Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Kedaulatan Mineral dan Batu Bara

Awal 2019 menjadi babak baru proses pelaksanaan Undang-Undang Mineral dan Batu Bara.

16 Januari 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
tempo/imam yunni

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Giri Ahmad Taufik
Kandidat PhD Griffith University

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Awal 2019 menjadi babak baru proses pelaksanaan Undang-Undang Mineral dan Batu Bara. Keberhasilan Inalum melakukan akuisisi terhadap saham Freeport Indonesia merupakan satu dari dua centang keberhasilan lainnya yang masih perlu diraih terkait dengan implementasi undang-undang itu, yakni pembangunan smelter dan perubahan bentuk hukum, dari rezim kontrak karya (KK) ke izin usaha pertambangan khusus (IUPK).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Salah satu centang keberhasilan yang tampaknya akan terealisasi dalam waktu dekat adalah perubahan status hukum operasi Freeport menjadi rezim IUPK. Berdasarkan Pasal 45 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010, menjelang dua tahun habisnya masa konsesi, Freeport dapat secara formal mengajukan hak opsi perpanjangan konsesinya dan tak bisa ditolak pemerintah tanpa alasan yang masuk akal. Adapun konsesi tersebut akan berakhir pada 2021. Tentu pengajuan perpanjangan itu juga harus disertai dengan penyesuaian terhadap ketentuan undang-undang tersebut, yang mengamanatkan perubahan menjadi rezim IUPK.

Perlu ditegaskan bahwa perubahan kontrak ke izin tidak boleh dipandang sebatas proses administrasi hukum, yakni pemerintah menerbitkan izin sebagai pengganti kontrak karya. Yang lebih substantif adalah bebasnya kedaulatan negara dari belenggu kontrak karya. Hal ini membebaskan pemerintah melaksanakan salah satu fungsi hak menguasai negara berdasarkan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, yakni kewenangan untuk mengeluarkan kebijakan, termasuk menentukan besaran pajak secara mandiri. Dalam konteks negosiasi dengan Freeport, hal ini berkaitan dengan pilihan sistem perpajakan yang akan digunakan, yakni menggunakan aturan yang berlaku pada satu waktu tertentu atau tetap. Tampaknya, sebagai bagian dari negosiasi divestasi, pemerintah telah memutuskan menerapkan sistem fiskal tetap. Saya berpendapat, jika keputusan ini dilakukan, justru menjadi kontraproduktif dan berpotensi mengganggu kepastian perpanjangan operasi Freeport.

Pengaturan sumber daya alam di Indonesia tunduk pada ketentuan yang digariskan konstitusi. Salah satu frasa yang penting dari rumusan Pasal 33 ayat 3 konstitusi adalah "dikuasai negara". Menurut hukum, penguasaan negara terhadap sumber daya alam dipandang sebagai pernyataan kedaulatan. Hal ini membawa konsekuensi bahwa negara memiliki klaim kewenangan untuk melakukan kontrol langsung ataupun tidak langsung terhadap pemanfaatan sumber daya alam demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dalam beberapa putusannya, Mahkamah Konstitusi telah secara konsisten memberi pengertian bahwa pelaksanaan hal "menguasai negara" meliputi lima fungsi, yakni mengeluarkan kebijakan, mengurus, mengatur, mengelola, dan mengawasi. MK menegaskan, kewenangan pemerintah mengontrol hak menguasai negara merupakan esensi terpenting dari konstitusionalitas sebuah pelaksanaan fungsi menguasai negara.

Contohnya, pelaksanaan fungsi mengelola, yang diwujudkan dalam kepemilikan saham, tidak terletak pada jumlah saham yang dipegang, tapi hak kendali perusahaan. Jadi, walaupun negara memiliki 51 persen saham, tanpa adanya hak kendali atas perusahaan, hal tersebut berpotensi tidak hanya bertentangan dengan Undang-Undang Mineral dan Batu Bara, tapi juga inkonstitusional.

Demikian pula ihwal fungsi membuat kebijakan, yang diwujudkan dalam kewenangan perpajakan. Pemindahan rezim kontrak ke izin harus dipahami dalam konteks membebaskan kewenangan negara dalam penerapan pajak, yang selama ini dibatasi oleh kontrak kerja. Salah satu manfaat praktisnya adalah negara dapat mengambil manfaat yang lebih besar ketika harga komoditas yang dieksploitasi melonjak drastis. Di negara lain, ketika harga komoditas pertambangan melompat tinggi, pemerintah acap kali menerapkan pajak durian runtuh (windfall profit tax). Pada sistem fiskal tetap, penerapan pajak seperti ini tidak dapat diterapkan.

Hal-hal tersebut wajib dipertimbangkan dengan cermat saat merumuskan kebijakan-kebijakan dalam penerapan Undang-Undang Mineral dan Batu Bara. Terlebih jika sudah berpindah menjadi rezim izin. Bagi masyarakat, salah satu keuntungan perubahan ke rezim izin adalah terbukanya peluang untuk menguji hasil negosiasi di depan hukum. Dalam hukum administrasi negara, izin, termasuk IUPK, merupakan obyek kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara.

Penetapan sistem fiskal tetap terhadap Freeport berpotensi melanggar Pasal 131 Undang-Undang Mineral dan Batu Bara, yang menetapkan bahwa ketentuan perpajakan dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Padahal peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan akan selalu berubah dari masa ke masa, bergantung pada kebijakan pemerintah dan parlemen, sehingga kebijakan perpajakan tidak dapat ditetapkan secara tetap (nail down). Pemerintah dan Freeport perlu melakukan perubahan kontrak menjadi izin untuk melaksanakan Undang-Undang Mineral dan Batu Bara.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus