SEORANG orang muda duduk seperti ngelamun di sebuah gang.
Kebetulan gang dekat sebuah kampus ternama. Orang lain datang
mengajaknya bicara.
A: Anda mahasiswa?
B: Bukan. Tapi masih ada hubungan famili dengan mahasiswa, adik
ipar saya. Hitung-hitung masih keluarga mahasiswa, begitulah.
A: Sebenarnya saya cari mahasiswa untuk wawancara. Kalau tak
ada, anda pun lumayan. Masih punya hubungan dengan mahasiswa,
meski cuma hubungan keluarga. Bolehkah saya bertanya: adakah
pandangan anda tentang kampus?
B: Pandangan saya tentang kampus? Catat: kampus bak sebuah
asrama. Di situ para pencari ilmu bergelut dengan barang yang
dicarinya. Di situ ilmu ditata serapi-rapinya. Disimpan,
dipilah-pilah dalam tabung yang berbeda-beda, pendek kata
dipelihara. Bukan hanya itu, di dalam kampus ilmu
dikembang-biakkan. Di'breeding'lah, kalau anda setuju istilah
itu. Nah, sekumpulan para pencari ilmu yang bekerja-sama
membentuk 'dunia pergaulan' ilmiah, itulah yang bernama kampus.
Di situ orang saling mengasah untuk berbahasa secara tepat,
menjalankan pikirannya secara runtut, menajamkan analisa,
menjernihkan penalaran dan meluaskan wawasan . . .
A: Wuah! Seharusnya saya mencari anda untuk wawancara.
B : Mi]ikilah watak pencari ilmu yang tak lekas puas! Kampus
bisa digambarkan pula sebagai pabrik. Di hulunya ada perencanaan
dan lain-lain, di hilirnya ada produk yang bisa dinikmati. Di
tengah-tengahnya ada aksi baca, aksi coba, aksi tulis dan aksi
bicara. Lulus dari situ para ahli profesional akan menyumbangkan
darma baktinya kepada masyarakat. Di pihak lain, kampus adalah
pusat budaya. Di situ disemaikan tunas-tunas bangsa. Dan . . .
last but not least, ingatlah selalu: student today leader
tomorrow!
A: Wuah! Sekali lagi, seharusnya saya mencari anda untuk
wawancara.
B ù Sebab itu bicara soal kampus adalah bicara soal masa depan.
Soal mempersiapkan langkahlangkah ke depan. Ini bukan soal
bicara besar. Setiap bangsa mempersiapkan masa depannya dengan
kampus yang ia miliki. Tanpa kampus, suatu bangsa tak punya masa
depan. Anda tahu apa sebabnya? Sebabnya ialah karena di zaman
modern sekarang ini memiliki sifatnya sendiri yang khas: hanya
mereka yang menguasai ilmu pengetahuan yang memiliki masa depan.
A: Saya agak pening sedikit.
B: Itu risiko anda sebagai penanya!
A: Apa pendapat anda tentang aksi mahasiswa selama ini?
B : Anda pening tapi menjadi sedikit lebih pintar, terbukti
pertanyaan anda menjadi lebih sukar. Mahasiswa, sebagai anda
tahu, memang harus banyak aksi. Mereka toh lain dengan orang
kebanyakan. Mereka adalah makhluk masa depan, mereka mulai
berilmu. Jadi hemat saya lebih banyak aksi lebih baik. Aksi
baca, aksi coba, aksi tulis dan aksi bicara.
A: Apa saja yang mereka coba, baca, tulis dan hicarakan?
B: Anda bak memancing ikan di kolam renang. Tak apa. Para
mahasiswa itu sekarang mculbaca koran, terutama koran yang
memuat diri dan aktivitas mereka. Mereka menulis poster, mereka
tulisi tembok-tembok yang longgar dengan tulisan besar. Mereka
bicarakan kejadian-kejadian besar: isu politik. Dan mereka
mencobakan keberanian mereka.
A: Apa pemahaman anda tentang kampus cocok dengan tingkah-polah
mahasiswa tersebut?
B : Ini soal citra. Ulah seseorang banyak kaitannya dengan citra
orang tersebut tentang dirinya. Dan menghapus citra yang
dianggap salah, tak segampang disangka orang. Untuk itu
rata-rata orang perlu duduk di bangku kuliah enam tahun. Nah,
mahasiswa, dalam dinasnya sebagai 'pressure group' di tahun
enam-enam sempat menciptakan suatu citra yang gilang-gemilang.
Suatu citra dengan peranan yang gegap-gempita penuh cerita
tentang romantik-kepahlawanan. Lagi pula citra semacam itu
memang sekaligus menjadi kemudahan bagi mereka untuk meniti
jenjang karir politik menjadi para pengatur. Kedudukan yang
didambakan. Mereka ini mencobakan lagi cara-cara para abangnya
dulu yang ternyata telah bergelimang dengan sukses. Menjadi
aktor politik karena kartu, jaket dan badge! Padahal,
kenyataannya titian ini sekarang sudah dicabut oleh
mereka-mereka juga.
A : Tapi menurut anda apakah 'peranan politik' mahasiswa
sekarang ini sudah haus? Apakah 'peranan politik' mahasiswa
tersebut menciderai (mengingkari, menghianati) hakikat kampus
itu sendiri?
B : Menciderai (dalam artian seperti ulah Yudas) mungkin tidak.
Tapi membuat cidera kehidupan kampus mungkin ya! Artinya fungsi
tertentu dari kampus tak bisa berjalan semestinya. Kalau
sehari-hari sibuk berdemonstrasi, bagaimana belajar
sehari-hari? Lagi pula apa kelebihan mahasiswa dari orang
kebanyakan, kalau mereka hanya bisa mengulang-ulang belaka?
A: Bagaimana anda bisa bilang aktivitas mahasiswa sekarang hanya
mengulang-ulang?
B: Begini ilustrasinya. Seorang montir yang banyak akal, memutar
otaknya untuk membuat mobil keluaran tahun 40-an tetap bisa
mengangkut orang. la lebih banyak menggunakan akal daripada
penalaran. Minatnya tertuju kepada upaya untuk menjalankan mobil
tersebut. Ia tidak berada dalam posisi untuk membuat mobil lain
yang ciri-cirinya lebih kuat dan hemat, misalnya. Jangkauan
seorang tukang memang praktis.
Tapi seorang ahli, dengan kemampuan penalarannya mengarungi
kemungkinan-kemungkinan baru melalui proses panjang dari
pengujian-pengujian dalam disiplin ilmunya.
Nah, para mahasiswa boleh turut bertepuk-tangan ketika dua
bersaudara Wright berhasil dengan mesin terbangnya. Tapi sebagai
orang yang hidup dalam tradisi kampus ia harus turut pula
menyelarni seluk-beluk penalaran dari putaran baling-baling yang
punya kekuatan mengangkat barang berat ke udara. Laju pula
jalannya. Tapi ini cuma ilustrasi.
A: Anda memang punyabanyak akal untuk menerangkan.
B : Terserahlah, saya memang bukan orang sekolah!
A: Lalu bagaimana pandangan anda tentang demonstrasi mahasiswa?
B : Baiknya saya kutipkan pandangan Bung Hatta yang dalam hal
ini berbeda pendapat dengan Bung Karno. 'Demonstrasi dan agitasi
gampang dilakukan. Sebab dadpadanya tidak dituntut suatu upaya
dan kerja yang konstan. Dengan agitasi kegirangan hati banyak
orang diladeni. Tapi sebenarnya tidak membentuk jiwa mereka.
Sebab itu, kegirangan semacam itu, cepat pula terhapus'.
A: Anda bermaksud mengatakan bahwa anda anti demonstrasi?
B: Tidak. 47 tahun yang lalu pun Bung Hatta sudah bilang bahwa
agitasi punya peranannya sendiri dalam perjuangan kemerdekaan.
Tapi Bung Hatta lebih menekankan pentingnya pendidikan.
A: Lalu menurut anda bagaimana seharusnya?
B: Dalam hubungan ini, keharusan kita satu-satunya adalah
keharusan pendidikan. Tak perlu ada yang cidera karena
pendidikan.
A: Termasuk pendidikan itu sendiri.
B : Anda tahu benar ujungnya!
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini