Belakangan ini media massa ramai memuat berbagai pendapat mengenai wapres dan kriterianya. Masyarakat asyik pula beradu pandangan tentang topik yang hangat dan penting itu di rumah, di kantor, di kendaraan, sampai ke warung kopi. Ibarat masakan, mereka boleh saja membuat bumbu agar berbeda, sehingga ada gado-gado, ada karedok, ada kare, dan ada pula gulai. Namun, bila terlalu banyak bumbu yang tidak pas, karedok tadi akan terasa seperti jamu Jawa, misalnya. Dalam hal ini, pada beda pendapat mengenai kriteria calon wapres itu, ada bumbu yang tak pas. Beberapa tokoh politik, pejabat, dan cendekiawan telah terbawa arus membuat kriteria hitam putih. Ada yang terjebak dalam kotak primordial. Ada pula yang memberi garis ABRI vs Non-ABRI, Angkatan 45 vs Pasca-45, Ijo, Merah, atau Kelabu. Semoga saja tidak terus menjadi dikhotomi Jawa vs Luar Jawa. Yang putih belum tentu lebih berwawasan kebangsaan, yang hitam belum tentu memiliki kharisma kepemimpinan. Melihat besarnya tantangan yang menghadang di masa depan, sebaiknya kriteria yang diambil adalah berdasarkan kualitas kepribadian dan visi yang dimiliki oleh si calon. Misalnya, memiliki visi kebangsaan yang kuat, memiliki visi ekonomi yang luas, memiliki visi demokrasi yang mantap. SOEN'AN HADI POERNOMO Pasar Minggu Jakarta Selatan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini