Didik J. Rachbini
Pengamat ekonomi dari Indef
Bidang ekonomi, keuangan, dan industri yang dinakhodai oleh Kwik Kian Gie mendapat kepercayaan yang cukup signifikan karena figur ini dinilai lantang ber-
suara tentang berbagai penyimpangan kebijakan ekonomi. Suaranya keras dan kritik dalam tulisannya bahkan sangat tajam sehingga mengundang simpati yang cukup luas. Kepercayaan ini menjadi modal dasar bagi Kwik sebagai nakhoda baru di bidang tersebut. Kepercayaan itu tidak merupakan cek kosong yang diberikan rakyat, tetapi tetap harus diisi dengan kebijakan dan program yang bermanfaat buat rakyat banyak.
Namun, apakah Kwik akan dapat menyelesaikan berbagai persoalan yang tengah dihadapi ekonomi Indonesia pada saat ini? Saya tak tahu jawabnya. Tapi saya tetap bersikap hati-hati dan skeptis terhadap figur Kwik yang cukup dipercaya banyak orang. Banyak contoh figur yang bersuara keras ternyata cuma tong kosong yang nyaring bunyinya karena tidak memiliki kemampuan manajerial dan kepemimpinan untuk menggerakkan roda organisasi. Tidak ada hubungan antara popularitas dan kemampuan manajerial serta kepemimpinan seseorang. Departemen bisa menjadi lumpuh karena pemimpinnya cuma bisa berseminar.
Di bidang ekonomi, persoalan yang dihadapi sangat pelik, sangat bervariasi, serta sangat bersifat teknis. Beberapa masalah yang harus dihadapi tidak lain adalah persoalan perbankan yang kusut, penanganan aset produktif yang berada di tangan BUMN, masalah BUMN, stagnasi sektor riil, kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan pekerja. Bidang ini ada di ujung tombak, yang memerlukan kombinasi orang yang mampu mengambil keputusan dan profesional yang berpengalaman di bidangnya. Tanpa figur yang tepat, pekerjaan yang memerlukan ketangkasan profesi dan kecekatan pengambilan keputusan akan terabaikan. Pertimbangan seperti ini tampaknya kurang mendapat perhatian. Yang terjadi adalah kompromi di antara kekuatan sosial politik dan sedikit mengabaikan masalah substansi yang riil.
Saya teringat Cory Aquino, yang dipercaya rakyat karena telah menjadi simbol untuk menumbangkan kediktatoran Marcos. Tapi kinerja kepemimpinannya ternyata sangat lemah karena perekonomian sangat lamban dipulihkan dan rakyat menderita cukup lama karena lemahnya kemampuan manajerial dan leadership dalam menangani masalah aktual di lapangan. Cory ternyata hanya tepat menjadi simbol perlawanan, bukan menjadi manajer dan negarawan yang tangguh untuk menyelesaikan masalah riil di lapangan.
Di Indonesia, persoalannya cukup kompleks karena kabinet yang ada ternyata tidak seperti yang diharapkan. Contohnya bidang pertambangan dan energi, yang terkait dengan beban subsidi minyak yang begitu besar, PLN yang hampir bangkrut, dan berbagai masalah korupsi di dalamnya. Tapi yang hadir di dalamnya adalah seorang jenderal yang sedang berada di puncak karir militer sehingga pertukaran ini cukup mahal bagi karir asalnya sendiri dan ketidaktepatan posisinya di departemen ini.
Apakah saya meragukan Bambang Yudhoyono? Sama sekali tidak. Jenderal ini terkenal mempunyai kemampuan analisis yang sangat tajam dan tergolong cendekiawan yang cekatan. Tetapi harga yang dibayar cukup mahal, baik karena karir militernya berhenti maupun proses waktu untuk belajar berbagai hal yang substansial mengenai bidang pertambangan dan energi. Bidang ini bahkan yang juga berhubungan dengan angka-angka perkonomian, terutama APBN, yang pemecahannya dalam bentuk kebijakan akan krusial serta tidak populer.
Bambang Sudibyo juga dipertanyakan orang dan bahkan dipersoalkan latar belakang keilmuannya sebagai orang mikro. Tidak banyak yang tahu kiprah Bambang karena kebanyakan karirnya ditumpahkan untuk bidang akademis. Tetapi saya melihat ada visi pada diri figur ini. Sehingga, dengan bantuan tim ekonomi yang kuat di bawahnya, persoalan keuangan, baik bidang moneter secara umum maupun anggaran negara secara khusus, akan dapat diatasi.
Jusuf Kalla adalah pengusaha yang berpengalaman memimpin perusahaan besar, sebagai warisan dari keluarga pendahulunya. Tidak cukup mudah mentransformasikan kemampuan pengelolaan bidang usaha dengan pengelolaan negara, yang memerlukan justifikasi teoretis dan akuntabilitas atas kebijakan yang dikeluarkan. Di sinilah kesulitan pertama yang akan dihadapi Jusuf Kalla sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan.
Menteri riset dan teknologi, yang biasanya diisi resi di bidang teknologi, sekarang diisi "resi"-nya Gus Dur, A.S. Hikam, yang dikenal sekadar sebagai pengamant sosial-politik. Padahal, di bawah kementerian negara ini dikenal banyak resi ilmu pengetahuan dan lembaga riset yang berpengalaman. Karena itu, dagelan ini kemudian dilihat sebelah mata oleh banyak pihak karena komprominya terkesan sangat dipaksakan. Ini dianggap dagelan Gus Dur dan refleksi rendahnya apresiasi Presiden terhadap masalah-masalah teknologi dan ilmu pengetahun.
Komunitas pertanian di Indonesia sudah sangat kuat dengan figur yang cukup banyak untuk diidentifikasi sebagai orang yang pantas memimpin Departemen Pertanian. Tetapi yang muncul tidak lain hanyalah sebuah nama entah dari mana asalnya, yang sekaligus menjadi pertanyaan besar komunitas pertanian yang sudah mapan. Hasil ini pun terkesan sebagai kompromi politik ketimbang pertimbangan profesional. Namun, kelemahan ini akan bisa dikurangi jika sosialisasi figur ini ke dalam dapat dilakukan dengan baik karena lapisan kedua dari departemen ini juga cukup kuat.
Kompromi tersebut akhirnya memang tidak bisa menghindari jumlah departemen dan kementerian yang semakin besar. Jadi, Gus Dur, yang biasanya banyak guyon dan dagelan serta tidak bisa ditebak, ternyata terkesan serius mimiknya setelah menjadi presiden. Tetapi produk-produknya ternyata dagelan juga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini