Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Beban Baru IKN: Insentif Pajak

Pemerintah mengumbar insentif pajak untuk menarik investor membangun IKN. Rugi besar.

 

6 Desember 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Tempo/Kendra Paramita

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI tangan Presiden Joko Widodo, Indonesia berubah menjadi "Negara Kemudahan Ramai Investor". Demi menggaet investasi, pemerintah memberikan banyak pemanis. Paling anyar adalah Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2023 yang memberikan sepuluh insentif pajak bagi pemodal yang berinvestasi di Ibu Kota Nusantara di Kalimantan Timur.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setelah mengklaim investor antre datang ke IKN, lalu dikoreksi dengan pengakuan tanpa merasa berdosa belum ada satu pun pemodal yang masuk, pemerintah coba memakai cara baru memberikan gula-gula bagi pengusaha. Insentif pajak mungkin cara terakhir membangun ibu kota, sebelum menakut-nakuti pengusaha dengan kasus hukum agar mau membangun kota baru ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Apa yang dilakukan pemerintah sesungguhnya menggantang asap. Membangun kota, apalagi pusat pemerintahan, tak seperti membangun usaha rintisan. Dalam membuat start-up, kita bisa membuat proyeksi keuntungan dari sebuah produk yang terlihat menjanjikan. Dengan menggelembungkan valuasinya, investor akan berbondong-bondong menanamkan uang. Sebab, investor tahu bahwa uang yang mereka tanam akan tumbuh dan kembali dalam jumlah berkali lipat.

Sementara itu, membangun ibu kota tak jelas keuntungan dan waktu pengembaliannya. Bagi investor, membangun infrastruktur perlu jelas konsumennya. Perumahan, jalan tol, dan pelabuhan adalah proyek-proyek padat modal yang, jika tak jelas marginnya, tak akan menarik minat investor.

Pemerintah memang akan memaksa pegawai negeri dari Jakarta pindah ke Kalimantan Timur. Per semester I 2023, jumlah seluruh pegawai negeri hanya 4,82 juta. Jika pun seluruh pegawai negeri pindah ke Kalimantan Timur, jumlahnya tak seberapa untuk menjadi konsumen bisnis yang menguntungkan. Mengincar pegawai swasta juga tak menarik karena pusat bisnis tetap ada di Jakarta.

Mengurus izin atau urusan bisnis lainnya di Kalimantan Timur juga makan ongkos banyak. Apalagi pemerintah kini sedang menggalakkan digitalisasi. Artinya, mengurus bisnis cukup di Jakarta tanpa kehadiran fisik di Kalimantan Timur. Maka, inefisiensi ini membuat IKN semakin tak menarik bagi investor.

Para pengusaha pasti paham mengapa banyak negara gagal membangun ibu kota baru. Putrajaya tetap menjadi ibu kota yang sepi meski telah menjadi ibu kota baru Malaysia sejak 1995. Jalan lebar, taman bagus, gedung-gedung mentereng, tempat rekreasi banyak, tapi tak ada orang. Pegawai Malaysia tetap tinggal di Kuala Lumpur meski bekerja di Putrajaya. Atau Naypyidaw yang tetap sepi setelah menjadi ibu kota baru Myanmar.

Maka, membangun kota baru mesti memakai APBN. Tapi, dalam kredo keuangan negara, sebuah proyek besar perlu mendapat justifikasi agar pemakaian dana publik tak menjadi korupsi: memberikan kesejahteraan masyarakat dan menumbuhkan perekonomian. Analisis Institute for Development of Economics and Finance yang terbit pada Agustus lalu menunjukkan pemindahan ibu kota negara tak memberikan dampak terhadap produk domestik bruto.

Demikianlah hikayat IKN: APBN terancam boncos, investor juga masih lihat dan tunggu. APBN akan merugi karena alokasi hampir Rp 500 triliun itu tak akan kembali karena, jika pun ada investasi swasta, pajaknya didiskon besar-besaran. Penerimaan hilang, pertumbuhan ekonomi hanya angan-angan.

Jika memakai APBN saja tak menjadi stimulus bagi ekonomi dan efek pengganda, investor printilan yang berinvestasi di sektor penopang sarana-prasarana kebutuhan utama juga tak akan meliriknya. Dengan insentif berapa pun, pengusaha dari semua level tak akan mau menghamburkan uang untuk proyek yang tak jelas. Kecuali, itu tadi, pemerintah menakut-nakuti mereka dengan kasus hukum agar mau membuang uang di IKN.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus