AKU berasal dari sebuah negeri gila, tempat lotere jadi bagian pokok kenyataan, tulis Jorge Luis Borges dalam sebuah dongengnya. Dan ia mengisahkan Babilion. Tapi Borges tak bercerita tentang negeri dan keindahan Babilion. Ia mengisahkan gila itu. Di setiap negeri, di setiap tempat dam masa hidup, ada keteraturan dan ada kebetulan. Namun, di Babilion, yang berlaku bukanlah keteraturan. Yang berlangsung sepenuhnya adalah kebetulan. Lotere adalah "intensifikasi kebetulan", kata Borges. Bahwa angka 2-0 yang kita tebak dari suatu pertandingan bola (yang tak kita ketahui kekuatannya) ternyata benar, bahwa angka 657802 (yang taka ada artinya, tapi kita pilih) ternyata mujur, itu bukanlah sesuatu yang bisa diatur. Angka pilihan itu toh berada dalam deretan sejumlah besar angka lain -- deret yang taka terbatas. Yang kita pilih juga tak istimewa. Ia tak mencolok. Ia sekedar yang "dicoba". Maka, bila dalam hidup sehari-hari kita kadang main coba-coba dan untung-untungan, lotere adalah intensifikasi dari coba-coba. Memang mengasyikan. Suspens itu mendag-dig-dugkan kita, karena kita cuma bisa harap-harap cemas. Tak ada hukum dan taka ada rumus yang berlaku. Kita terombang-ambing. Kita takut tapi sekaligus senang -- seperti anak bermain rolerkoster, menembus lorong panjang yang gelap. Kita taka lagi punya kontrol terhadap apa yang akan terjadi. Yang kita alami adalah, dalam kata-kata Borges, khaos, atau kekacauan, "yang sekali-sekali berbaur masuk kosmos". Sekali-sekali. Kata itu benar, mula-mula. Tapi perlahan-lahan ia semakin dilupakan. Orang ramai menebak. Oarang asyik bertaryh. Orang penasaran. Lotere masuk ke psike. Lotere mengendap ke hati. Lembaran-lembaran tebakan tergantung di kesadaran. Angka-angka bergadang di kamar tidur. Hampir 24 jam kita berjalan seraya mimpi atau bermimpi seraya berjalan, dalam sebuah parade simnabulis yang tak terlihat. Dan di dalam diri kita, kekacauan pun akhirnya tidak lagi hanya "sekali-sekali" berbaur ke kosmos. Kekacauan perlahan-lahan menjadi ciri dari kosmos. Di dalam keadaan itu, intensifikasi kebetulan -- yang ada dalam permainan lotere -- telah menjadi total. Kosmos adalah khaos. Ketidakteraturan, itulah yang semakin dilihat tersembunyi menggerakkan tiap peristiwa di alam semesta. Dengan kata lain, pada akhirnya adalah ketidakpastian. Bila faktor kebetulan telah menggantikan segalanya apa yang akan tejadi nanti, apa yang terjadi besok, 100% tak bisa diperhitungkan. Orang bhkan tak bisa lagi bisa menyusun teori probabilitas. Dadu yang dilempar tiap kali seperti berubah jumlah sisinya. Hukum sebab dan akibat pun tak diberlakukan lagi. Kemungkinan bahwa saya besok akan dapat gaji (karena ini sudah tanggal 27) sama besarnya dengan kemungkinan besok saya akan dihukum pancung (meskipun saya tak berbuat salah apa pun). Kemungkinan Si Ghimel yang tinggal di manokwari besok jadi wapres sama besarnya dengan kemungkinan Si Beth yang tinggal di Minnesota. Hidup adalah teka-teki, dengan jawaban yang berubah-ubah. Rencana apa pun jadi omong kosong. Proyeksi mati. Yang terpegang kemudian adalah hal-hal yang berada di atas hukum sebab-dan akibat -- misalnya ramalan dukun. Malang tak dapat di tolak, mujur tak dapat di raih. Kalimat tua itu menjadi benar mutlak. Hasil presentasi adalah sebuah mukjizat yang tak diduga-duga, dan rezaki hanya sesuatu yang "nomplok". "Aku berasal dari sebuah negeri gila," tulis Borges, penyair Argentina itu. Di tengah negeri ketidakpastian, yang ia lukiskan bagaikan sebuah dongeng Babilion itu, orang sebenarnya mengambil dua sikap sekaligus. Pertama, ia melihat rezeki sebagai keajaiban. Kedua, ia pasrah kepada keadaan tak menang, tanpa rezeki. Seorang penebak lotere pada dasarnya memang sadar: hanya beberapa buah angka yang akan berhadiah. Selebihnya -- beribu-ribu angka dan pilihan lain -- tidak. Cuma hampa. Aku berasal dari sebuah negeri gila, mungkin begitu tafsir atas Borges, karena orang tak lagi punya kuasa atas nasibnya. Maka, di Babilion Borges ada sebuah kumpeni yang disebut Kumpeni. Dialah yang bisa memberikan hadiah kepada pemenang dan memberikan hukuman kepada yang kalah. Syahdan, semakin penting lotere dalam hidup, semakin penting pula Sang Kumpeni. Semakin meruyak ketidakpastian, semakin bergantunglah orang kepadanya. "Aku telah mengenal ketidakpastian," tulis Borges. "Di ruang perunggu itu, di depan sang pencekik kacunya yang bisu, harapan tak meninggalkanku di dalam arus kemikmatan, panik tetap menyertaiku." Kita tak tahu apakah Babilion bahagia. Goenawan Mohamad
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini