Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Kampus O Kampus!

Kampus dapat digambarkan sebagai pabrik. ada perencanaan hasil yang dapat dinikmati, ada aksi baca, tulis dan bicara. peranan politik mahasiswa mengkhianati hakikat kampus. hanya mengulang aktivitas.

8 Desember 1979 | 00.00 WIB

Kampus O Kampus!
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
SEORANG orang muda duduk seperti ngelamun di sebuah gang. Kebetulan gang dekat sebuah kampus ternama. Orang lain datang mengajaknya bicara. A: Anda mahasiswa? B: Bukan. Tapi masih ada hubungan famili dengan mahasiswa, adik ipar saya. Hitung-hitung masih keluarga mahasiswa, begitulah. A: Sebenarnya saya cari mahasiswa untuk wawancara. Kalau tak ada, anda pun lumayan. Masih punya hubungan dengan mahasiswa, meski cuma hubungan keluarga. Bolehkah saya bertanya: adakah pandangan anda tentang kampus? B: Pandangan saya tentang kampus? Catat: kampus bak sebuah asrama. Di situ para pencari ilmu bergelut dengan barang yang dicarinya. Di situ ilmu ditata serapi-rapinya. Disimpan, dipilah-pilah dalam tabung yang berbeda-beda, pendek kata dipelihara. Bukan hanya itu, di dalam kampus ilmu dikembang-biakkan. Di'breeding'lah, kalau anda setuju istilah itu. Nah, sekumpulan para pencari ilmu yang bekerja-sama membentuk 'dunia pergaulan' ilmiah, itulah yang bernama kampus. Di situ orang saling mengasah untuk berbahasa secara tepat, menjalankan pikirannya secara runtut, menajamkan analisa, menjernihkan penalaran dan meluaskan wawasan . . . A: Wuah! Seharusnya saya mencari anda untuk wawancara. B : Mi]ikilah watak pencari ilmu yang tak lekas puas! Kampus bisa digambarkan pula sebagai pabrik. Di hulunya ada perencanaan dan lain-lain, di hilirnya ada produk yang bisa dinikmati. Di tengah-tengahnya ada aksi baca, aksi coba, aksi tulis dan aksi bicara. Lulus dari situ para ahli profesional akan menyumbangkan darma baktinya kepada masyarakat. Di pihak lain, kampus adalah pusat budaya. Di situ disemaikan tunas-tunas bangsa. Dan . . . last but not least, ingatlah selalu: student today leader tomorrow! A: Wuah! Sekali lagi, seharusnya saya mencari anda untuk wawancara. B ù Sebab itu bicara soal kampus adalah bicara soal masa depan. Soal mempersiapkan langkahlangkah ke depan. Ini bukan soal bicara besar. Setiap bangsa mempersiapkan masa depannya dengan kampus yang ia miliki. Tanpa kampus, suatu bangsa tak punya masa depan. Anda tahu apa sebabnya? Sebabnya ialah karena di zaman modern sekarang ini memiliki sifatnya sendiri yang khas: hanya mereka yang menguasai ilmu pengetahuan yang memiliki masa depan. A: Saya agak pening sedikit. B: Itu risiko anda sebagai penanya! A: Apa pendapat anda tentang aksi mahasiswa selama ini? B : Anda pening tapi menjadi sedikit lebih pintar, terbukti pertanyaan anda menjadi lebih sukar. Mahasiswa, sebagai anda tahu, memang harus banyak aksi. Mereka toh lain dengan orang kebanyakan. Mereka adalah makhluk masa depan, mereka mulai berilmu. Jadi hemat saya lebih banyak aksi lebih baik. Aksi baca, aksi coba, aksi tulis dan aksi bicara. A: Apa saja yang mereka coba, baca, tulis dan hicarakan? B: Anda bak memancing ikan di kolam renang. Tak apa. Para mahasiswa itu sekarang mculbaca koran, terutama koran yang memuat diri dan aktivitas mereka. Mereka menulis poster, mereka tulisi tembok-tembok yang longgar dengan tulisan besar. Mereka bicarakan kejadian-kejadian besar: isu politik. Dan mereka mencobakan keberanian mereka. A: Apa pemahaman anda tentang kampus cocok dengan tingkah-polah mahasiswa tersebut? B : Ini soal citra. Ulah seseorang banyak kaitannya dengan citra orang tersebut tentang dirinya. Dan menghapus citra yang dianggap salah, tak segampang disangka orang. Untuk itu rata-rata orang perlu duduk di bangku kuliah enam tahun. Nah, mahasiswa, dalam dinasnya sebagai 'pressure group' di tahun enam-enam sempat menciptakan suatu citra yang gilang-gemilang. Suatu citra dengan peranan yang gegap-gempita penuh cerita tentang romantik-kepahlawanan. Lagi pula citra semacam itu memang sekaligus menjadi kemudahan bagi mereka untuk meniti jenjang karir politik menjadi para pengatur. Kedudukan yang didambakan. Mereka ini mencobakan lagi cara-cara para abangnya dulu yang ternyata telah bergelimang dengan sukses. Menjadi aktor politik karena kartu, jaket dan badge! Padahal, kenyataannya titian ini sekarang sudah dicabut oleh mereka-mereka juga. A : Tapi menurut anda apakah 'peranan politik' mahasiswa sekarang ini sudah haus? Apakah 'peranan politik' mahasiswa tersebut menciderai (mengingkari, menghianati) hakikat kampus itu sendiri? B : Menciderai (dalam artian seperti ulah Yudas) mungkin tidak. Tapi membuat cidera kehidupan kampus mungkin ya! Artinya fungsi tertentu dari kampus tak bisa berjalan semestinya. Kalau sehari-hari sibuk berdemonstrasi, bagaimana belajar sehari-hari? Lagi pula apa kelebihan mahasiswa dari orang kebanyakan, kalau mereka hanya bisa mengulang-ulang belaka? A: Bagaimana anda bisa bilang aktivitas mahasiswa sekarang hanya mengulang-ulang? B: Begini ilustrasinya. Seorang montir yang banyak akal, memutar otaknya untuk membuat mobil keluaran tahun 40-an tetap bisa mengangkut orang. la lebih banyak menggunakan akal daripada penalaran. Minatnya tertuju kepada upaya untuk menjalankan mobil tersebut. Ia tidak berada dalam posisi untuk membuat mobil lain yang ciri-cirinya lebih kuat dan hemat, misalnya. Jangkauan seorang tukang memang praktis. Tapi seorang ahli, dengan kemampuan penalarannya mengarungi kemungkinan-kemungkinan baru melalui proses panjang dari pengujian-pengujian dalam disiplin ilmunya. Nah, para mahasiswa boleh turut bertepuk-tangan ketika dua bersaudara Wright berhasil dengan mesin terbangnya. Tapi sebagai orang yang hidup dalam tradisi kampus ia harus turut pula menyelarni seluk-beluk penalaran dari putaran baling-baling yang punya kekuatan mengangkat barang berat ke udara. Laju pula jalannya. Tapi ini cuma ilustrasi. A: Anda memang punyabanyak akal untuk menerangkan. B : Terserahlah, saya memang bukan orang sekolah! A: Lalu bagaimana pandangan anda tentang demonstrasi mahasiswa? B : Baiknya saya kutipkan pandangan Bung Hatta yang dalam hal ini berbeda pendapat dengan Bung Karno. 'Demonstrasi dan agitasi gampang dilakukan. Sebab dadpadanya tidak dituntut suatu upaya dan kerja yang konstan. Dengan agitasi kegirangan hati banyak orang diladeni. Tapi sebenarnya tidak membentuk jiwa mereka. Sebab itu, kegirangan semacam itu, cepat pula terhapus'. A: Anda bermaksud mengatakan bahwa anda anti demonstrasi? B: Tidak. 47 tahun yang lalu pun Bung Hatta sudah bilang bahwa agitasi punya peranannya sendiri dalam perjuangan kemerdekaan. Tapi Bung Hatta lebih menekankan pentingnya pendidikan. A: Lalu menurut anda bagaimana seharusnya? B: Dalam hubungan ini, keharusan kita satu-satunya adalah keharusan pendidikan. Tak perlu ada yang cidera karena pendidikan. A: Termasuk pendidikan itu sendiri. B : Anda tahu benar ujungnya!

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus