Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
POLISI tak usahlah berlaku lajak mencari tahu otak intelektual di balik pengarang Jokowi Undercover. Penangkapan terhadap Bambang Tri Mulyono, pembuat buku gombal itu, tak perlu. Tak usah repot-repot juga melacak siapa saja pembeli buku itu.
Jelas buku setebal 436 halaman itu murahan. Bambang hanya mengkompilasi info sesat tentang silsilah Presiden Joko Widodo yang tersebar di Google dan pembicaraan di milis-milis jagat maya. Bambang sama sekali tidak melakukan pengecekan di lapangan. Buku itu juga ia cetak sendiri di tempat fotokopi umum di pinggir jalan. Motif penerbitan bukunya: hanya ingin terkenal.
Sudjiatmi Noto Mihardjo, ibu Jokowi, dan Miyono Suryo Sarjono, paman Jokowi, sudah membantah isi buku itu di Solo, saat perayaan Tahun Baru 2017. Dalam buku tersebut Bambang menyebutkan ayah Jokowi sebenarnya adalah Widjiatno Mihardjo, ketua atau komandan OPR (Operasi Perlawanan Rakyat) PKI Boyolali. Adapun ibunda Jokowi adalah Sudjiatmi, Sekjen Gerwani. Michael Bimo, seorang pengusaha di Solo, juga membantah isi buku itu, yang menyebutkan ia satu keturunan dengan Presiden Jokowi. Ia merasa nama baiknya dicemarkan oleh Bambang Tri Mulyono.
Sudah banyak biografi Jokowi yang terbit. Jokowi sebetulnya bisa meluruskan informasi salah Bambang Tri Mulyono dengan sekali melakukan konferensi pers. Kasus ini mengingatkan kita pada buku Gurita dari Cikeas karangan George Junus Aditjondro pada zaman pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang mengupas yayasan yang disebut sebagai perantara dana kampanye Yudhoyono. George waktu itu berani menyatakan data untuk bahan bukunya telah melalui proses verifikasi. Yudhoyono saat itu terlihat tidak terlalu frontal merespons. Dan polisi tak sampai menjebloskan George ke penjara.
Ini berbeda dengan kasus pada 1974, tatkala majalah POP menurunkan berita tentang asal-usul Soeharto. Menurut versi resmi, ayah Soeharto bernama Kartosudiro dan ibunya Sukirah. Tapi majalah POP menulis Soeharto adalah anak haram dari Raden Rio Padmodipuro, keturunan Sultan Hamengku Buwono II. Pada usia enam tahun, Soeharto dan ibunya dibuang ke Desa Kertorejo karena ayahnya, Padmodipuro, ingin menikah lagi. Artikel itu membikin Soeharto murka. Majalah POP dibredel. Pemimpin redaksinya, Rey Hanintyo, dijebloskan ke penjara.
Jokowi tak usah risau. Pada zaman penuh kabar sesat ini, masyarakat dengan sendirinya sudah tahu kualitas buku tendensius yang hanya bersandar pada desas-desus. Polisi juga jangan sampai membuat heboh dan membesar-besarkan masalah ini. Polisi seharusnya paham bahwa isu ini sesungguhnya berita basi. Sejak Pemilihan Presiden 2014, tuduhan Jokowi sebagai anak tokoh PKIsudah diembuskan di dunia maya. Bila polisi lebai, malah terjebak menjadi kontraproduktif.
Polisi mengenakan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 kepada Bambang. Ia dianggap menyebarkan kebencian dan diskriminasi terhadap etnis dan ras tertentu. Ia juga dianggap melanggar Pasal 207 KUHP tentang penghinaan terhadap penguasa. Meski dimungkinkan, pidana untuk Bambang, tukang kliping yang mengunduh bahan-bahannya dari percakapan tak jelas di dunia maya, jelas berlebihan. Mengejar-ngejar para pembeli buku dan mencurigai motif mereka juga terlalu mengada-ada. Di alam demokratis, lebih baik buku dilawan dengan buku.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo