Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INOVASI harga mati. Pandemi Covid-19 telah mengubah secara drastis dunia usaha. Dari pasar, proses bisnis, sumber pendanaan, konsumen, tenaga kerja, tempat kerja, sampai cara bekerja, semuanya tak lagi sama dengan sebelum pagebluk ini datang. Pilihannya tinggal berubah atau mati. Perubahan itu bahkan bisa berujung ini: tinggalkan yang lama, masuk ke bisnis baru.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dunia usaha di seluruh dunia kini tengah bersiap menghadapi tatanan baru pascapandemi Covid-19. Celakanya, dunia “baru” ini harus dihadapi dengan modal tipis, bahkan minus. Hampir semua sektor usaha babak-belur: industri manufaktur non-kesehatan, pariwisata, perhotelan, transportasi, dan juga media. Perbankan dan industri keuangan pun akhirnya ikut terimbas ambruknya dunia usaha.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di Indonesia, ribuan perusahaan gulung tikar, sebagian lagi bertahan dengan modal yang terus menipis, dan hanya sebagian kecil yang bertahan serta masih mampu mencetak laba. Sokongan pemerintah dalam bentuk penghapusan dan penundaan pembayaran pajak hanya bisa membuat perusahaan bernapas sejenak dan kemudian harus menghadapi problem riil: pendapatan yang menciut dan nyaris tak ada kesempatan memupuk laba.
Tidak mudah bagi pengusaha untuk memasuki tatanan baru, yang akan dimulai awal pekan ini. Tatanan baru bagi pebisnis jelas berbeda dengan yang dihadapi masyarakat. Tatanan baru bukan sekadar menjaga jarak, memakai masker, serta hidup bersih dan sehat. Mereka akan menghadapi pasar yang berubah. Pola belanja konsumen juga pasti berubah. Pengeluaran yang dulu tak ada di bujet, seperti vitamin dan perlengkapan kesehatan, kini harus dibeli.
Pada saat yang sama, pendapatan sebagian besar penduduk pasti turun drastis akibat kehilangan pekerjaan atau usahanya bangkrut. Data Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional memperkirakan jumlah penganggur akan bertambah 4,2 juta orang dan jumlah penduduk miskin meningkat 2 juta dibanding data September 2019. Melihat kenyataan di lapangan, data tersebut tampaknya terlalu optimistis.
Kondisi pasar yang muram itulah yang akan dihadapi pengusaha di era normal baru nanti. Industri kebutuhan primer mungkin masih bertahan. Tapi yang bergerak di usaha kebutuhan sekunder dan tersier pasti terpukul karena masyarakat akan memperketat pengeluaran. Misalnya, penjualan mobil pada April lalu hanya 24.276 unit, anjlok 60 persen dari 60.447 unit pada Maret. Kondisinya tak akan banyak berubah sampai akhir tahun.
Tantangan bagi pelaku usaha kini adalah menghadapi banyak persoalan sekaligus dan harus memecahkannya dalam tempo yang cepat. Tantangannya pun bervariasi antara satu sektor usaha dan sektor yang lain. Sektor transportasi, misalnya, dengan pembatasan jarak, jelas akan memangkas tingkat okupansi, yang berujung pada penurunan pendapatan. Hotel-hotel mungkin akan kehilangan event berskala besar. Sektor usaha lain pasti memiliki masalah masing-masing.
Anjuran banyak lembaga konsultan manajemen bahwa digitalisasi, termasuk pemanfaatan Internet, perlu dipercepat mungkin hanya cocok untuk perusahaan tertentu, seperti perbankan, telekomunikasi, dan media. Mereka sudah banyak belajar dari disrupsi digital yang terjadi sejak hampir satu dekade lalu. Dengan pendapatan dan modal yang menipis, pilihan ini menjadi tidak mudah dan tidak murah, terutama bagi pengusaha kecil-menengah.
Pada akhirnya, semua berpulang pada kemampuan manajemen menghadapi krisis pandemi Covid-19, termasuk mengatur ketahanan modal dan arus kas, mendorong proses produksi yang lebih efisien, serta merespons perubahan pasar. Cara-cara berbisnis yang lama harus ditinggalkan. Sebaliknya, ketepatan dan kecepatan berinovasi di semua elemen bisnis menjadi dua kunci yang penting bagi pelaku usaha agar bisa selamat dari pandemi dan pascapandemi Covid-19
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo