Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penumpukan dan kisruh penumpang di sebagian besar stasiun yang melayani kereta komuter di Jabotabek, kemarin, menunjukkan bahwa perencanaan perubahan sistem tiket elektronik PT Kereta Commuter Indonesia sama sekali tak matang. Penyelesaian meleset dari target, sosialisasi pembaruan dan pemeliharaan sistem e-ticketing pun tak berjalan baik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tiket kertas kembali dipakai sebagai tiket sementara. Akibatnya, antrean penumpang yang hendak berangkat ke kantor pada pagi hari membeludak di 79 stasiun. Tidak hanya di depan loket, tapi juga di 760 gate elektronik dan di dalam peron tunggu stasiun. Penumpang saling dorong. Bahkan, di sejumlah stasiun, terjadi kekacauan sehingga petugas terpaksa membuka gerbang masuk.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pembaruan sistem tentu hal yang bagus. Sistem tiket elektronik kereta rel listrik commuter line sudah berumur lima tahun. Cip-cip di kartu, terutama yang berkode "1001", sudah mulai usang. Sistem lama, yang hanya bisa melayani sekitar 400 ribu transaksi per hari, dipaksa melayani lebih dari satu juta transaksi. Upgrade tentu diperlukan. Apalagi ada kebutuhan agar kartu itu bisa dipakai untuk moda transportasi lain.
Maka PT Kereta Commuter Indonesia memperbarui sistem di loket, 760 gate elektronik, dan 233 vending machine. Kartu Multi-Trip yang lama ditarik, Tiket Harian Berjaminan diganti. Sistem baru juga mesti bisa merespons penggunaan uang elektronik berbagai bank. Tapi proyek ini tak disertai sosialisasi yang cukup. Buktinya, masih banyak penumpang yang tak tahu ada pembaruan dan pemeliharaan sistem.
Situasi ini sangat berbeda dengan pembaruan sistem pada 1 Juli 2013. Saat itu penumpang masih menggunakan karcis kertas sejak Jepang memberikan hibah 72 gerbong kereta rel listrik pada 2000. PT Kereta Api Jabodetabek memerlukan sosialisasi yang panjang untuk menerapkan kartu uang elektronik. Dari memberi tahu siapa vendor penyedia sistem tiket yang baru, bagaimana membeli kartu berlangganan, sampai membangun ketertiban penumpang dalam sistem baru.
Kerunyaman terjadi ketika target penyelesaian perubahan pada Minggu lalu bergeser. PT Kereta Commuter Indonesia pun buru-buru meminta penumpang datang ke stasiun lebih pagi dan menyiapkan uang pas. Mereka menyiapkan tiket kertas yang dijual seharga Rp 3.000. Untungnya, di beberapa stasiun, petugas menyediakan surat keterlambatan bekerja bagi penumpang yang membutuhkan.
Ratusan ribu penumpang dari pinggiran Jakarta jelas tak bisa dibendung dengan sistem ala kadarnya itu. Jumlah loket terbatas, petugas masih pula menyobek kertas di gate masuk. Ini kembali ke sistem 1990-2000-an, tapi dengan jumlah penumpang yang masif. Tak ada cara lain sekarang kecuali mempercepat penyelesaian pembaruan sistem itu.
Memang, sistem yang baru sudah bisa digunakan di sebagian stasiun di Jakarta. Tapi sistem di vending machine belum berubah. PT Kereta Commuter Indonesia perlu segera merampungkan perubahan dan meminta maaf kepada para penumpang.