Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Kaum Minoritas, Tirani Mayoritas

"Caleg" mencampakkan Syiah dan Ahmadiyah. Mereka takut kehilangan suara mayoritas.

7 April 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MUNGKINKAH muncul wakil rakyat dari warga Syiah di negeri ini? Harapan itu masih jauh panggang dari api. Jangankan ada yang berani mengaku "saya caleg warga Syiah", urusan mencoblos dalam pemilu pekan ini saja tak mudah bagi kaum minoritas itu. Terutama untuk warga Syiah asal Sampang, Madura, yang sampai sekarang menyandang status pengungsi.

Ada 235 pengungsi Syiah yang tinggal di Rusunawa Puspa Agro, Sidoarjo. Dari jumlah itu, 147 orang mempunyai hak pilih. Mereka jelas punya hak, tapi bukan kemudahan menggunakannya. Di "tempat pengasingan" itu, mereka tak akan menemukan calon yang sesuai dengan hati nurani. Soalnya, ketika didaftarkan sebagai pemilih, mereka ini warga Sampang. Kampung halaman warga Syiah itu kini seakan-akan kota "terlarang" untuk mereka datangi kembali. Rumah mereka pun di sana sudah tinggal puing dan arang dibakar perusuh.

Komisi Pemilihan Umum Jawa Timur sudah menyiapkan langkah agar suara pengungsi tak hilang. Pengungsi Syiah disarankan menggunakan formulir A5 atau surat pindah pilih. Warga tak berminat mengurusnya. Akhirnya, KPU Jawa Timur meminta KPU Kabupaten Sampang menguruskan formulir A5 itu untuk dikirim ke KPU Kabupaten Sidoarjo. Tak mudah, karena 62 orang bermasalah lantaran nama dan alamatnya sama dengan warga Sampang yang bukan Syiah.

Andaikan urusan tetek-bengek itu beres, toh kaum minoritas ini hanya akan mencoblos "caleg" atau partai yang tak pernah membela mereka. Selama masa kampanye, tak satu pun partai atau "caleg" yang berani membela warga Syiah. Para calon legislator akan berpikir seribu kali untuk membela kaum minoritas karena khawatir kehilangan suara kaum mayoritas.

Inilah tragedi kemanusiaan kaum minoritas. Bukan cuma warga Syiah, warga Ahmadiyah di Nusa Tenggara Barat yang kini mengungsi di Mataram mengalami nasib yang sama. Bedanya, warga Ahmadiyah itu sudah punya kartu penduduk setempat karena sudah delapan tahun mengungsi. Dari 118 pengungsi Ahmadiyah, ada 71 warga yang punya hak pilih. Adapun Syiah Sampang baru dua tahun berstatus pengungsi dan mereka memang ingin kembali ke kampung halamannya.

Demi menjaga pluralisme bangsa, harus ada yang mewakili kaum minoritas di lembaga legislatif. Jikapun tidak di pusat-karena harus mengumpulkan ratusan ribu suara-mereka semestinya punya wakil di dewan perwakilan rakyat provinsi, kabupaten, atau kota. Tentu ini cukup sulit. Pasti tak ada warga minoritas yang berani berjuang lewat jalur politik. Jikapun ada, partai mana yang mau mengakui keberadaan kaum minoritas yang bermasalah karena perbedaan keyakinan ini? Selama kebijakan politik pemerintah tak memberi ruang kepada kaum minoritas, selama itu pula keterwakilan politik mereka menjadi masalah tanpa solusi. Selama itu pula pluralisme kita pada dasarnya masih "semu".

Gagasan untuk membuat daerah pemilihan khusus yang bukan berdasarkan teritorial, melainkan "kesamaan ideologi", hanya menyelesaikan soal mencoblos, tapi tidak memperbaiki timpangnya pluralisme kita. Ide ini pun rumit, perlu aturan khusus.

Lebih baik pemerintah menegaskan aturan bahwa negara menjamin perbedaan ideologi, termasuk dalam berkeyakinan dan menjalankan ibadah. Kemajemukan harus tetap dipelihara di negeri ribuan pulau ini. Kalau penghormatan kepada minoritas sudah surut dan negara sedemikian lemahnya, kaum minoritas akan semakin terpinggirkan. Jangankan punya wakil di lembaga legislatif, punya tempat tinggal yang tenang saja sulit. Tragis. Mereka terus-menerus menjadi pengungsi di tanah airnya sendiri.

berita terkait di halaman 48

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus