Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Jebakan Penyederhanaan Daya PLN

Rencana penyederhanaan golongan pelanggan listrik diduga hanya siasat PLN mencari laba. Efisiensi lebih penting.

19 November 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PRESIDEN Joko Widodo harus membatalkan rencana penyederhanaan golongan pelanggan listrik rumah tangga nonsubsidi. Langkah yang digagas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral bersama PT Perusahaan Listrik Negara ini membuka peluang pemborosan energi karena batas daya listrik bakal naik menjadi 5.500 volt ampere (VA).

Program ini juga akan membebani anggaran PLN, yang harus menanggung biaya penggantian miniature circuit breakers (MCB) atau meteran bagi 13 juta pelanggan senilai hampir Rp 27 triliun. Nantinya semua pelanggan nonsubsidi, baik prabayar maupun pascabayar, dengan daya 900 VA, 1.300 VA, 2.200 VA, 3.500 VA, dan 4.400 VA akan menjadi konsumen 5.500 VA. Untuk golongan di atas 5.500 VA dan 12.400 VA, dayanya diseragamkan menjadi 13.200 VA.

Penyederhanaan ini juga bakal berimbas kepada masyarakat karena mereka harus mengganti instalasi di dalam rumah. Sebagian pelanggan rumah tangga saat ini menggunakan instalasi kabel kecil yang berisiko menimbulkan kebakaran jika dipaksa menghantarkan daya 5.500 VA.

Cara ini lebih terkesan sebagai upaya menyerap pasokan listrik yang akan terus bertambah dari kapasitas terpasang saat ini 56 ribu megawatt menjadi 79 ribu megawatt pada 2019. Ini sejalan dengan beroperasinya pembangkit program 35 ribu megawatt. Karena tak dipikirkan secara matang penyerapannya, pemerintah sekarang kelimpungan menyerap kelebihan pasokan. Apalagi ada sanksi take or pay atau denda bagi PLN jika menyerap kurang dari 80 persen listrik produsen swasta. Supaya tak ada setrum yang mubazir, peningkatan elektrifikasi, terutama di luar Jawa, harus diimbangi pembangunan industri untuk menyerap pasokan listrik yang ada.

Dengan peningkatan daya, tingkat konsumsi masyarakat akan cenderung meningkat. Kendati Kementerian Energi menjamin tak akan ada kenaikan tarif, dengan peningkatan konsumsi, masyarakat tetap akan membayar lebih besar. Saat ini tarif dasar di atas daya 1.300 VA sebesar Rp 1.467,28 per kilowatt-jam (kWh). Sedangkan tarif dasar 900 VA sebesar Rp 1.352 per kWh. Abonemen pelanggan pascabayar juga disebut tak akan naik.

Sulit untuk tidak mencurigai rencana ini merupakan upaya terselubung PLN meningkatkan pendapatan, setelah Presiden memutuskan tak akan menaikkan tarif dasar listrik sampai akhir tahun. Rencana ini juga muncul di tengah kabar PLN yang tengah limbung karena terlilit utang proyek.

Kondisi keuangan perusahaan pelat merah ini memang sedang kembang-kempis. Menteri Keuangan Sri Mulyani sampai mengirim surat kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno dan Direktur Utama PLN Sofyan Basir soal utang perusahaan ini. Surat yang menyatakan PLN berisiko gagal bayar itu beredar ke publik pada September lalu. Beban itu antara lain timbul karena PLN harus menggarap beberapa proyek pembangkit 35 ribu megawatt.

Sampai Juni 2017, PLN membukukan pendapatan Rp 122 triliun. Bandingkan dengan beban usahanya yang mencapai Rp 128 triliun plus utang jatuh tempo tiga tahun ke depan sebesar Rp 186,09 triliun. Menilik beban yang lebih tinggi, PLN sepertinya harus lebih mengencangkan ikat pinggangnya.

PLN tidak boleh mencari upaya gampangan, apalagi terkesan menjebak konsumennya, demi mendongkrak pendapatan dengan cara membuka lebar keran setrum pelanggan rumah tangga. Dari total 66,63 juta konsumen listrik, 85 persen di antaranya memang pelanggan rumah tangga.

Ketimbang menempuh upaya ini, Kementerian Energi seharusnya meminta PLN berfokus melakukan efisiensi. Harus dicari strategi lain di luar upaya efisiensi yang sudah dilakukan selama ini, tak selalu harus memangkas biaya produksi. Pemerintah juga sebaiknya meninjau ulang program 35 ribu megawatt jatah PLN yang ambisius dan menggerus kas perusahaan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus