Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri Asman Abnur telah menghina akal sehat ketika ia mengusulkan pengangkatan Tin Zuraida sebagai anggota staf ahlinya. Alih-alih berada di garda terdepan reformasi birokrasi, ia justru menjerembapkan semangat pembaruan. Sebagai Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Asman tidak memberikan contoh baik dalam menyeleksi pejabat.
Pengangkatan Tin Zuraida jelas merupakan langkah mundur dalam upaya membangun birokrasi bebas dari korupsi. Ia bukan sekadar istri Nurhadi, mantan Sekretaris Mahkamah Agung, yang diduga terlibat kasus suap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Komisi Pemberantasan Korupsi bolak-balik memeriksa Tin berkaitan dengan kasus suap itu. Ia diduga menghilangkan barang bukti berupa dokumen dan uang Rp 1,7 miliar ke toilet rumahnya pada April 2016.
Tak hanya disorot dalam kasus suap, Tin juga memiliki rekening mencurigakan. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan mendeteksi sejumlah transaksi janggal di rekening milik Tin dalam jumlah miliaran rupiah. Pada 2010-2011, diduga ada belasan kali uang masuk rekeningnya dengan nilai Rp 500 juta. Ada pula setoran tunai miliaran rupiah yang ditengarai masuk rekening Tin. Nurhadi pun terdeteksi pernah memindahkan uang Rp 1 miliar ke rekening sang istri.
Pernyataan Menteri Asman bahwa pengangkatan Tin telah sesuai dengan prosedur merupakan dalih yang klise. Begitu pula alasan dia bahwa tidak ada fakta hukum yang menghalangi pengangkatan itu. Argumen seperti ini melecehkan kemampuan berpikir masyarakat, bahkan menginjak-injak misi penting kementerian yang dipimpinnya. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara didirikan buat menggerakkan reformasi birokrasi di semua lini pemerintahan. Tugas ini akan sulit dilakukan kementerian yang diisi figur yang integritasnya diragukan.
Anggota staf ahli menduduki posisi yang cukup tinggi dalam birokrasi. Ia masuk kategori pemimpin tinggi madya seperti sekretaris jenderal dan direktur jenderal. Orang yang dapat menduduki jabatan tersebut harus memenuhi syarat tertentu yang berat. Di luar kompetensi dan kepangkatan, ia harus memiliki integritas dan rekam jejak yang baik.
Menteri Asman, yang berasal dari Partai Amanat Nasional, seharusnya menghindari pengaruh dari siapa pun dalam mengusulkan anggota staf ahli, yang bukan merupakan jabatan politis. Sungguh memprihatinkan jika penempatan Tin Zuraida merupakan titipan PAN seperti sinyalemen yang beredar selama ini. Petinggi partai politik seharusnya menyetop perilaku yang cenderung menghambat, bahkan merusak upaya mereformasi birokrasi.
Sesuai dengan aturan, seleksi untuk jabatan pemimpin tinggi madya dilakukan secara nasional dan kompetitif. Pengujian dilakukan panitia seleksi yang dibentuk menteri. Nama kandidat yang lolos pada setiap tahap seleksi harus diumumkan secara terbuka. Jika proses seleksi jabatan itu dilakukan secara ketat dan wajar, nama Tin Zuraida seharusnya tak lolos.
Presiden Joko Widodo perlu "menjemput bola" bila Menteri Asman tak segera mengusulkan pencopotan Tin. Secara formal, pengangkatan dan pemberhentian jabatan pemimpin madya di birokrasi merupakan wewenang presiden. Presiden harus memerintahkan Menteri Asman mengadakan seleksi ulang untuk mencari pengganti Tin Zuraida.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo