Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Harta-Wanita di Pusaran Fathanah

Tersangka kasus suap impor daging Ahmad Fathanah menghamburkan uang ke sejumlah perempuan. Modus cuci uang hasil korupsi.

12 Mei 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Terungkapnya sejumlah perempuan di balik kasus suap daging sapi seperti mengukuhkan filosofi Jawa tentang bahaya harta, takhta, dan wanita. Betapa kuatnya kaitan di antara ketiganya dalam kasus yang melibatkan mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq dan Ahmad Fathanah. Sejak kasus ini terkuak pada akhir Januari lalu, setidaknya sudah empat perempuan—di luar istri Fathanah—diketahui menerima limpahan kedermawanan Fathanah. Mereka adalah Maharani Suciono, pemain film Ayu Azhari, model Vitalia Shesya, dan pedangdut Tri Kurnia Puspitasari.

Jenis barang dan jumlah uang yang dialirkan Fathanah kepada para perempuan itu sungguh mencengangkan. Ada mobil, jam tangan mewah, perhiasan, dan uang tunai hingga ratusan juta rupiah. Guyuran hadiah itu sangat dimungkinkan karena jumlah uang yang dimiliki Fathanah juga luar biasa untuk ukuran orang yang diketahui tidak memiliki pekerjaan yang jelas. Rekeningnya berisi duit puluhan miliar rupiah. Kehidupannya juga berlimpah kemewahan. Sudah empat mobil Fathanah senilai Rp 4,3 miliar yang disita Komisi Pemberantasan Korupsi.

Komisi harus terus melacak uang Fathanah karena dari sana bisa diketahui berapa sesungguhnya duit yang dikeruk, dari mana, dan ke mana mengalirnya. Sejauh ini, Fathanah memilih bungkam. Ia menolak bekerja sama dengan Komisi. Namun, berbekal data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Komisi sudah berhasil melacak aliran dana Fathanah, termasuk yang diberikan kepada para perempuan tersebut. Pelacakan juga telah menemukan jejak dalam pengadaan sejumlah mobil yang diduga digunakan Partai Keadilan Sejahtera.

Semestinya Fathanah paham bahwa bungkam tak ada gunanya, malah akan merugikan dirinya. Tindakannya juga akan mempersulit mereka yang diketahui menerima uang Fathanah. Bisa jadi, uang yang mereka terima memang merupakan hak mereka karena didasari transaksi legal. Celakanya, jerat hukuman Undang-Undang Tindak Pencucian Uang akan mengena baik pada mereka yang memberikan uang yang berasal dari hasil tindak pidana pencucian uang maupun mereka yang menerima uang tersebut. Ancaman hukumannya toh sama, kurungan penjara 5-15 tahun dan denda Rp 100 juta-15 miliar.

Apa yang dilakukan Fathanah sesungguhnya bukan modus baru. Modus ini mirip dengan tindakan terdakwa kasus pengadaan simulator kemudi, Inspektur Jenderal Djoko Susilo. Dia diketahui mengalirkan hartanya kepada tiga istrinya dalam berbagai bentuk, mulai uang hingga rumah mewah. Nilainya juga miliaran rupiah. Sama dengan Fathanah, Djoko didakwa dengan pasal-pasal tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Taktik Djoko pun serupa: bungkam seribu bahasa.

Padahal, jika keduanya mau bekerja sama, banyak hal bisa diungkap. Secara logika, sangat sulit melakukan korupsi dalam jumlah sangat besar tanpa bekerja sama dengan banyak pihak. Bukan tidak mungkin para kolega dan atasan Djoko, serta para kolega Luthfi dan Fathanah di Dewan Perwakilan Rakyat dan Kementerian Pertanian, terlibat dalam kasus korupsi ini. Kebungkaman keduanya hanya akan menguntungkan mereka dan menjadikan para perempuan itu korban atau tumbal yang sia-sia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus