Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Alex S.W. Retraubun
Setelah menanti lebih dari tiga tahun, babak baru dimulai. Akhir tahun lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menandatangani Peraturan Presi-den Nomor 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-pulau Kecil Terluar. Beleid ini pijakan untuk mena-ngani 92 pulau terluar yang jadi acuan batas-batas negara.
Keberadaan pulau-pulau itu sungguh penting. Di setiap pulau terdapat titik dasar yang dilegalkan lewat Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia. Titik dasar begitu penting dan strategis karena menjadi garis pangkal penarikan batas maritim de-ngan 10 negara tetangga. Bukan hanya Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kon-tinen,- batas teritorial laut juga ditentukan lewat titik dasar. Itu sebabnya titik dasar di pulau-pulau akan menen-tukan volume wilayah Indonesia.
Kasus Sipadan dan Ligitan serta sengketa Karang Unarang di Ambalat me-nunjukkan betapa perlunya Indonesia mengatur pengelolaan ke-92 pulau terluar. Soalnya, pulau terluar merupa-kan wilayah yang sangat dekat dengan ne-gara lain yang bisa jadi terisolasi dari wilayah Indonesia lainnya. Hal ini membuatnya ”potensial” diduduki secara illegal oleh negara lain.
Perbatasan juga selalu menyimpan po-tensi konflik yang cukup besar. Lihat- saja kasus nelayan kita yang menjadi ille-gal fishers di perairan Austra-lia. Sebaliknya, illegal fishers dari F-i-li-pina dan Thai-land cenderung da-tang ke perairan kita.
Dengan adanya peraturan presiden, wilayah di perbatasan akan mendapat perhatian. Walau luasnya hanya secuil dari keseluruhan wilayah Indonesia, pulau-pulau terluar akan dibangun.
Tentu, pola pengelolaan pulau-pulau terluar ber-beda dengan pulau pedalaman. Pendekatannya harus ber-basis kedaulatan (sovereignty) sekaligus ekonomi (pros-perity). Soalnya, hanya setengah dari jumlah pulau terluar saat ini dihuni oleh penduduk. Selebihnya masih ko-song yang tersebar di 19 provinsi dan 38 kabupaten. Un-tuk pulau yang berpenghuni, aspek sosial ekonomi-nya tentu menjadi fokus. Adapun untuk pulau yang kosong, pendirian simbol-simbol negara berupa mercu suar dan tugu menjadi aspek yang lebih penting.
Pengelolaan pulau terluar sangat luas spektrumnya. Itu sebabnya, perlu keterlibatan banyak instansi dan departemen. Tiap departemen seharusnya mengutamakan kepentingan negara. Menangani pulau-pulau terluar akan meringankan upaya menyelesaikan masalah-masalah di perbatasan, tapi tidak akan terjadi sebaliknya.
Sengketa sudah sering muncul. Hampir bersamaan de-ngan terbitnya peraturan presiden tersebut, kita juga di-kejutkan dengan masalah Gosong Niger di Kalimantan Ba-rat, yang berbatasan langsung dengan Malaysia. Ada juga berita tentang upaya pengembangan wisata secara ilegal oleh warga asing di Pulau Mangudu, Nusa Teng-gara Timur.
Kedua peristiwa ini seharusnya membuat kita makin waspada terhadap munculnya sengketa di wilayah perbatasan, khususnya di pulau-pulau terluar. Potensi ekonomi yang ada di sana jangan sampai justru dimanfaatkan oleh warga negara asing. Dalam kasus Pulau Mangudu sangat- terlihat betapa warga asing tak segan untuk melabrak aturan yang ada.
Dengan beristrikan warga setempat,- warga Australia tersebut membangun- sebuah resor yang sarat dengan pe-ngunjung asing. Dia bahkan membatasi warga setempat yang hendak mendekat di Pulau Mangudu. Selain tidak membayar pajak, dia diduga juga tidak memiliki izin sebagaimana mestinya.
Bermodal peraturan presiden tersebut, masalah seperti sumber daya alam, keimigrasian, lingkungan, inves-tasi, dan penegakan hukum di pulau-pulau terluar mestinya bisa diatasi. Per-lu dilakukan aksi bersama dan terpadu dari berbagai departemen untuk menertibkannya.
Yang amat mendesak dilakukan ada-lah melakukan survei toponimi (pe-namaan pulau) dan penelitian khusus- terhadap 92 pulau terluar. Karena mi-nimnya informasi dan profil tentang sebuah pulau, sering kali hal ini meng-undang konflik antarkabupaten seperti yang terjadi di Kabupaten Sangihe dan Talaud.
Buat mendorong pembangunan, sebaiknya pulau terluar atau perbatasan dimasukkan sebagai bagian dari perenca-naan nasional. Semua sumber daya dan upaya dapat dike-rahkan baik dari sisi pembiayaan maupun sumber daya ma-nusia yang melibatkan pemerintah maupun pemerintah daerah.
Pembiayaan bisa menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana ini memang dipakai untuk kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan priori-tas nasional. Pengelolaan pulau terluar atau perbatasan merupakan prioritas nasional, tapi wilayahnya di bawah yu-risdiksi daerah. Dengan cara ini, daerah tetap memi-liki komitmen mengurusi wilayahnya, dan pemerintah pusat juga bertanggung jawab atas pengelolaan pulau terluar atau perbatasan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo