KEPINGIN tahu rumusan matematika dari Garis-Garis Besar Haluan
Negara? Jangan kaget kalau saya beritahu bahwa ada ahli kita
sedang berusaha menyusunnya. Tidak percaya ada matriks dan
analisa vector tentang pola dasar pembangunan masyarakat desa?
Dokumen itu kini sudah jadi primbonnya pengambil kebijaksanaan.
untuk menentukan tipologi desa swakarya, desa swadaya dan desa
swasembada. Masih banyak lagi: ada model sistim dinamika dari
pola pengembangan air minum Jawa Barat, ada analisa sistim
tentang proyek pasang surut di Kalimantan dan lain sebagainya.
Semuanya dilengkapi dengan paket program komputernya.
Memang bukan main. Sejak Jay Forester dari Massachusetts
Institute of Technology main-main dengan model matematik yang
dirangkaikan dengan metode sistim dinamika yang ia kembangkan
itu, gemanya telah melanda ke mana-mana. Apalagi sejak promosi
sim-salabim ini diledakkan lewat terbitnya The Limit to Growth
yang kontroversial. Laporan pertama untuk Club of Rome itu
telah meramal nasib umat manusia dengan memanipulir data-data
statistik. Lewat model-model sistim dinamika yang direka-reka
lewat macam-macam skenario. Hasilnya gegeran ilmiah. Ada yang
menyanjung, mengulas, mengkritik, maupun mencemoohkan upaya
spektakular itu.
Bertekuk Lutut
Di Indonesia secara mentakjubkan gema pendebatan sistim ini juga
telah melanda kalangan sarjana kita. Japamantra (rittuals)
pendekatan sistim tidak hanya digandrungi sarjana-sarjana dari
disiplin eksakia, tetapi juga dari kalangan noneksakta. Lihatlah
betapa pengaruh pendekatan ini dalam administrasi manajemen
biologi, environment dan sebagainya. Ilmu-ilmu sosial juga
telah turut serta bertekuk-lutut.
Sejak statistika berkembang dengan pesat, sepertinya ada
operasi penaklukan besar-besaran atas ilmu-ilmu lain oleh
matematika ini. Walaupun disiplin-disiplin lain yang
tertaklukkan itu suka menghibur diri dengan mengatakan bahwa
"ah, matematika kan cuma budak yang baik saja dari ilmu lain".
Dari sudut manapun orang melihat, jelas kecenderungan ini telah
mengembangkan sikap congkak matematika. Dengarlah
pernyataan-pernyataan sarjana matematika yang mengatakan bahwa:
'dengan model matematika semua gejala sosial, ekonomi politik
bahkan apa saja dapat dipertelakan secara jelas dan gamblang".
Atau keyakinan para ahli analisa sistim yang beranggapan bahwa
segala fenomena dunia ini dapat dipertelakan dalam satu total
sistem yang lengkap dan dengan serba kejelasan tentang
komponen-komponen, interelasinya serta dinamikanya. Bukan main.
Bukan main.
Dengan rada malu pada diri sendiri (karena saya juga seorang
statistisi matematika) saya mencoba untuk merenung, mawas diri
atas kecongkakan itu. Saya coba amati asas-pendekatan
matematika dengan segala model dan sistim dinamikanya, sambil
introspeksi. Benar juga. Sesungguhnyalah kecongkakan itu
sangat memalukan. Sebab bila ahli matematika atau statistika itu
jujur, sebenarnya dia tahu bahwa bekerjanya segala model
matematik dan analisa sistim ini hanya berlaku sepanjang
aci-acian atau asumsi yang mendasarinya itu terjadi benar. Dalam
praktek tidak. Orang suka lupa bahwa setiap pentrapan matematika
untuk analisa macam-macam fenomena ilmiah. Pertama-tama yang
dilakukan adalah memagari, secara subjektip, ruang lingkup
persoalan. Celakanya seringkali batasan itu kelewat sempit, dan
kelewat sederhana. Tujuannya untuk memudahkan penyusunan model
matematiknya. Penyederhanaan dengan aci-acian ini diciptakan
sebagai bagian integral cara pendekatan matematis. Sementara itu
dalam memilih model matematika, mereka cendcrung membentuk
fungsi yang mudah dipecahkan, membatasi jumlah faktor-faktor
pengaruh (variables) Serta mereka-reka hubungan dan dinamika
antara komponen atas dasar idiologinya si ilmiawan Dus yang suka
disebut fungsi ob- jektip itupun secara implisit subjektip pula
adanya.
Ideologi ilmiawan, yang digambarkan dalam hipotesa atau
alternatip hipotesa yang terbatas, telah secara subjektip me-
nyisihkan kemungkinan lain, yang secara teoritis dapat saja
terjadi dalam rangkaian kemungkinan yang seringkali jauh lebih
banyak Lagi pula pengkajian hipotesa tidak untuk memperbaiki
model Pengkajian hipotesa hanya mampu mengatakan secara
probabilistik bahwa model dapat diterima atau harus ditolak,
titik.
Bisa Ngelantur
Lebih serius lagi, dalam praktek pentrapan analisa matematika
dan analisa sistim, di Indonesia kita sering harus bekerja
dengan data-data yang dikarang atau data-data yang sangat tidak
dapat dipertanggungjawabkan. Betapapun hebatnya model itu, jika
harus bekerja dengan kenyataan riil tentang data-data statistik
kita, segala sim salabim ilmiah ini bisa ngelantur kemana-mana.
Bagai-mana cara mengetahui bahwa model itu cocok untuk
persoalan riil yang dihadapi? Diganggu data jelek apa tidak
bekerjanya model ini? Bagaimana cara mengetahui adanya kesalahan
memilih variabel kuncinya? Setelah menjelaskan bla-bla-bla
tentang computer simulation test, analisa kepekaan (sensitivity
analysis) dan sejenisnya, akibatnya toh harus tanya akal sehat
si ahli dalam bidang ilmu yang dianalisa itu untuk menentukan
penilaiannya. Astaga.....kalau demikian sih...... gamblis,
kenapa mesti model matematik dibualkan secara berlebihan?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini