Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Gubernur Jakarta untuk Si Kaya

Pemilihan Gubernur Jakarta akan digelar Agustus mendatang. Jorjoran dana tak terelakkan, jejak rekam masa lalu jadi nomor sekian.

26 Maret 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KALAU Anda miskin, jangan coba-coba mencalonkan diri sebagai Gubernur Jakarta. Ya, ini bukan saran serampangan. Kalau hanya mengandalkan karisma, keandalan memimpin, visi yang besar, bersih dari korupsi, Anda akan kalah dan terlihat konyol. Katakanlah pendukung Anda ngotot, lalu merogoh koceknya, mengumpulkan duit tetangga, minta sumbangan di jalanan, berjualan apa saja, dan terkumpul Rp 1 miliar atau sebutlah Rp 5 miliar, jumlah itu cuma "selilit". Untuk maju ke pentas pertarungan Jakarta Satu, konon dibutuhkan sekitar Rp 200 miliar. Hanya dengan dana besar di tangan, semua bisa diatur.

Anda bukan asli Jakarta tapi ingin cepat dikenal warga? Gampang. Siapkan nama yang awalnya "Bang". Lalu bikin turnamen olahraga, atau lomba kesenian, atau pertandingan sepak bola. Yang penting ada alasan membuat spanduk dan menaruh foto diri di seantero Ibu Kota. Tentulah hadiah lomba perlu dipilih yang lumayan mahal, yah, itung-itung menyenangkan rakyat calon pemilih.

Tugas berikut lebih berat: mendekati partai. Di sini semua radar harus dipasang. Jangan sampai tersangkut di tangan makelar politik atau broker jalanan. Pilih pintu masuk yang tepat. Dan, ehm, jangan lupa bawa buah tangan yang mengesankan untuk pengurus partai.

Sebagai calon "pengantin", Anda harus melamar dan tentu saja menyorongkan mahar. Di sinilah "pinangan" akan ditentukan. Calon yang datang membawa mahar Rp 5 miliar tentu saja akan diperlakukan berbeda dengan yang membawa Rp 60 miliar. Mau protes? Belum berkuasa kok protes.

Juga tak perlu protes bila setelah dicalonkan nanti Anda harus berkeliling mengunjungi basis-basis partai. Artinya, masih perlu ongkos lagi. Masih perlu "buah tangan" lagi. Dan menjelang hari pencoblosan, Anda dilarang bagi-bagi duit di lapangan. Tapi siapa yang bisa melarang Anda menyumbang partai untuk menyantuni anggotanya dengan beras, gula, kopi, dan sedikit uang simpati.

Walhasil, untuk sampai ke tahap pertama pencoblosan pemilihan Gubernur Jakarta, minggu pertama Agustus nanti, perlu modal sangat besar. Belum lagi tahap kedua, bila tak ada calon yang meraih lebih 25 persen suara sekaligus.

Sistem begini tentulah rawan korupsi. Mustahil gubernur pemenang pemilihan tidak tergoda untuk mengumpulkan kembali "modal"-nya. Artinya, sistem pemilihan sudah mengandung bibit korupsi sejak awal. Celakanya, partai politik ikut menjadi bagian penting dalam sistem yang tidak sehat ini.

Dalam sistem yang sakit itu, calon yang bersih dan memiliki reputasi baik, tapi miskin, jelas akan tersisih. Padahal Indonesia butuh orang-orang hebat yang bersih-tak peduli dia kaya atau miskin.

Semestinya, partai politik dapat mengupayakan yang tak berpunya bisa tampil. Justru proses penjaringan calon oleh partai politik harus dimulai dari kriteria yang benar, misalnya jejak rekam yang kinclong, bukan kesanggupannya membayar mahar. Kalau ada calon unggulan tapi tak mampu membayar biaya kampanye, partai seharusnya bisa menggalang dana untuknya.

Partai tak boleh menangguk dana dari calon-calon Gubernur Jakarta ini. Tapi harapan ini masih jauh dari kenyataan. Maka disarankan agar undang-undang pemilihan umum diamendemen dan memungkinkan masuknya calon-calon independen. Di Aceh sudah terbukti, bukan calon asal partai yang menang, melainkan calon independen yang dipilih anggota masyarakat.

Agar kekuasaan uang tidak mendikte segalanya di Jakarta, calon independen disarankan boleh ikut bertanding.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus