Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Toriq Hadad
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jangan coba cari Kali Item di peta Jakarta. Tidak akan ketemu. Jangan juga bertanya kepada Wakil Gubernur Jakarta Sandiaga Uno. Dia pasti menolak menjawab. Sandiaga akan bilang begini, "Jangan lagi panggil Kali Item, panggil Kali Sentiong."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bagi Sandiaga, penyebutan nama kali atau nama orang sama saja, itu seperti doa. "Kalau terus disebut Kali Item, ya dia akan item terus." Coba mulai sekarang dipanggil Kali Bersih, siapa tahu menjelang Asian Games "resep" Sandiaga terbukti benar.
Kali Item, eh, Kali Sentiong ini letaknya di dekat Wisma Atlet Asian Games 2018 di Kemayoran. Lantaran airnya hitam, juga alirannya tersendat, kali kecil itu mengeluarkan bau busuk menusuk. Tidak terbayangkan seandainya para atlet top Asia itu harus hidup dengan bau busuk begitu selama dua minggu. Kalau sampai terjadi, itu jelas kampanye buruk untuk Jakarta yang sudah bersolek dengan anggaran lebih Rp 6,5 triliun itu.
Ternyata sulit sekali mencari solusi yang jernih, untuk kali yang lebih tepat disebut peceren besar berukuran 20 x 685 meter itu. Gubernur Jakarta Anies Baswedan mengatakan kali itu item sejak bertahun-tahun lalu karena pengelola Jakarta yang dulu tidak memperhatikannya, itu warisan masa lalu. Ketua DPRD Jakarta Prasetyo Edi Marsudi kontan membalas dengan mengatakan gubernur lama sudah maksimal membersihkan kali itu. Tentu saja Edi Marsudi, politikus PDI Perjuangan itu, perlu membela Ahok, gubernur lama yang diusung partainya.
Harap maklum, buntut pertarungan pilkada Jakarta tahun lalu rupanya masih terbawa-bawa sampai ke Kali Item. Semua urusan masih disangkutpautkan dengan pertarungan Anies Baswedan versus Ahok. Apa pun yang dilakukan atas kali itu akhirnya disoroti dengan angle persaingan politik kubu pengusung Anies dan pembela Ahok.
Pemasangan waring atau jaring hitam, misalnya. Anies yakin jaring itu bisa mengurangi bau. Tapi kubu yang "anti" menyebut "kerudung hitam" itu sia-sia. Kalau kacamata politik ditinggalkan sebentar, dan pendapat ahli didengar, mungkin solusi yang datang akan lebih jernih. Beberapa ahli yakin bahwa solusi untuk Kali Item adalah membuat airnya mengalir. Air yang mengalir membuat oksigen lebih banyak terlarut dalam air. Oksigen menumbuhkan makhluk mikro yang menguraikan zat pencemar. Proses oksidasi terjadi, zat organik di sungai diuraikan menjadi air dan karbon dioksida. Singkatnya, jika air kali mengalir, baunya akan hilang.
Upaya "normal" itu barangkali makan waktu. Sedangkan pembukaan Asian Games tinggal 20 hari lagi. Maka jalan pintas perlu dicari, apalagi pemasangan waring kabarnya kurang efektif. Kementerian Pekerjaan Umum sedang mencoba mendorong aliran Kali Item ke Kali Sunter dengan pompa. Teknik flushing alias penggelontoran ini diharapkan bisa mengusir bau. Paling tidak untuk sementara waktu.
Jalan pintas lain juga dicoba untuk mengurangi kemacetan dan polusi udara Jakarta: menutup sebagian pintu tol. Sandiaga Uno yakin usaha ini akan membuat atlet lari maraton yang menempuh jalur Sudirman-Thamrin-Harmoni lebih nyaman bertanding. Satu usaha yang memang perlu.
Para atlet Asian Games barangkali akan selamat dari bau busuk Kali Item atau polusi udara Jakarta. Tapi semestinya upaya baik ini juga dipikirkan untuk warga Jakarta, "tuan rumah" Ibu Kota, setelah pesta olahraga mahal itu selesai.
Dari keruhnya Kali Item kita mesti belajar:
betapa sulitnya mencari solusi yang jernih, terutama kalau semua urusan diseret-seret ke kanal politik.