SEDIKIT keterangan yang dapat diperoleh tentang Kamboja
sekarang. Hampir mustahil untuk menarik kesimpulan bagaimana
negara tersebut sebenarnya.
Yang diketahui, misalnya, adalah tidak adanya suatu Partai
Komunis secara legal. Juga jelas titik berat pada pembangunan
pertanian dan industri kecil-kecilan. Mata uang tidak dipakai
dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan aparatur birokrasi belum
banak disebut apakah ada atau tidak.
Tanda-tanda tersebut banyak persamaannya dengan ide "Revolusi
Kebudayaan" di RRC, 1966-1968. Pada dasarnya, "Revolusi
Kebudayaan" dilancarkan Mao Tse-tung untuk menghancurkan
pengokohan elite baru di kalangan birokrasi pemerintahan dan
partai. Ide ini kemudian dikenal sebagai "garis massa" sebagai
lawan dari elitisme. Pada masa tersebut, kader partai dikritik
secara publik, tokoh birokrasi dibawa ke jalan dan diarak
ramai-ramai. Organisasi partai disusun dalam bentuk "Komite
Revolusi", yang beranggotakan satu buruh, satu wakil tentara dan
wakil para aktivis "Revolusi Kebudayaan".
Sedikit banyak, "Revolusi Kebudayaan" juga merupakan cara
efektif RRC untuk pergantian generasi. Partai sudah lama
dipimpin generasi "Long March" sedangkan birokrasi pemerintahan
juga dikuasai generasi sebelum 1949. Dengan "Revolusi
Kebudayaan", kaum muda bisa menduduki jabatan tinggi dengan
cepat, terutama dalam organisasi lokal partai. Anak muda kota
yang berpendidikan dan cukup banyak jumlahnya, dikirim ke desa
untuk bekerja selama beberapa bulan. Dalam bidang ekonomi,
teoritisi "Revolusi Kebudayaan" menyebut penghapusan mata uang
sebagai salah satu tujuan terakhir.
Di Asia Tenggara, pengaruh "Revolusi Kebudayaan" terasa paling
besar di kalangan mahasiswa-mahasiswa Burma dan Kamboja waktu
itu Di Phnom Penh, ibukota Kamboja, terjadi serangkaian
demonstrasi dukungan terhadap "Revolusi Kebudayaan", pata tahun
1967. Walaupun dukungan itu disponsori oleh Lembaga Persahabatan
Kamboja-Cina, banyak pula mahasiswa Kamboja yang ikut. Setelah
ribut-ribut selesai, banyak mahasiswa yang minggat ke hutan jadi
gerilya, menyusul minggatnya Khieu Samphan dan kawan-kawannya.
Dari segi pimpinan, Kamboja sekarang memang di tangan golongan
muda. Yang paling menonjol adalah "Tiga Serangkai", yakni Khieu
Samphan, Hou Yuon dan Hu Nim. Seorang wakil PM, Ieng Sary, juga
termasuk golongan muda. Generasi tua biasanya diasosiasikan
dengan Sihanouk. Mereka ini walaupun resminya banyak memegang
jabatan tinggi (misalnya Penn Nouth, bekas Perdana Menteri),
tapi tidak banyak suaranya dalam kerja sehari-hari. Katakanlah,
jabatan mereka sekedar penghormatan atas kegigihan mereka dalam
melawan Lon Nol.
KOSONGKAN KOTA
Dari sudut organisasi, Kamboja tidak mengenal adanya Partai
Komunis yang kuat, satu dan lain karena peranan karismatis
Sihanouk. Apalagi setelah perjanjian Jenewa, Partai Komunis
Indocina merobah nama uan kegiatannya terbatas hanya untuk
Vietnam saja. Karena itu, generasi Khieu Samphan yang memimpin
Kamboja sekarang tidak menemui kesulitan dalam membentuk
organisasi baru. Sampai sekarang, tidak jelas apa nama resmi
organisasi itu, tapi umumnya dikenal sebagai "Organisasi
Revolusi". Pimpinannya juga tidak menonjol, mungkin sekali
karena sifatnya yang kolektif dan desentralisasi pada tingkat
lokal.
Untuk memperoleh aktivis dan kader, rasanya tidak sulit. Banyak
tersedia tenaga muda. Tahun 1960-an merupakan puncak produksi
sistim pendidikan Kamboja yang baru dimulai tahun 1950-an.
Akibatnya, terjadi penumpukan lulusan sekolah di kota-kota, yang
merupakan salah-satu masalah yang dulu tidak dapat diatasi oleh
Sihanouk. Dalam keadaan sekarang, anak-anak muda tersebut
menjadi kader untuk "Organisasi Revolusi" di desa-desa.
Seperti halnya pada masa "Revolusi Kebudayaan" di RRC, birokrasi
di Kamboja sekarang boleh dikatakan lumpuh. Sejak zaman
penjajahan Perancis, lapisan birokrat Kamboja tidak pernah
besar. Bahkan, pada masa kolonial, orang Vietnam sering dikirim
untuk mengisi jabatan penting di Kamboja (dan juga Laos). Pada
masa Sihanouk, perluasan birokrasi tidak terlalu cepat. Baru
pada masa Lon Nol, birokrasi berkembang begitu cepat.Tapi
birokrasi warisan Lon Nol tampaknya sudah hancur sebagai suatu
institusi. Kalaupun ada birokrasi sekarang, itu hanyalah untuk
tugas yang sangat mendesak, misalnya untuk diplomasi. Menteri
sering merangkap dan biasanya dipegang oleh pimpinan "Organisasi
Revolusi".
Selain ketiadaan lembaga partai dan birokrasi yang bersifat
nasional, Kamboja sekarang juga ditandai oleh titik berat yang
kuat di bidang pertanian dan pedesaan. Sejak semula, penduduk
kota dikosongkan, sebagian karena kurangnya persediaan makanan
di kota, sebagian iagi karena banyak dari penghuni kota adalah
pengungsi-pengungsi dari desa. Tapi, tidak kurang pentingnya
adalah alasan ideologi: mengurangi jurang antara kota dan desa.
Perekonomian Kamboja memang belum sampai pada perbedaan struktur
yang kuat. Industri tidak banyak, kalaupun ada hanyalah
kecil-kecilan. Kemakmuran yang tampak di Phnom Penh dulu lebih
banyak disebabkan oleh mengalirnya bantuan asing daripada oleh
hasil produksi dalam negeri Kamboja. Dengan demikian, titik
berat di sektor pertanian tidak mendapat kompetisi dari sektor
lainnya.
Karena itu, dari bahan yang sedikit tentang Kamboja sekarang,
sedikitnya dua hal dapat disimpulkan. Pertama, munculnya
generasi baru yang umurnya rata-rata awal 40-an tahun di
pimpinan pusat dan dengan umur lebih muda di tingkat lokal.
Kedua, terdapatnya kesan tentang pelaksanaan ide "Revolusi
Kebudayaan" oleh pimpinan Kamboja sekarang.
Ini adalah ironi, mengingat bahwa di RRC sendiri tokoh-tokoh
"Revolusi Kebudayaan" baru saja turun dari panggung sejarah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini