PERANAN ekspektasi, yaitu perkiraan tentang peristiwa atau perkembangan yang akan datang, penting dalam kehidupan ekonomi. Ambil contoh soal inflasi. Inflasi dapat disebabkan oleh lonjakan permintaan, misalnya beberapa megaproyek diluncurkan pada waktu yang bersamaan sehingga permintaan pasar akan bahan bangunan, tenaga kerja, dan pasokan lainnya meningkat tajam. Inflasi dapat juga disebabkan oleh guncangan suplai, misalnya terjadi penurunan produksi padi di Indonesia dan di luar negeri karena cuaca yang buruk. Harga beras di dalam dan luar negeri melonjak, menarik ke atas harga barang-barang lain. Tidak kalah pentingnya adalah peranan ekspektasi masyarakat. Meskipun penyebab semula lonjakan dari sisi permintaan atau kejutan dari sisi pasok sudah tidak ada lagi, inflasi dapat terus berjalan didorong oleh ekspektasi masyarakat bahwa harga- harga akan terus naik. Jika inflasi sudah berjalan beberapa tahun, masyarakat, baik konsumen maupun produsen, menjadi terbiasa dengan kenaikan harga, dan semuanya memperkirakan bahwa inflasi akan terus berlangsung. Akibatnya, upah karyawan setiap tahun dituntut naik dan produsen memasukkan kenaikan biaya produksi ke dalam kalkulasi harga barangnya. Maka, yang terjadi harga-harga umumnya benar naik sesuai dengan ekspektasi. Lebih-lebih jika inflationary expectation itu ditunjang oleh ekspansi moneter. Ekspektasi masyarakat kadang-kadang rasional, dalam arti didasarkan pada penalaran yang benar dan berlandaskan fakta yang lengkap dan akurat. Tapi sering juga tidak rasional, dalam arti penalarannya lemah dan landasan faktanya tidak ada dan hanya bersumber dari desas-desus yang beredar dalam masyarakat. Kurs mata uang rupiah beberapa tahun terakhir sering bergejolak karena ekspektasi yang kurang rasional. Rupanya, masyarakat belum dapat melupakan pengalaman pahit devaluasi berturut-turut tahun 1978, 1983, dan 1986. Sesudah itu, setiap kali harga minyak turun, atau neraca pembayaran memburuk, atau bantuan luar negeri diragukan, orang segera memperkirakan akan ada devaluasi lagi. Untuk melawan ekspektasi yang tidak rasional seperti itu, Pemerintah harus mengambil tindakan luar biasa, kadang-kadang berupa gebrakan yang tidak menyenangkan. Para perumus kebijaksanaan mau tidak mau harus memperhitungkan ekspektasi masyarakat itu, meskipun ekspektasi itu sering tidak didukung oleh keadaan dasar ekonomi (economic fundamentals). Faktor-faktor psikologis sering mendasari sikap masyarakat, baik kelompok konsumen, produsen, penabung, investor, maupun yang lain. Gejala seperti ini tidak hanya terdapat di Indonesia, tapi juga di semua negara. Barangkali tidak ada bidang yang lebih penting yang banyak dipengaruhi ekspektasi daripada bidang investasi. Investasi berarti menanam modal dalam usaha industri, pertanian, pertambangan, dan sebagainya, untuk waktu yang relatif panjang. Keputusan untuk melakukan investasi, baik PMDN maupun PMA, jelas banyak bergantung pada ekspektasi investor mengenai jalannya perekonomian di masa mendatang. Karena itu, salah satu tugas terpenting Pemerintah bukanlah melawan ekspektasi masyarakat, melainkan membuat ekspektasi lebih rasional dan lebih pasti. Ekspektasi rasional lebih mudah diantisipasi, sedangkan ekspektasi yang tidak rasional sulit diduga. Semakin tertutup sistem perekonomian dan semakin tidak lengkap informasi yang sampai ke masyarakat, semakin banyak ekspektasi ditentukan oleh desas-desus serta kekhawatiran/ketakutan atau harapan yang berlebihan atau tidak ada dasarnya sama sekali. Semakin transparan sistem perekonomian, semakin rasional ekspektasi masyarakat. Karena itu, salah satu program penting pada tahun-tahun mendatang ialah membuat perekonomian semakin terbuka dan transparan. Sehingga, aturan main menjadi lebih jelas, arah kebijaksanaan pemerintah lebih mudah diketahui, dan informasi kepada masyarakat lebih lengkap dan benar: antara lain yang menyangkut syarat perizinan investasi, impor dan ekspor, serta akses ke kredit perbankan dan tender untuk proyek-proyek Pemerintah. Tahun 1993 diperkirakan akan merupakan tahun pemulihan ekonomi dunia setelah mengalami resesi tahun 1991 dan 1992. Juga Indonesia mengharapkan tahun 1993 ini lebih baik daripada tahun 1992. Akan tetapi pergantian kabinet awal tahun ini, selain membawa harapan juga membawa keraguan. Ekspektasi masyarakat ialah Kabinet Pembangunan VI akan banyak membawa perubahan kebijaksanaan ekonomi. Ekspektasi banyak orang, di dalam maupun di luar negeri, pemerintah yang baru akan lebih ''nasionalis'', yang diterjemahkan ke dalam kebijaksanaan ekonomi berarti lebih proteksionis dan lebih intervensionis. Jika benar begitu, jelas akan mempengaruhi arah dan volume investasi. Penanaman modal dalam maupun luar negeri akan lebih tertarik ke industri barang untuk dipasarkan di dalam negeri, menikmati perlindungan pemerintah terhadap persaingan dari luar, dan kurang tertarik oleh industri barang-barang ekspor. Sementara itu, sambil menunggu keluarnya penjelasan mengenai arah kebijaksanaan yang baru itu, banyak investor, termasuk investor dari luar negeri, yang menunda investasinya di sini. Keadaan seperti itu tidak menguntungkan bagi Indonesia, karena akan ketinggalan dalam memanfaatkan recovery ekonomi dunia yang diperkirakan sudah akan terjadi pada tahun 1993 ini. Satu cara untuk menghilangkan rasa ketidakpastian dan sekaligus mengarahkan ekspektasi para investor, Pemerintah segera mengeluarkan paket deregulasi yang telah dijanjikan, sebagai kelanjutan arah kebijaksanaan yang lalu menuju perekonomian yang lebih efisien dan kompetitif. Dengan demikian, akan ada isyarat yang jelas bagi dunia usaha, bahwa Indonesia akan melanjutkan kebijaksanaan orientasi ekspor dan siap untuk menghadapi persaingan di pasaran global yang semakin ketat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini