak dan harus diganti kumparannya. Mulai tadi padi mendadak WC ikut-ikutan mampet. Padahal, gajian masih lima hari lagi. Dapatkah Anda bayangkan akan berwarna apakah hari itu? Kelabu, tentu. Tidak salah kalau Kompas menulis bahwa rumah tangga adalah sumber stress. Teori ini seolah-olah menggugurkan teori lain yang mengatakan bahwa rumah tangga adalah pelabuhan tenang bagi para karyawan sepulang keria yang melelahkan dan keras. Ada pepatah Belanda yang mengatakan: ieder huis heeft zijn kris, setiap rumah punya persoalannya sendiri. Dan setiap pemimpin usaha tidak bisa tidak memperhitungkan hal ini. Seorang karyawan bekerja untuk menyejahterakan keluaranya. Karena itu, bila kesejahteraan keluarganya terganggu, maka pekerjaannya pun akan terganggu. Apalagi kalau stress karena masalah rumah tangga itu sudah bercampur dengan stress yang diakibatkan oleh pekerjaan. Ada sebuah cerita tentang seorang kepala pabrik yang terkenal karena mulutnya terlalu longgar. Ia membentak mengapa hari ini kau terlambat 15 menit? Ia menghardik: ini sudah ketiga kalinya kau datang terlambat berturut-turut! Ia menyerapah: saya tidak suka melihatmu bekerja di sini dengan rambut acak-acakan. Lalu kepala personalia memberi nasihat agar ia bersikap lebih hangat kepada karyawannya. Esoknya ia sudah berganti gaya. "Saya tidak suka melihat pakaian kerja sekotor ini," makinya sambil menarik leher baju karyawan itu. Tetapi lalu buru-buru ditambahkannya: "Eh, apa kabar anakmu? Sudah mulai disapih?" Intensinya sudah baik cuma implementasinya belum pas. Sembilan dari sepuluh sekretaris yang menderita tukak lambung mungkin akan menuding bosnya sebagai penyebab penderitaannya itu. Mengapa begitu ? Mungkin karena si bos tidak menempatkan dirinya sebaai pemimpin. Bos berkata: Go! Pemimpin bcrkata: Let's go! Dalam buku In Search of Excellence pun digarisbawahi bahwa perusahaan yang berhasil adalah perusahaan yang bahagia karena atasan akrab dengan karyawannya. Michael Lombardo, seorang psikolog dari Garolina Utara menyatakan bahwa pemimpin bisa berperan besar dalam mengendalikan stress para karyawannya bila: 1. Memberi karyawan sarana untuk memecahkan masalahnya, bukan mengambil alih masalah itu dan menyelesaikannya. 2. Pemimpin yang baik akan melindungi karyawannya dari masalah yang tidak relevan. Misalnya bila seorang General manager dari salah satu divisi akan diganti, beritahulah karyawan sebelum ia mendengarnya melalui lembaga desas-desus. 3. Ketika karyawan terjebak dalam suatu masalah, sarankan agar ia meninggalkan, masalah itu sejenak, atau ajukan-pertanyaan-pertanyaan baru sehingga persoalan itu dapat dilihat dari sudut pandang yang lain. Seorang psikolog lain, Dr. Suzanne Kobasa dari Universitas Chicago, menyebut bahwa seorang pemimpin yang ahli dalam mengatasi stress karyawannya sangat besar peranannya dalam mencegah penyakit-penyakit yang berhubungan dengan stress, seperti kegemukan, depresi, dan gangguan dalam penampilan seks. Sejumlah 200 karyawan AT&T pun pernah diteliti oleh Psikolog Carey Bunker yang kemudian mengatakan, "Bukannya karena rumah tangga tidak merupakan pelabuhan yang tenang untuk meredakan stress, tetapi karena hal itu tidak relevan dengan stress yang diakibatkan oleh pekerjaan." Kobasa mengatakan bahwa keluarga punbisa menolong seorang penderita stress. "Tetapi jangan hanya bersikap simpatetik, harus ada pengertian yang lebih baik tentang situasi kerja." Seorang psikolog lain, Harry Levinson, berkata, "Semua organisasi sebetulnya merupakan pengulangan dari struktur keluarga. Di rumah ada ayah. Di kantor ada pemimpin. Seorang karyawan yang tidak mampu berkomunikasi dengan atasannya, atau tidak diberi kesempatan untuk itu oleh atasan, sama saja dengan anak yatim piatu yang tidak menemukan figur surogat untuk meringankan beban emosinya." Dalam studi Kobasa pun ditemukan bahwa karyawan-karyawan yang menderita stress tetapi yakin bahwa atasannya akan membantu dan dapat diajak berbicara, hanya menderita separuh dari penyakit-penyakit yang timbul krena stress. Susah juga ya jadi pemimpin? Bondan Winarno

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus