Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Ke Mana Setelah Musharraf

Presiden Pakistan Pervez Musharraf mundur. Tanpa musuh bersama, koalisi terancam pecah.

25 Agustus 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEKUASAAN militer tak pernah bisa awet menga­wal demokrasi. Juga di Pakistan. Pervez Mu­sharraf hanyalah bukti kesekian tentang bagaimana tindakan mengkudeta pemerintah yang dibangun lewat pemilihan umum yang sah hanya mencatatkan namanya pada daftar diktator.

Jenderal yang menggulingkan pemerintah Nawaz Sharif sembilan tahun silam itu pada akhirnya mundur dari kursi presiden, pekan lalu. Musharraf bak memutar jarum sejarah. Ia mengulangi kelakuan Jenderal Zia ul-Haq, yang menjatuhkan Zulfikar Ali Bhutto, pada 1977. Alasannya sama: pemerintah telah korup.

Hanya, tak seperti Zia ul-Haq, Musharraf tak menghukum gantung musuh politiknya. Ia justru menjanjikan ”demokrasi yang sesungguhnya” bagi Pakistan, dan menyatakan tak akan berlama-lama memegang kekuasaan.

”Demokrasi sesungguhnya” ala Musharraf adalah mencanangkan devolusi—pemberian kekuasaan ke lembaga di tingkat bawah. Ia memperkenalkan sistem tiga pilar dewan perwakilan sampai tingkat distrik dan desa. Tiga pilar itu adalah buruh, tani, dan perempuan sebagai tiang utama dewan. Ia juga mendesentralisasi birokrasi demi terpenuhinya tuntutan masyarakat.

Gagasan ini tentu saja bagus. Tapi, dalam prakteknya, nepotisme tumbuh subur. Sebagai penguasa militer, ia menunjuk lebih dari 200 tentara—masih aktif ataupun sudah pensiun—untuk duduk di berbagai jabatan sipil, dari pusat hingga daerah. Ia sendiri pada mulanya menolak melepaskan jabatan panglima angkatan bersenjata—langkah yang mengundang demonstrasi besar di seluruh Pakistan.

Tragedi 11 September kemudian menempatkan Mu­sharraf sebagai sekutu terdekat Amerika Serikat dalam perang melawan terorisme. Dengan imbalan lebih dari US$ 10 miliar (sekitar Rp 97 triliun), ia mengejar kelompok-kelompok fundamentalis yang dekat dengan Taliban. Aksi teror bukannya berkurang, melainkan justru ber­tambah.

Popularitasnya yang terjun bebas dipertajam oleh beberapa kesalahan politik fatal. Ia memecat 60 hakim agung, memberlakukan keadaan darurat, merekayasa agar terpilih kembali sebagai presiden, dan tak membiarkan tim independen menyelidiki kematian Benazir Bhutto. Maka, ketika partainya kalah telak pada pemilihan umum, Maret lalu, koalisi kelompok oposisi pun merancang pemakzulannya.

Upaya pemakzulan menemukan momentum di tengah memburuknya perekonomian negeri itu. Sekitar 28 per­sen dari 169 juta penduduk hidup di bawah garis kemiskin­an. Inflasi melaju sampai 25 persen. Pasar saham di Karachi anjlok 35 persen sejak April lalu. Harga pangan dan bahan bakar melonjak.

Satu hal lagi: panglima angkatan bersenjata yang baru, Jenderal Ashfaq Kayani, berjanji menjauhkan militer dari politik. Lengkap sudah keterasingan Musharraf. Presiden yang menyebut diri penyelamat Pakistan itu pun tak bisa menyelamatkan kekuasaannya. Dengan menunduk, ia mengatakan, ”Sekarang saya menyerahkan masa depan saya kepada rakyat.”

Ternyata, tak mudah mencari pengganti Musharraf. Koalisi Partai Rakyat Pakistan (PPP) pimpinan Asif Zar­dari, suami mendiang Benazir, dengan Partai Liga Muslim Pakistan-N (PML-N) pimpinan Nawaz Sharif justru terancam pecah. Dulu mereka bersatu karena memiliki musuh bersama: Musharraf. Kini mereka berebut kursi presiden.

Jika konflik memuncak, bukan tak mungkin militer, yang enggan berpolitik, kembali turun gelanggang. Dari jauh kita cemas, militer sekali lagi akan menyabot demokrasi di Pakistan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus