Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Kecongkakan matematika

Madel metamatika yang dirangkaikan dgn sistem dinamika yang dikembangkan telah melanda indonesia. dalam prakteknya penerapan analisa matematik dan analisa sistem sering bekerja dengan data-data yang dikarang.

21 Februari 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEPINGIN tahu rumusan matematika dari Garis-Garis Besar Haluan Negara? Jangan kaget kalau saya beritahu bahwa ada ahli kita sedang berusaha menyusunnya. Tidak percaya ada matriks dan analisa vector tentang pola dasar pembangunan masyarakat desa? Dokumen itu kini sudah jadi primbonnya pengambil kebijaksanaan. untuk menentukan tipologi desa swakarya, desa swadaya dan desa swasembada. Masih banyak lagi: ada model sistim dinamika dari pola pengembangan air minum Jawa Barat, ada analisa sistim tentang proyek pasang surut di Kalimantan dan lain sebagainya. Semuanya dilengkapi dengan paket program komputernya. Memang bukan main. Sejak Jay Forester dari Massachusetts Institute of Technology main-main dengan model matematik yang dirangkaikan dengan metode sistim dinamika yang ia kembangkan itu, gemanya telah melanda ke mana-mana. Apalagi sejak promosi sim-salabim ini diledakkan lewat terbitnya The Limit to Growth yang kontroversial. Laporan pertama untuk Club of Rome itu telah meramal nasib umat manusia dengan memanipulir data-data statistik. Lewat model-model sistim dinamika yang direka-reka lewat macam-macam skenario. Hasilnya gegeran ilmiah. Ada yang menyanjung, mengulas, mengkritik, maupun mencemoohkan upaya spektakular itu. Bertekuk Lutut Di Indonesia secara mentakjubkan gema pendebatan sistim ini juga telah melanda kalangan sarjana kita. Japamantra (rittuals) pendekatan sistim tidak hanya digandrungi sarjana-sarjana dari disiplin eksakia, tetapi juga dari kalangan noneksakta. Lihatlah betapa pengaruh pendekatan ini dalam administrasi manajemen biologi, environment dan sebagainya. Ilmu-ilmu sosial juga telah turut serta bertekuk-lutut. Sejak statistika berkembang dengan pesat, sepertinya ada operasi penaklukan besar-besaran atas ilmu-ilmu lain oleh matematika ini. Walaupun disiplin-disiplin lain yang tertaklukkan itu suka menghibur diri dengan mengatakan bahwa "ah, matematika kan cuma budak yang baik saja dari ilmu lain". Dari sudut manapun orang melihat, jelas kecenderungan ini telah mengembangkan sikap congkak matematika. Dengarlah pernyataan-pernyataan sarjana matematika yang mengatakan bahwa: 'dengan model matematika semua gejala sosial, ekonomi politik bahkan apa saja dapat dipertelakan secara jelas dan gamblang". Atau keyakinan para ahli analisa sistim yang beranggapan bahwa segala fenomena dunia ini dapat dipertelakan dalam satu total sistem yang lengkap dan dengan serba kejelasan tentang komponen-komponen, interelasinya serta dinamikanya. Bukan main. Bukan main. Dengan rada malu pada diri sendiri (karena saya juga seorang statistisi matematika) saya mencoba untuk merenung, mawas diri atas kecongkakan itu. Saya coba amati asas-pendekatan matematika dengan segala model dan sistim dinamikanya, sambil introspeksi. Benar juga. Sesungguhnyalah kecongkakan itu sangat memalukan. Sebab bila ahli matematika atau statistika itu jujur, sebenarnya dia tahu bahwa bekerjanya segala model matematik dan analisa sistim ini hanya berlaku sepanjang aci-acian atau asumsi yang mendasarinya itu terjadi benar. Dalam praktek tidak. Orang suka lupa bahwa setiap pentrapan matematika untuk analisa macam-macam fenomena ilmiah. Pertama-tama yang dilakukan adalah memagari, secara subjektip, ruang lingkup persoalan. Celakanya seringkali batasan itu kelewat sempit, dan kelewat sederhana. Tujuannya untuk memudahkan penyusunan model matematiknya. Penyederhanaan dengan aci-acian ini diciptakan sebagai bagian integral cara pendekatan matematis. Sementara itu dalam memilih model matematika, mereka cendcrung membentuk fungsi yang mudah dipecahkan, membatasi jumlah faktor-faktor pengaruh (variables) Serta mereka-reka hubungan dan dinamika antara komponen atas dasar idiologinya si ilmiawan Dus yang suka disebut fungsi ob- jektip itupun secara implisit subjektip pula adanya. Ideologi ilmiawan, yang digambarkan dalam hipotesa atau alternatip hipotesa yang terbatas, telah secara subjektip me- nyisihkan kemungkinan lain, yang secara teoritis dapat saja terjadi dalam rangkaian kemungkinan yang seringkali jauh lebih banyak Lagi pula pengkajian hipotesa tidak untuk memperbaiki model Pengkajian hipotesa hanya mampu mengatakan secara probabilistik bahwa model dapat diterima atau harus ditolak, titik. Bisa Ngelantur Lebih serius lagi, dalam praktek pentrapan analisa matematika dan analisa sistim, di Indonesia kita sering harus bekerja dengan data-data yang dikarang atau data-data yang sangat tidak dapat dipertanggungjawabkan. Betapapun hebatnya model itu, jika harus bekerja dengan kenyataan riil tentang data-data statistik kita, segala sim salabim ilmiah ini bisa ngelantur kemana-mana. Bagai-mana cara mengetahui bahwa model itu cocok untuk persoalan riil yang dihadapi? Diganggu data jelek apa tidak bekerjanya model ini? Bagaimana cara mengetahui adanya kesalahan memilih variabel kuncinya? Setelah menjelaskan bla-bla-bla tentang computer simulation test, analisa kepekaan (sensitivity analysis) dan sejenisnya, akibatnya toh harus tanya akal sehat si ahli dalam bidang ilmu yang dianalisa itu untuk menentukan penilaiannya. Astaga.....kalau demikian sih...... gamblis, kenapa mesti model matematik dibualkan secara berlebihan?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus