Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lebaran sudah berlalu, I Putu Sudiartana, anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Demokrat, belum juga diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai tersangka. Bukan semata persoalan hari libur dan cuti bersama Idul Fitri, itu karena Putu Leong—demikian panggilan I Putu Sudiartana—mengalami stres berat. Di sel tahanannya, dia terus gemetaran.
Bisa dipahami betapa kalutnya Putu Leong sejak dia dimasukkan ke sel tahanan Kepolisian Resor Jakarta Selatan, setelah ditangkap komisi antirasuah pada Selasa malam dua pekan lalu. Sehari sebelumnya, bersama anggota Komisi Hukum DPR lainnya, Putu Leong ikut berbuka puasa dengan pimpinan KPK.
Seusai foto bersama, dia meminta berfoto dengan Ketua KPK Agus Rahardjo. Mungkin sekadar kenang-kenangan. Bisa jadi untuk meyakinkan orang bahwa dia dekat dengan pemimpin KPK. Sebelumnya, Putu Leong melakukan "pencitraan" beruntun. Dia bersuara lantang agar Teman Ahok diperiksa dalam kasus pemberian dana Rp 30 miliar dari pengembang. Di Bali, di hadapan pemilihnya, Putu Leong sesumbar tak pernah mengambil gajinya sebagai anggota Dewan karena hidupnya sudah cukup mapan.
Ternyata Putu Leong tersangkut kasus korupsi. Malam itu penyidik Komisi menyita uang Rp 390 juta dari rumahnya. Juga bukti transfer dari bank. Leong menjadi tersangka kasus suap proyek 12 ruas jalan di Sumatera Barat yang memakai dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2016. Wakil Bendahara Umum Partai Demokrat ini diduga punya jaringan di Badan Anggaran DPR, tempat sejumlah anggaran diolah dan dimintakan persetujuan.
Putu Leong tercatat sebagai anggota DPR keenam dari Partai Demokrat yang tersangkut kasus korupsi. Meski partai pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono ini sudah melakukan tindakan tepat, yakni memecatnya dari kepengurusan partai, ada kesan Demokrat membela Putu. Misalnya, Ketua Dewan Pembina Amir Syamsuddin mengkritik cara penangkapan itu, yang menurut dia tidak menunjukkan terjadinya operasi tangkap tangan seperti biasanya. Bahkan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Rachland Nashidik menyebut penjelasan Komisi tentang operasi tangkap tangan itu sebagai pernyataan paling lemah dalam sejarah penangkapan oleh KPK.
Pembelaan petinggi Demokrat itu justru menimbulkan kecurigaan: apakah ada aliran dana dari Putu ke partai? Putu Leong adalah tokoh yang cepat melejit. Lelaki 45 tahun dengan dua istri ini berhasil meraih kursi DPR dengan suara terbanyak kedua di kalangan pemilih Demokrat di Bali, padahal dia ditaruh di nomor urut 7 pada Pemilihan Umum 2014. Tak berapa lama duduk di DPR, dia cepat berada di "lingkaran Cikeas", sebutan untuk kediaman Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam Musyawarah Nasional Demokrat di Bali pada 2015, Putu Leong pun didapuk sebagai wakil bendahara umum, jabatan yang strategis. Melihat rekam jejak ini, banyak orang curiga, jangan-jangan Putu Leong dimanfaatkan partai untuk mencari dana.
Siapa pun yang memanfaatkan, apakah partai atau cuma Putu Leong sendiri, sudah waktunya Partai Demokrat mawas diri dalam mengorbitkan kadernya. Penandatanganan pakta integritas tidak cukup. Kader yang diorbitkan harus dipantau apakah cuma bermodal pinter ngomong atau punya idealisme tinggi pada partai.
Kalau partai masih serampangan, jangan kaget jika terus terulang kasus serupa, satu per satu kadernya dicokok komisi antirasuah. Memalukan, bukan?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo