Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Duit Jumbo di Mulut Macan Ompong

PPATK menemukan transaksi mencurigakan Rp 747 triliun. Kewenangan mesti diperkuat.

24 Desember 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berulang-ulang Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menemukan transaksi mencurigakan dalam jumlah besar. Laporan terbaru menyebutkan ada transaksi senilai Rp 747 triliun dari 19 orang. Transaksi jumbo ini diduga terkait dengan sejumlah tindak pidana. Anehnya, dari jumlah yang luar biasa itu, ternyata sangat sedikit yang ditindaklanjuti Kepolisian RI, Kejaksaan Agung, Komisi Pemberantasan Korupsi, Tentara Nasional Indonesia, dan Direktorat Jenderal Pajak menjadi kasus hukum.

Dalam setahun terakhir, praktis hanya beberapa kasus mencorong yang terungkap berkat kerja sama penegak hukum dan PPATK. Salah satunya kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik, yang melibatkan pengusaha, pejabat eksekutif, dan legislator, yang merugikan negara Rp 2,3 triliun. Kasus lain adalah korupsi pengadaan helikopter AW-101, korupsi izin tambang Sulawesi Tenggara, dan penipuan First Travel. Jumlah total semuanya tak sampai Rp 10 triliun. Ratusan triliun yang lain tak tersentuh hukum.

Penemuan transaksi Rp 747 triliun lewat 228 rekening itu merupakan hasil pemeriksaan atas permintaan penegak hukum dalam penanganan kasus pidana korupsi, peredaran narkotik, judi online, kepabeanan, perambahan hutan, dan perpajakan. Itu baru sebagian dari 46 ribu transaksi yang dilaporkan pada tahun ini. Jumlah ini meningkat satu setengah kali lipat dari tahun lalu. Jika kewenangan PPATK tak diperkuat, jumlah itu akan terus meningkat.

Lembaga yang bertanggung jawab langsung kepada presiden ini memang punya tugas mentereng: mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Pasal 39 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang secara jelas menetapkan tugas dan fungsi itu. Kewenangan yang diatur dalam Pasal 41 juga menyebutkan PPATK berwenang meminta untuk mendapatkan data dan informasi dari instansi pemerintah dan lembaga swasta.

Namun, seperti macan ompong, PPATK justru tak punya kewenangan melakukan penyidikan. Lembaga ini memang punya kekuasaan mendapatkan informasi transaksi dari lembaga apa pun, tapi tak bisa melakukan tindakan apa pun. PPATK bahkan cenderung bergerak melakukan analisis dan pemeriksaan atas permintaan penegak hukum. Fungsi tanpa gigi ini seolah-olah menempatkannya hanya sebagai "tim riset" bagi penegak hukum lain.

Kewenangan terbatas itu harus segera dikaji ulang melalui revisi undang-undang atau penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang. Faktanya, selama ini, baru Komisi Pemberantasan Korupsi yang terhitung serius mengusut kasus korupsi. Tugas "pemberantasan korupsi" di KPK itu disertai dengan kewenangan penyidikan-meski jumlah penyidiknya masih terbatas. Kemudian belakangan baru Direktorat Perpajakan yang gencar memburu pengemplang pajak.

Penguatan kewenangan PPATK itu penting mengingat pelaku pencucian uang kini kian cerdik dan menyebar ke banyak daerah. Pelaku itu meliputi gubernur, bupati, pegawai negeri sipil, aparat penegak hukum, pengusaha, serta kepala rumah sakit umum daerah. Tertangkapnya delapan kepala daerah oleh KPK dalam setahun terakhir menunjukkan "orang daerah" kian berani menyamarkan uang haram mereka. Bisa dibayangkan, alarm PPATK akan menyala lebih keras pada pemilihan kepala daerah serentak tahun depan.

Jika masih hanya berfungsi menyediakan data hasil analisis, lembaga yang sudah berusia 15 tahun ini, yang sejatinya bersifat independen dan bebas dari campur tangan kekuasaan, dikhawatirkan justru akan terjerumus menjadi alat bargaining politik dan berakhir sebagai pelayan kekuasaan. l berita terkait di halaman 22

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus