PERNAH ditanyakan, apakah Kristus suka ketawa. Jawabannya tidak jelas, tapi orang tidak usah ragu-ragu tentang ketawa para pengikutnya. Ajaran Katolik begitu rumit, sehingga ketawa sulit dihindarkan. "Sakramen ada tujuh biji," kata Piece, "yaitu cinta, kepercayaan, dan harapan, dan dua itu memang satu." Waktu Piece ditanya mengenai pimpinan umat, jawabannya ialah Bapak Pous, Kerdanal, dan Mesdener, yang dalam bahasa Indonesia menjadi Bapak Paus, Kardinal dan, pelayan misa. Lelucon Katolik dua macam: satu mengenai orang (de personis), yang lain mengenai barang (de rebus). Sasaran utama: Bapak Paus sendiri. Waktu si Didi menganggur, dia mendengar Vatikan ialah rumah besar, pasti ada pekerjaan. Paus setuju, dan kasih tugas: pukul lima pagi mengetuk pintu kamar tidur dan bertutur, Bapak Paus, sekarang sudah pukul lima dan hari ini hari bagus. Gampang, kata si Didi. Hari pertama dia ketuk pintu dengan suara: Bapak Paus, sekarang sudah pukul lima dan hari ini hari bagus. Jawaban dari belakang pintu: ini hanya diketahui saya dan Tuhan. Boleh saja, pikir si Didi, tapi sesudah satu minggu dia mulai bosan - mengetuk pintu dan bilang Bapak Paus, sudah pukul lima dan hari ini hari bagus, ini hanya diketahui saya dan Tuhan. Aduh, kata si Didi, kalau begitu kamu berdua tidak tahu apa-apa - karena sekarang sudah pukul tujuh, dan di luar hujan deras! Sasaran lain ialah kaum Yesuit, yang jarang ketawa sehingga sering jadi barang ketawaan. Seorang Fransiskan mati dan masuk surga. Dia ketuk pintu, langsung masuk. Datang seorang Yesuit, tapi dia harus tunggu - surga harus dihias dulu. Mengapa dihias? Fransiskan heran. Saya tidak kalah sama dia, dan bagi saya surga tidak dihias. Pantas, kata Santo Petrus. Fransiskan masuk setiap hari, tapi Yesuit hanya sekali setahun. Yang lebih bagus lagi tentang dua Yesuit yang makan di rumah Pastor, dan hanya ada dua potong ayam di meja. Ada telepon, sehingga Pastor harus keluar, dan waktu pulang dengan heran dia melihat kedua potong ayam sudah habis. Dia tidak bilang apa-apa tapi waktu jalan di kebun, meninjau kandang ayam, satu Yesuit bilang, coba lihat, betapa gagah perkasa sang jago. Tidak heran, kata Pastor, dua dari anak-anaknya baru masuk Yesuit. Juga Projo tidak luput dari humor catholicus. Seorang pastor Projo mempunyai burung perkutut yang terbang bebas dalam rumah dan menjengkelkan pembantu, seorang nini yang suka iri sama perkutut - karena sang pastor sering marah sama Nini tapi selalu baik sama perkutut. Pernah sang perkutut membuang air besar yang kecil di pinggir piring makan sang pastor. Coba lihat, kata Nini, saya ingin tahu apa yang dikatakan Pastor andai kata saya berbuat begitu. Pastor Projo lain pernah mengumpulkan uang (kolekte, bagian utama dari upacara ibadat) dan mengedarkan topinya keliling supaya diisi sumbangan. Waktu topi kembali pada tempat semula, dia melihat dengan heran bahwa topi itu kosong. Lantas dia berdoa, Tuhan, syukurlah, mereka memberikan kembali topi itu, biarpun kosong. Waktu pastor itu didatangi pendeta, yang minta uang untuk pembangunan gereja Protestan yang baru, Pastor bilang: sulit memberi uang untuk gereja yang baru, tapi bersedia memberi uang untuk gereja lama yang harus dibongkar dulu. Pernah sang pastor didatangi dua pelaut yang minta misa untuk teman yang meninggal. Harus dengan lilin mana? tanya Pastor. Terserah, kata dua pelaut. Begini, kata pastor: ada lilin berwarna putih, ada lilin berwarna kuning yang putih bagi mereka yang tak pernah main perempuan, yang kuning bagi yang nakal. Dua pelaut berunding dulu. Seterusnya bilang, kami minta lilin putih tapi sedikit tercampur kuning. Lain kali sang pastor dipanggil karena seorang pelaut yang suka main perempuan mau meninggal. Kalau mau masuk surga, kata Pastor, engkau harus menyesal. Bagaimana saya bisa menyesal? Tidak ada hal lebih bagus dari main perempuan, kata sang pelaut. Apa engkau bisa menyesal bahwa engkau tidak bisa menyesal? tanya Pastor. Bisa, kata Pelaut yang, sesudah itu, meninggal dan masuk surga. Sang pastor, waktu mendengarkan pengakuan dosa, selalu meletakkan jam tangan di meja. Sang pelaut, yang mau mengaku dosa, mencuri arloji itu, dan mengaku dosanya: saya mencuri arloji. Engkau harus memberikan arloji itu kepada si pemilik, kata Pastor. Apakah saya boleh memberikan arloji kepada Pastor? Tidak, kata Pastor. Sang pemilik tidak mau menerima arloji itu, kata Pelaut. Kalau begitu, simpanlah saja arloji itu, karena engkau tidak berdosa. Semua cerita itu, yang bisa ditambah dengan puluhan lain, lebih bersifat komik daripada humor. Humor sejati harus dicari dalam riwayat hidup para santo seperti Ibu Maria, Santo Yusup, Santo Antonius, dan akhirnya Santo Ignatius. Seperti misalnya Thomas More, Chancellor of the King, yang waktu dipenggal lehernya bilang sama algojo: coba, tolonglah naik panggung, coming down, I can shift for myself - humor sedikit sinis, kalau diingat bahwa kepala sesudah dipenggal jatuh otomatis dari panggung. Kierkegaard mengatakan, humor ialah daerah sebelah dekat daerah agama. Kalau ditanya, apakah Kristus suka ketawa, secara a priori bisa dijawab, dalam hidupnya (seperti dijelaskan Okke Jager) ada humor, ketawa atau senyum, suatu kegembiraan antara senyum dan tangis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini