Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Penuntasan kasus mafia perpajakan akan terhenti hanya pada pegawai pajak.
Pengusaha besar yang memberi suap pejabat pajak tidak tersentuh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Pemberian insentif dan disinsentif yang beriringan adalah kunci reformasi perpajakan.
PENGUSUTAN perkara suap mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak, Angin Prayitno Aji, masih jauh dari tuntas. Alih-alih membongkar semua pihak yang terlibat, Komisi Pemberantasan Korupsi malah seperti berkelit mengejar para pemain utama kasus suap tersebut. Salah satunya soal jejak PT Jhonlin Baratama, milik pengusaha besar batu bara dari Kalimantan Selatan, Andi Syamsuddin Arsyad alias Haji Isam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Indikasi itu terlihat dari berkas dakwaan Wawan Ridwan, eks supervisor tim pemeriksa pajak di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, yang dibaca jaksa penuntut komisi antikorupsi pada Rabu, 2 Februari lalu. Dalam dakwaan itu, tidak satu pun disebut keterlibatan perusahaan pemberi suap.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wawan ditangkap KPK pada November 2021, enam bulan setelah Angin Prayitno Aji, Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Pajak periode 2016-2019, menjadi tersangka. Angin terbukti menerima suap dari tiga wajib pajak: PT Gunung Madu Plantations, PT Bank PAN Indonesia Tbk, dan Jhonlin Baratama. Adapun Wawan ditengarai menerima suap karena diperintah Angin, yang sudah divonis sembilan tahun penjara dan denda Rp 500 juta.
Langkah KPK yang menutup mata terhadap perusahaan pemberi suap jelas mencurigakan. Aneh bin ajaib, pejabat pajak sudah terbukti bersalah menerima suap tapi pemberinya melenggang begitu saja.
Padahal peran Jhonlin, misalnya, sangat benderang dalam pusaran perkara suap ini. Melalui konsultan pajaknya, Agus Susetyo, perusahaan itu menjanjikan uang Rp 50 miliar (termasuk pajak) kepada Angin dan komplotannya agar nilai pajak mereka direkayasa menjadi Rp 10,69 miliar dari seharusnya Rp 63,67 miliar. Namun KPK baru menjerat Agus, belum menyentuh manajemen Jhonlin, apalagi sampai pemiliknya.
Sedari awal KPK mendadak kehilangan darah dalam mengusut keterlibatan perusahaan yang banyak memiliki konsesi tambang batu bara di Kalimantan Selatan itu. Salah satunya bocornya rencana operasi penggeledahan kantor Jhonlin pada awal April 2021. Penyidik KPK tak menemukan satu pun barang bukti, termasuk transaksi bisnis dan bukti pembayaran pajak. Belakangan, terkuak dua truk dokumen sudah diangkut meninggalkan kantor itu beberapa saat sebelum petugas KPK tiba.
Saktinya Jhonlin tak lepas dari peran sentral sang bohir yang dikenal dekat dengan Istana dan petinggi lembaga penegak hukum. Isam tercatat sebagai Wakil Bendahara Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Ma’ruf Amin pada 2019. Posisi strategis lain juga terlihat saat Presiden Joko Widodo meresmikan pabrik biodiesel milik Isam di Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, dan pabrik gula di Bombana, Sulawesi Selatan.
Penegakan hukum yang lembek ini sudah terbukti tidak pernah menimbulkan efek jera bagi pelakunya. Akibatnya, kejahatan pajak terus berulang, dengan modus kuno serupa yang dilakukan Gayus Tambunan 11 tahun silam. Wajib pajak yang nakal selalu mencari cara mengemplang pajak, termasuk meminta bantuan pejabat korup. Atau, sebaliknya, orang semacam Angin Prayitno yang menawarkan “bantuan” untuk mengurangi pajak perusahaan.
Celah negosiasi saat mediasi keberatan pajak seperti ini yang mesti ditutup. Tanpa itu, praktik lancung akan terus terjadi dan reformasi perpajakan akan menjadi slogan.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo